Bagian 16

540 18 0
                                    

"Kamu sudah baikan?"
"Sudah,"
"Bener?" sambil memakaikan helm ke kepala Mentari.
Mentari hanya mengangguk. "Zi, berangkat sekarang yuk."

Selama diperjalanan, Fauzi terus berbicara. Aku tidak mengerti sedikitpun apa yang dikatakan nya. Aku tidak mengerti apa yang aku pikirkan. Tuhan, aku kemikirkan apa? Apa harus aku hentikan semua kisah yang baru saja kami jalani. Kenapa dulu engkau mempertemukan dua orang yang seharusnya tidak perlu dikenalkan? Kenapa? Apa kau hanya ingin aku menderita untuk yang kedua kalinya. Aku tidak ingin kehilangan. Aku tidak ingin itu terjadi lagi.

Kenapa? Kenapa Tuhan nyiptain aku jika harus untuk disakiti. Kenapa Tuhan nyiptain cinta jika untuk didustai? Aku masih tidak mengerti dengan cara pikir ku sendiri. Apa mungkin ini takdir? Apa mungkin aku terlahir hanya untuk menguatkan orang-orang yang mempunyai gangguan pada kesehatannya hingga dapat merenggut nyawanya? Aku hancur, Tuhan. Aku hancur.

"Mentariiiiiiiiiiii!!!"
"Apaan sih, Zi?" kulihat disekeliling. Sudah dikampus. Selama itu aku bicara dengan hatiku sendiri?
"Kan, kamu bengong lagi," Ia langsung menarik tanganku. Kupandangin tangan itu saat menggenggam tanganku.

Apa kau akan terus menggenggam tanganku seperti ini? Apa kau akan terus hidup? Aduh aku ngomong apa sih. Apa yang terjadi oleh pikiran ku.

"Sudah, sana masuk,"
"MENTARI. SANA. MASUK!"
"Zi, kamu kok lebih sering bentak-bentak sekarang?"

Spontan ia langsung menangkup wajahku. "Aku sudah mengatakan itu berulang kali. Tapi lagi-lagi kamu hanya terdiam Mentari."
"Kamu kalau tidak niat menghantar ku, ya tidak usah diantar!" jawabku sedikit berteriak.

Fauzi hanya tersenyum dan meninggalkan Mentari dari sana.

Ya Tuhan, kenapa lagi ini? Pagi ini rasanya sangat buruk. Aku tidak bisa membiarkan sesuatu yang tidak kuingin kan terjadi. Kenapa harus ada masalah denganku dan dia. Aku tidak ingin mengecewakan seseorang yang sudah membuat hidupku lebih berwarna. Tapi kenapa ini terjadi? Kenapa aku harus mempeributkan masalah kecil barusan. Dan dia. Dia hanya tersenyum dan pergi. Apa dia tipe yang tidak peduli dengan pacarnya? Berbulan-bulan mengenalnya. Kenapa dia tidak menunjukkan sifat aslinya? Kenapa baru sekarang? Jangan bilang aku nyesal karena sudah menerimanya. Mentari, positif dong. Masih awal. Mungkin aku capek.

***

Fauzi duduk di balkon kampus. Tak biasanya dia bolos mata kuliah. Tetapi, hari ini dorongan untuk meninggalkan kelas lebih dominan dari pada harus berada dikelas. Dilihatnya terus Mentari pagi diatas sana.

Dia kenapa ya?

Dibukanya tas nya, diambilnya buku rahasia miliknya, dan diambilnya tinta hitan, lalu dituliskan sesuatu disana.

Mentari, aku tau. Apa semuanya bukan karna cinta? Apa semuanya bukan karna perasaan? Kamu menghargai apa yang kamu miliki sekarang, karna kamu tau gimana rasa nya kehilangan? Iyakan?
Mentari, jika kau bukan sesuatu yang bisa ku gapai. Tolong terbanglah setinggi mungkin agar aku tidak dapat menggapaimu.
Jika kamu tidak bisa menjadi sesuatu yang bisa kuraih. Tolong jangan hadir kan sebuah harapan yang mudah kusentuh.
Jika kamu ingin aku menghindarimu, tolong jangan pernah lagi memperlihatkan wajahmu dihadapanku.
Karena aku tidak sanggup, aku tidak sanggup melihat seseorang yang menjadi penopang bagi hidupku pergi meninggalkan ku.
Aku tidak sanggup, Mentari. Sungguh. Aku tidak sanggup.

Ditutupnya buku itu. Dilihatnya jam. Diketahuinya jam pertama akan habis.

"Gue gak bisa begini, gue harus masuk kelas." ia pun beranjak dari sana dan turun kebawah menuju kelasnya.

Sampai ditangga, ia menemukan sosok yang tak seharusnya dilihatnya dalam keadaan rapuh begini.

"Fauzi... Fauzi..."
"Ih tunggu, Zi..."
"Apasih, Put? " Putri merangkul lengan Fauzi.
"Temeni makan kekantin. Ya ya ya.. " Putri mengatakan itu dengan sangat manja layaknya anak berusia 4 tahun meminta ice cream dengan orang tuanya.
"Apa sih!!! Lepas!" Fauzi menepis lengan wanita itu dari tangannya.
"Jangan ganggu gue!! Gue udah punya pengganti lo. Jangan pernah panggil nama gue lagi! Jangan pernah usik hidup gue lagi! Jangan pernah lo cari tau tantang gue lagi. Itu kata-kata terakhir gue. Kata-kata dari mantan pacar nya si wanita MU. RA. HAN!!! " Fauzi menekankan kata terakhir tepat ditelinga Putri dan itu sangat-sangat membuat Putri mematung ditempatnya sambil tetap memandang punggung Fauzi yang menjauh.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang