Family Inheritance

2.8K 173 2
                                    

Dengan antusias, Arga menarik tangan Carol untuk membawanya ke ruang latihan Pemuda. Awalnya Carol enggan untuk pergi ke sana, karena itu artinya, ia akan bertemu dengan Arjuna. Namun permintaan Pak Darmawan dan bujukan Arga berhasil membuat Carol luluh.

"Guys! Ada yang mau liat kita latihan, nih!" seru Arga begitu ia dan Carol sampai di ruang latihan Pemuda. Delapan orang anak yang tengah asyik memainkan alat musik mereka pun menoleh ke arah Arga dan Carol. Semuanya tersenyum dan menyapa Carol, terkecuali Arjuna.

"Hai, Carol!" sapa mereka semua.

"Hai," balas Carol dengan ceria. Dilihatnya Arjuna tampak tak peduli akan kehadiran gadis itu. Carol kesal.

"Sini masuk, Manis," rayu Fandi.

"Huuu!!!" Semua anak menyoraki Fandi, termasuk Arjuna yang ternyata paling bersemangat bersuara. Carol pun tergelak melihat tingkah lucu Fandi.

Gadis itu mengikuti apa yang Arga lakukan sebelum memasuki ruang latihan berkarpet itu, yakni melepas sepatunya terlebih dahulu. Dengan canggung, Carol duduk di dekat Felice, Arina, dan Ratna yang tengah asyik berlatih memainkan gamelan.

"Itu apa?" tanya Carol penasaran begitu melihat dua buah gamelan di hadapannya. Arina tersenyum, ia senang pada keingintahuan Carol.

"Ini namanya saron," ucap Arina seraya menunjuk salah satu dari kedua gamelan. "Kalo yang ini, namanya panerus," sambungnya sambil menunjuk gamelan yang lainnya, tetapi dengan ukuran yang lebih besar.

"Dua-duanya alatnya sama, kok namanya beda? Emang bedanya apa?" tanya Carol heran.

Arina tertawa kecil.

"Kamu liat deh," Arina menarik saron dan panerus agar berada lebih dekat dengannya. "Dilihat pake kasat mata aja, panerus ukurannya lebih besar dari saron," ucap Arina. "Dan begitu dipukul—"

"TING!"

Arina memukul sebuah lempeng besi pipig berderet pada saron yang bernama wilah dengan sebuah pemukul yang biasa disebut panakol. Lempeng besi pada saron itu menghasilkan nada. Lalu gadis itu melakukan hal yang sama pada panerus. "Jangkauan nadanya lebih tinggi saron dibanding panerus, Care."

Carol mengangguk tanda mengerti.

Diam-diam, Arjuna memperhatikan interaksi Arina dan Carol itu dari tempatnya memainkan gitar. Sesekali ia tertawa sambil geleng-geleng kepala melihat Carol yang ternyata bisa terlihat polos juga.

"Ini nadanya do re mi fa so la ti do?" tanya Carol sambil iseng memukuli saron dengan panakol. Arjuna diam-diam tertawa melihat rasa penasaran Carol.

"Hahaha nggak. Nadanya itu pentatonis, bukan diatonis. Jadi nggak do re mi fa so la ti do. Tapi da mi na ti la da," ujar Arina yang dengan sabar memberitahu Carol. Carol memiringkan kepalanya, ia tak mengerti.

"Da mi na ti la da itu setara sama do ti so fa mi do, Care. Ada juga sih, saron sama panerus yang pake nada diatonis alias do re mi fa so la ti do. Tapi karena kita mau mempertahankan keaslian unsur etniknya, kita pake saron dan panerus yang nadanya pentatonis," lanjut Arina.

Carol mengangguk karena ia sudah mengerti. Gadis itu mulai suka pada alat musik asli tanah airnya yang ternyata mampu berdampingan dengan alat-alat musik modern itu.

"Assalamu'alaikum," seseorang mengucapkan salam dari pintu ruang latihan.

"Wa'alaikumsalam," semua anak menjawab sambil mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara. Di ambang pintu, berdiri seorang laki-laki berusia awal 40-an bersama seorang laki-laki yang nampak masih muda. Mereka berdua adalah pelatih Pemuda.

"Eh, Om Rusdi, Kak Tarra."

Arjuna mendahului teman-temannya mendekati dua orang laki-laki yang baru saja datang itu, kemudian menyalami mereka. Semua anak mengikuti apa yang Arjuna lakukan, termasuk Carol yang berada di belakang Arga meski ia tak mengenal dua orang laki-laki itu.

"Wah, siapa anak cantik ini? Kayak pernah lihat sebelumnya," ucap Om Rusdi begitu disalami oleh Carol. Carol tersenyum, ia pun menyalami Kak Tarra.

"Ini sepupu saya, Om. Anaknya Tante Dewi Ayu Pemuda '93," kata Arga.

"Oh! Kamu anaknya Ayu Pemuda '93?!" pekik Om Rusdi.

Carol mengerutkan keningnya karena tidak mengerti apa yang Arga dan Om Rusdi maksud. "Pemuda '93?" ulang Carol.

"Oh iya, Care, gue belum cerita ya, kalo nyokap lo dan nyokap gue itu dulu sekolah di sini dan jadi legend-nya Pemuda?" tanya Arga.

"Betul itu, Carol. Mama kamu dulu seangkatan dengan Om, kalau Tante kamu itu adik angkatan kami, Pemuda tahun '95. Dua-duanya penyanyi dan pesinden Pemuda," lanjut Om Rusdi.

Kini Carol mengerti mengapa kedua orang tuanya ingin menyekolahkan Carol di sini selain karena ia dihukum. Selain itu, Carol pun jadi tahu alasan Arga yang selama ini selalu gigih membujuknya untuk bergabung dengan Pemuda. Arga pasti yakin bahwa Carol bisa semakin mengharumkan nama Pemuda seperti ibunya dulu.

"Makanya suara lo bagus," kata Arga.

Carol tersipu malu. Sedangkan Arjuna terdiam di tempatnya sambil masih memperhatikan Carol. Laki-laki itu berpikir bahwa pantas saja jika Carol memiliki suara yang menakjubkan. Ternyata gadis itu adalah putri dari Ketua Pemuda '97 yang membawa Pemuda ke jaman keemasannya.

Oh My CarolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang