Bagian 19

302 7 0
                                    

Ini nyata entah mimpi, aku tidak tau. Yang ku tau sebentar lagi semua nya pasti akan kembali seperti kehidupan ku biasa. Semua nya pasti berjalan dengan normal. Aku akan menjalani kehidupan militer ini. Disaat aku jauh dengan keluarga, malah aku mendapat kan keluarga yang sama nyaman nya ketika aku berkumpul dengan keluarga ku. Di saat sedang off ini niat ku untuk pulang sebentar bertemu ayah dan ibu terurungkan. Tapi tidak apa-apa karena sang pencipta mendekat kan ku dengan keluarga baru. Keluarga yang beberapa waktu lalu salah satu dari mereka rela menolongku dari maut. Tapi, sekarang semua sudah selesai. Dia sudah kembali ke penatapan pikiran dan ingatannya.  Dia yang mereka bilang pendiam dan cuek dengan orang yang tidak di kenalnya, tentu dia akan mengabaikan ku bahkan mungkin berbanding terbalik dengan yang hampir dua minggu ini kami lakukan bersama.

Dia sudah kembali menjadi sosok awal ketika dia tidak ingat siapa diri nya. Dia sudah mengingat semua nya dan aku tau aku tidak akan bisa bersama nya lagi.

Tidak ada dia lagi yang selalu ku kunjungi. Tidak ada dia lagi yang dengan mudahnya tanpa sadar siapa dirinya selalu meletakkan kepala nya di dada ku dan tertidur. Tidak ada lagi hal-hal atau sebuah cerita yang biasa aku ceritakan pada nya. Tidak akan ada lagi senyum indah itu yang jujur sangat netral di penglihatan ku namun itu sangat ku sukai. Ehtah dari kapan. Entah dari kapan aku begitu tidak ingin ia kembali mengingat semuanya. Entah dari kapan aku tidak ingin ia kembali menjadi wanita yang dulu nya dingin kata mereka. Sampai aku merasa bahwa aku lah yang membuat nya tertawa lepas.

Semuanya teringat saat puzzle yang sampai sekarang belum terselesaikan. Aku juga teringat pada sebuah bunga matahari yang di buang nya di bawah jendela kamarnya dan dia bilang, Tidak tau kenapa Mentari risih melihat ada bunga matahari di kamar ini. Lucu. Dia wanita yang lucu.

Tiba-tiba saja ponsel ku berdering, tertera nama seseorang yang baru saja aku pikirkan. Langsung saja aku mengatur nafas ku dan menerima panggilan itu.

"Lutfi..."

"Iya, Mentari? Ada apa malam-malam menelfon ku?"

"Kata dokter belum boleh pulang. Bisa kesini temani aku? Kan aku belum pulang! Berarti belum kelar tanggung jawab kamu."

Aku tidak menyangka ia akan mengatakan itu dengan ku. Kalau kamu minta aku menjaga mu saat kamu sudah pulih total juga aku tidak bakal nolak. Tapi kok dia seperti orang yang masih amnesia, ya??
"Hallo?? Masih disana!?!?"

"Ah iya! Ya sudah aku jalan sekarang!!!" Aku langsung menutup telfonnya. Dan bergegas menuju rumah sakit.

*

Sampai disana, Lutfi di sapa hangat oleh Mentari.

"Aku seneng kamu datang, Fi."

"Aku senang kamu menyuruhku datang." Jawab Lutfi sambil meletakkan beberapa buah yang tadi dibeli nya di super market.

"Apa itu?" Tanya Mentari.

"Buah. Kamu mau?" Tawar Lutfi.

Mentari mengangguk, "Tapi kamu yang kupas dan suapi, ya." Lutfi juga mengangguk dan memulai untuk memotong buah-buahan nya.

Sambil menyuapi Mentari, Lutfi terus mengajak nya mengobrol. Agar suasana tidak terlalu canggung. Karena menurut Lutfi. Mentari seperti tidak ada perubahan. Dia tetap ingin diperlakukan oleh Lutfi seperti saat dia masih amnesia.

"Mentari..."

"Iya, Fi?" Jawabnya singkat.

"Kemarin, setelah kamu mengingat semuanya, kenapa kamu melihat aku seperti mengintrograsi?" Tanya Lutfi penasaran. Sebab semalam Mentari melihatnya terlalu lekat dan seperti ada makna yang tersirat.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang