Bagian 37

208 9 0
                                    

Hari-hari berlalu. Kini tentang nya tidak lagi ada dalam ingatan. Kini tentang nya tidak ada lagi dalam kehidupan ku. Digantikan oleh sosok yang membuatku hingga sedalam ini merasa kan kenyamanan.

Dulu orang yang tidak pernah sekali pun terlintas dipikiran ku kini menjadi satu-satu nya orang yang membuat ku selalu sedalam ini merindu. Bahkan hanya karena tidak menyicipkan kopi nya saja aku sudah sangat rindu.

Zeki. Satu-satu nya orang yang mengerti apa artinya tawa yang selalu ku beri. Dia paham tawa yang kuberi bersifat sementara atau memang nyata karena kesenangan. Dia mengerti dimana aku harus menyendiri tanpa diganggu siapa pun. Bahkan dirinya pun tidak ingin mengganggu ku saat aku sedang ingin sendiri.

Pikiran ku yang tak tentu arah selalu saja mampu diluruskan olehnya . Bahkan hal-hal kecil yang tidak penting pun kini bersama nya adalah sebuah prioritas yang paling utama.

Kadang dunia ini sungguh mustahil di jalani. Seperti hidup dalam kubangan mimpi yang hanyut pada malam. Dunia ini terasa tidak ada matahari.

Tuhan mendatangkan sosok yang tepat untuk menjaga hati ku dari kontraksi masalalu yang selalu datang tiba-tiba.

Maaf Fauzi. Kini namamu tak pernah lagi terbayang di dalam pikiranku. Wajah mu pun sudah mengalir bersama seluruh hari yang pernah ku lewati dengan begitu baiknya.

"Tari..."

"Iya, Zeki?" Jawabku .

Zeki mengelus rambutku, "Pulang kita?"

"Tunggu senja nya menghilang ya.."

Zeki menggeleng, "Tidak. Kita pulang."

Dia. Dia selalu saja berhasil membujuk ku. Aku juga jadi teringat bagaimana Fauzi membujuk ku untuk tidak menyaksikan kepergian senja. Tapi ditempat ini, di tempat yang sama ini, yang membujukku bukan lagi sosok yang tidak bertanggung jawab. Detik ini yang membujukku adalah seseorang yang mengerti bahwa pulang adalah tempat terbaik dari yang lebih baik.

Aku langsung berdiri saat ia menyodorkan telapak tangannya untuk membantu ku bangkit. Aku selalu menuruti semua perkataannya.

"Selamat tinggal, pantai. Senjamu hari ini indah." Kataku pada pantai.

"Ngapai hmm? Ngapai kamu ucapi selamat tinggal kalau kita besok akan datang lagi?" Tanya Zeki.

Aku menoleh kearahnya, "Karena keindahan sore ini, belum tentu ada di hari esok."

Ku lihat dia tersenyum. Indah sekali senyuman itu.

Dia pun merangkul lengan ku dan kami berjalan menuju pulang.

***

Zeki dan Mentari. Kalian tidak perlu bertanya seperti apa hubungan mereka. Tapi yang pasti mereka tidak memiliki status yang serius. Mereka cuma sekedar berkomitmen. Begitu dipikiran Mentari. Namun tidak tau bagaimana hubungan mereka di mata Zeki.

Malam pun menyambut dari balik jendela kamar Mentari. Meski dingin melanda tubuhnya, ia tetap saja membuka jendela malam ini. Bahkan berdiri di balik jendela melihat ke arah taman. Dimana tadi sepulang dari pantai bersama Zeki, mereka sempat berbincang di taman itu. Tentunya ada Bimo juga tadi ikut bercanda bersama sampai petang selesai.

"Nenggg..."

"Nenggg..." Panggil bi Ina dari balik pintu kamar Mentari.

"Iya, bi?"

"Ada tamu, neng."

Tamu?? Siapa?? Batin Mentari.

"Iya sebentar."

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang