Bagian 13

536 20 0
                                    

Pagi ini, aku terbangun sangat pagi. Bahkan masih terlihat gelap. Apa aku seharusnya tidak berlari pagi seperti biasa saja sebelum kuliah? Oh tidak-tidak! Mengingat kejadian tadi malam bertemu putri titipan Tuhan sudah mengganti kan niat ku untuk berlari pagi ini. Sudah dibilang, Mentari alasan aku untuk pulih dari penyakitku. Sudah kubilang sebelumnya bahwa ia adalah penyembuh dari segala obat. Aduh, aku tidak pernah segila ini ke seorang wanita. Bahkan bersama Putri dulu aku selalu mencuekkan dan mengabaikannya jika ingin bertemu. Daya tarik yang diberikan Mentari memanglah sangat ampuh membuatku luluh. Apa arti dari perasaan ku ini? Apakah ini yang dinamakan cinta?

Aku terbangun dan melangkah ke kamar mandi untuk mandi. Sepagi ini aku mandi? Ya, entah kenapa hari ini adalah hari paling semangat buatku. Mungkin ini efek samping dari melihat dan berbicara dengan Mentari tadi malam. Oh Mentari, kamu memengaruhi diriku secepat itu.

Perlahan-lahan fajar timbul memperlihatkan wujudnya. Aku sudah selesai mandi dan berpakaian rapi. Tetapi aku masih berada dikamar. Aku berjalan membuka jendela dan cahaya matahari dengan mudahnya menerpa wajahku. Beberapa kali aku mengedipkan dan mengerjap kan mataku karna silau akan sinarnya.

"Eh, lo gak berangkat ngampus?" Aku dikagetkan dengan suara Zidan yang tiba-tiba sudah diambang pintu kamarku.

"Bentaran lagi."

"Susu lo udah dibuati mama tuh. Keburu dingin." Zidan langsung pergi dari sana setelah mengucapkan itu kepadaku.

Akupun melangkah turun kebawah langsung ke arah dapur, tepatnya diruang makan.

"Pagi, sayang."

"Pagi ma."

"Minum susu nya Fauzi, keburu dingin."

"Iya ma," akupun meminum susunya sekali teguk dan langsung kandas.

"Fauzi pergi, ma. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam sayang. Hati-hati."

Sampai dikampus mataku langsung melihat sosok putri titipan Tuhan untukku berada disana. Di lorong mading. Aku tau pasti dia ingin keruangannya. Aku langsung saja berlari kecil dan sekarang tepat berada disampingnya. Tapi aku hanya diam. Dia menoleh. Tetapi sedetik setelahnya, dia juga sepertiku, diam, menatap kedepan dan terus berjalan. Orang-orang memperhatikan kami. Aneh mungkin, jalan berduaan tapi wajahnya seperti seorang yang bermusuhan.

Mentari, mungkin pria lain ingin merantaimu. Tapi tidak denganku, aku ingin terbang bersamamu. Mungkin pria lain ingin mengekang mu. Tapi tidak denganku, aku bahkan hanya ingin berjalan bersamamu. Disebelahmu. Bagaimana bisa bergandengan tangan jika tidak bersampingan. Orang-orang disini melihat kita, Tar. Mereka mungkin berfikir yang tidak-tidak tentangmu karna sudah berani-berani nya berjalan dengan kakak senior. Mereka mungkin berfikir buruk tentangmu. Tapi tidak apa-apa, penilaian orang untukmu dengan penilaian ku untuk mu jauh berbanding terbalik. Kamu tetap Mentari yang aku kenal. Lembut. Baik.

***

Duh, apaan sih kak Fauzi. Kenapa musti jalan disebelah aku coba. Mana yang lain pada ngeliatin lagi. Duh pasti mereka berfikir yang tidak-tidak soal aku. Mau ditaruh mana wajahku ini ya Tuhan.

Sampai di dalam ruangan kelas Mentari, Fauzi masih saja ikut dan tetap berada disamping Mentari. Setelah Mentari duduk, Fauzi menatapnya lalu membalikkan badan nya dan pergi.

Ah. kenapa lagi dia? Kok sok misterius begitu.

"Tar, jangan bilang lo..." Della langsung menyerbu dengan firasat yang tidak-tidak pastinya.

Mentari menghempas nafasnya kasar. "Tidak. Aku tidak pergi bareng dengannya. Tadi dia hanya sedang bertingkah aneh saja."

"Jangan-jangan dia suka lagi sama lo." Kata Della sambil memasang tampang menyelidiki.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang