Akhirnya, setahun berlalu. Hidup ku penuh dengan cerita yang luar biasa. Seluruh cerita membuat ku ikhlas dan sabar. Aku menjadi Mentari yang sangat berbeda sekali dari tahun-tahun sebelumnya. Ayah sudah berhenti bekerja. Aku membiayai hidup ku sendiri dengan bekerja bersama Zeki di caffe keluarga besar Fauzi.
Hubungan baik ku dan Zeki berlanjut hingga sekarang. Tepat dua bulan lalu, seiring berjalannya waktu aku dan Zeki menjadi dua insan yang sama-sama mengungkapkan perasaan yang serupa. Sesuai permintaan Fauzi, Zeki akan menjaga ku dengan sangat baik. Dia akan mengajakku mengerti apa itu keikhlasan. Zeki mengajari ku bagaiman acara menghadapi perpisahan.
Semuanya terasa berat namun ini sudah terlewati. Sungguh luar biasa cerita dan skenario dari mu Tuhan. Ini luar biasa hebat.
Buat Fauzi, terima kasih untuk seluruh kisah indah yang selama ini kita lalui. Meski tidak ku lalui bersama-sama denganmu, namun aku sudah tau kalau kau selalu ada bersamaku. Kau tidak pernah pergi meninggalkanku. Kau selalu bersama ku. Terima kasih, Fauzi. Terima kasih untuk tiap-tiap kebingungan yang sudah terjawabkan. Setidaknya aku bahagia karena jawaban dari semua kekhawatiran dan kerisauan ku itu keluar dari suaramu. Kau yang menjawab semuanya . Itu sudah cukup membuat ku ikhlas.
Kepergianmu memberitahu ku bahwa setiap pertemuan haruslah ada perpisahan. Ini semua sudah takdir. Aku diciptakan Tuhan untuk menjalani nya, bukan untuk melawan takdir.
Fauzi, ada puisi singkat untukmu ,
Rumah terakhir, kekasihku...
Di masa lampau lalu, rintik air mengalir dipermukaan kulit ku yang kusam.
Bersamaan dengan menghitamnya awan ikut menyertai.
Bahkan langit dan semesta ikut berduka.
Angin berhembus tidak sesejuk biasanya.
Senja di waktu petang sama sekali tidak hadir.
Saat itu aku seperti tersandera.
Karena, kau terlihat bagaikan fatamorgana.
Bahkan beragam warna yang dulu indah diatas rumah terakhir mu, kini sudah mengering dan menyatu dengan bumi.
Kau pernah terlindung dari hujan, namun dahulu.
Kau pernah merasakan nyaman saat terlelap di atas keempukan, namun dahulu.
Kau juga pernah di lihat dengan jelas oleh semua yang mempunyai raga, namun dahulu.
Sekarang, air hujan menembus bebas menerjangmu tanpa penghalang.
Sekarang, lumpur akibat hujan dan kekeringan akibat kemarau menggantikan kenyaman mu untuk terlelap.
Sekarang, tidak ada yang bisa melihat mu dengan jelas bagi setiap raga yang bernyawa.
Ingin bertemu denganmu namun mustahil.
Ingin bercerita pada mu mengenai betapa rusak nya dunia tanpa kehadiran mu.
Ingin sekali terbang menuju keindahan denganmu.
Namun semua hanyalah sebuah khayalan.
Kau sudah tenang di sana
Kau sudah bahagia menuju keabadian.
Aku sedang berada di dermaga terakhir mu.
Mengunjungi mu...
Walau tak mungkin ada temu.
Karena kau telah berlayar menembus syurga mu.
Bahagia disana, ya, kekasih ku...
Dari, Mentari mu...
Bunga matahari ini kuletakkan di atas rumah terakhirmu. Agar kau selalu mengingat bahwa, Matahari mu masih disini. Mentari mu masih bersamamu. Selalu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)
RomansSetiap pertemuan pasti ada perpisahan. Pertemuan yang indah bukan berarti bisa bertahan selamanya. Akhirnya mau tak mau wanita itu harus tegar menjalani hari-hari nya tanpa orang yang dia sayang. Karena baginya mengikhlaskan orang yang dia sayang i...