Bagian 40

345 10 0
                                    

Ke pantai malam ini.

Tiba-tiba pesan masuk ke ponsel ku. Aku heran, kenapa Fauzi menyuruh ku malam-malam ke pantai. Namun lagi-lagi aku tetap saja menuruti nya. Aku akan ke pantai malam ini.

Aku tidak ingin seperti cerita-cerita di buku novel, yang si laki-laki selalu secara tiba-tiba menemui perempuannya. Kali ini tidak lagi.

Senja mulai turun dan tenggelam. Aku tau Fauzi pasti tidak mengizinkan ku melihat tenggelamnya senja. Aku tau sekali bagaimana sikap nya.

Aku segera bersiap-siap. Aku segera membuat diriku secantik mungkin di hadapan Fauzi. Walaupun aslinya terlihat biasa saja.

Aku sampai di pantai menggunakan Sepeda. Indah sekali pantai ini. Banyak bola-bola lampu yang menggantung dengan indah. Membuat pantai ini jadi sangat terang. Ada satu meja bundar, ada lilin diatas meja itu dengan indah. Dan ada satu kursi...

Satu kursi?

Aku menuju ke tempat yang indah itu.

"Fauzi, dimana kamu?"

"Disini." Sahut Fauzi.

Aku melihat kebelakang. Ya Tuhan, kenapa dia? Kenapa dia harus hidup dalam kursi elektrik yang beroda itu? Mengapa dia jadi seperti ini ya Tuhan. Apa maksud dari semua ini?

Aku menangis sejadi-jadinya untuk yang kesekian kali nya. Aku menghampiri nya. Aku memeluknya erat. Rambut tipis yang kemarin masih kulihat di kepalanya saat berasa dipantai ini, sekarang sudah bersih total. Tidak ada sehelai rambutpun di kepalanya. Yang kemarin bibirnya masih terlihat merah, sekarang tampak pucat. Wajahnya tampak lemas.

"Jangan sedih." Katanya sambil tersenyum.

Aku mengusap airmata ku kasar. Kali ini jangan sedih Mentari! Please! Buat diri lo sendiri jangan bersedih!

Aku mengangguk, "Ayok! Ayok kita kemeja itu. Aku sudah melihat ada makanan enak di atas sana. Ayok kita makan. Pasti kamu yang menyediakan ini? Bagaimana bisa? Kamu sungguh-sungguh hebat, pacarku." Kata ku selama mendorong kursi roda nya kearah meja.

Ku lihat dia hanya tersenyum.

"Fauzi, pantas saja kamu menyediakan kursi nya hanya satu. Hanya untuk ku."

Fauzi mengangguk. Aku terus tersenyum melihatnya. Aku ikhlas untuk tiap cerita yang akan kudengarkan. Aku ikhlas apapun yang terjadi setelah ini.

"Mentari..."

"Iya, sayang?" Jawab ku sambil tersenyum saat dia memanggilku.

"Maaf.."

"Maaf untuk apa?" Tanya ku heran.

"Akan saya ceritakan semuanya. Tolong jangan di seka dulu, ya."

Aku mengangguk.

Lalu dia minum terlebih dahulu, menarik nafas, lalu dia mulai bercerita.

"Sebelumnya saya minta maaf untuk seluruh tangis mu selama berbulan-bulan ini. Maaf kalau sering datang secara tiba-tiba. Maaf--"

"Jangan terlalu banyak meminta maaf, Zi "

"Jangan dipotong dulu, Mentari."

Aku lalu diam lagi. Mendengarnya hingga selesai bercerita.

"Saya tau, kamu pernah membohongi saya. Kamu tidak ingin pulang kampus bersama saya karena alasan tidak enak badan dan ingin sendiri. Saya turuti dan tidak lama saya melihat mu berada di caffe bersama Della. Saya tau, saya tau kamu membantu Lutfi saat dia ingin dihantam oleh mobil besar. Tapi hasilnya kamu yang malah tertabrak hingga amnesia. Saya sempat menjenguk mu saat itu ketika kamu baru sampai dirumah, namun saya lihat, kamu sedang memeluk Lutfi di depan pintu rumahmu. Mengizinkannya masuk dan bercerita berdua hingga kamu tertidur di dadanya. Kamu bahagia banget ya waktu itu? Kamu ingin amnesia lagi enggak? Biar aku tetap melihat mu sebahagia itu." Jelasnya sambil tersenyum. Aku mulai menangis namun aku tetap menatapnya.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang