Bagian 38

190 9 0
                                    

Semalaman Mentari tidak tertidur. Setelah Mentari menyuruh Lutfi untuk kembali, Mentari langsung keluar rumah untuk melihat ke bawah jendela nya. Terputar seluruh ingatan saat dia mengalami amnesia  dulu.

"Sebenarnya, yang membuang bunga ini aku atau Lutfi sih?" Tanya nya pada diri sendiri.

Dia teringat tiap kali selesai minum obat pasti ia selalu membuang air ke bawah jendela. Tanpa dia sadar bahwa bunga itu tumbuh dengan subur nya akibat kecerobohannya yang sering membuang sisa air minum nya di bawah jendela kamarnya.

Mentari masih menatap bunga itu, bayangan tentang Fauzi lagi-lagi nembus memasuki pikirannya. Padahal Mentari sama sekali tidak meminta untuk memikirkannya.

"Hai..."

Mentari mendadak tegang. Dia mendengar suara yang sangat dia kenal. Namun kali ini sendu. Dia mendengar suara yang baru saja...

"Kamu..." Jawab Mentari, namun masih belum membalikkan badannya. Masih membelakangi seseorang itu.

"Kamu menanam bunga saya di bawah jendela?" Tanya seseorang itu.

Mentari meneteskan air mata, namun tanpa suara. Ia menggigit bibir bawahnya dengan keras hingga merasakan pedar nya darah. Ia menelan darah nya sendiri.

Tolong katakan bahwa ini bermimpi. Tuhan, tolong katakan bahwa ini hanya karena aku terlalu memikirkannya. Tuhan, tolong sadarkan aku... Batin Mentari.

"Maaf..."

Mentari terdiam mendengar ucapan maaf itu. Spontan Mentari membalikkan badannya. Dan....

Mentari meringkuh ke bawah, sedangkan seseorang itu tetap berdiri di hadapannya. Dengan badan yang sangat kurus, rambut nya yang sudah tipis sekali.

"Faa...fauuziii, mengapa, mengapa kamu jadi begini..?? Me..mengapaa.." Tanya Mentari sambil menangis.

Fauzi menunduk, mengambil bahu Mentari, membantu nya untuk berdiri. Lalu langsung memeluknya lembut.

Mentari terus menangis dalam dekapan Fauzi. Mentari terus bertanya kepada Fauzi mengenai kemana dirinya selama ini. Mentari bahkan menceritakan kalau dia sudah mencari Fauzi sampai ke Singapura. Namun Fauzi hanya terdiam. Fauzi hanya menunggu tangis Mentari reda. Fauzi sangat nyaman memeluk Mentari walaupun Fauzi merasakan sakit tiap kali Mentari melemparkan pertanyaan dan menyatakan pernyataan nya sambil menangis.

Fauzi juga manusia, dia meneteskan airmata, namun tanpa tau Mentari. Fauzi terus mengelus rambut Mentari. Fauzi melepaskan pelukannya lalu Fauzi membimbing nya untuk masuk ke dalam.

"Nak, Fauzi?" Tiba-tiba nenek keluar dari pintu bersama Bi Ina.

Fauzi menyalami nenek dan bi Ina. Tanpa banyak bertanya, nenek seperti nya sudah mengerti mengapa Mentari menangis. Nenek menyuruh mereka berdua untuk masuk. Sedangkan bi Ina, langsung menuju dapur membuatkan sesuatu yang hangat yang mampu menenangkan.

Setelah bi Ina menghidangkan minuman, nenek dan bi Ina langsung izin kembali ke kamar saja setelah dapat ucapan terima kasih dari Fauzi.

Sedangkan Mentari terus saja menangis di rangkulan Fauzi. Fauzi memiringkan badannya, meletakkan kepala Mentari pada bahu depannya.

Tidak lama, Mentari sudah mulai tenang. "Minum dulu." Tawar Fauzi dan memberikan minum kepada Mentari. Mentari menerima minum itu yang di bantu Fauzi.

"Sudah tenang?" Tanya Fauzi dengan lembut namun sendu.

Mentari menatap mata Fauzi, begitu pun Fauzi. Pelan-pelan, Fauzi mencium kening Mentari lama sekali. Membuat Mentari lagi-lagi menangis.

'Memang tidak bisa! Memang tidak bisa melupakan seseorang yang benar-benar kita cintai. Sebenci apapun kita padanya. Sebagaimanapun dia memperlakukan kita dengan tidak baik, seburuk apapun sikap dan perilakunya, tetap saja kita akan luluh dengan satu alasan darinya.

Sudah di datangkan oleh Tuhan seseorang untuk menggantikannya,sudah dipenuhi oleh Tuhan jadwal kesibukan agar dapat melupakannya, sudah di berikan oleh Tuhan tawa yang selama beberapa bulan ini menghilang, tetap saja ketika dia datang, perasaan yang selama ini sudah hilang, dengan mudahnya kembali merusak semua hari yang telah dilewati dengan begitu baiknya.' Batin Mentari selama bibir Fauzi menyentuh keningnya.

Tersadar tetesan air terjatuh membasahi lengan Mentari, Mentari langsung menjauhkan kepalanya dari Fauzi.

Fauzi menangis?

Mentari tersenyum dan mengusap air mata Fauzi. "Jangan menangis." Pintanya dengan lembut dan senyuman.

Fauzi lantas tersenyum kembali, dan bergantian mengusap air mata Mentari, "Jangan menangis." Sahut Fauzi.

Mentari dan Fauzi tertawa kecil lalu berpelukan lagi. Seakan-akan tidak ada kata kehilangan kemarin. Seakan tidak ada kata pencarian kemarin. Seperti tidak ada kebingungan, tidak ada kekhawatiran, tidak ada tangisan di hari kemarin. Seakan semuanya terlihat benar-benar tidak terjadi apa-apa. Semua terlihat seperti baik-baik saja. Semuanya terlihat tidak ada dua orang yang berpisah kemarin selama beberapa hampir setahun.

"Fauzi, kamu kemana saja?" Tanya Mentari memecahkan suasana.

Fauzi melepaskan pelukannya, menangkup kedua bahu Mentari, "Saya tidak kemana-mana. Saya disini saja. Bersama mu."

"Tapi nyatanya kamu menghilang selama berbulan-bulan."

"Mentari, kamu merasa kehilangan saya? Ah, saya tidak merasa kehilanganmu."

"Fauzi..."

"Mentarii..." Jawab Fauzi sambil tersenyum.

"Seharusnya aku marah! Kok kamu malah senyum-senyum sih!!"

"Emangnya kamu marah karena apasih?" Tanya Fauzi santai.

Barusan dia bertanya?? Dia bertanya kenapa aku marah? Helowwwwwwww seharusnya dia tidak perlu menanyakan itu. Apakah dia amnesia??? Bukannya seharusnya dia langsung saja minta maaf tanpa harus aku beritahu jika aku sedang marah? Batin Mentari.

Mentari mengerucutkan bibirnya.

"Iya, Mentari. Akan saya jelaskan semuanya. Tapi ini sudah malam. Kamu tidur dulu. Nanti akan saya jelaskan semuanya saat kamu sudah bangun." Jawab Fauzi meyakinkan.

Mentari langsung mengangguk mantap! Tidak sabar menunggu hari esok. Kalau saja Mentari membantah ingin penjelasan sekarang, pasti Fauzi tidak akan memberikan penjelasan sama sekali karena Fauzi tidak ingin di bantah.

Akhirnya, Mentari mengikuti perkataannya. Mentari mengantarkan Fauzi sampai ketaman depan rumahnya.

"Mentari, saya pamit dulu ya." Kata Fauzi sambil menangkup pipi Mentari.

Mentari tersenyum dan mengangguk, "Kamu akan memberikan jawaban atas semua kebingungan ku kan?" Tanya Mentari.

Fauzi mengangguk.

"Saya akan datang lagi."

"Besok kamu akan datang lagi, kan?"

"Iya, saya akan datang lagi."

"Aku akan menunggu kamu besok, Zi."

Fauzi hanya menjawab tersenyum dan berlalu dari sana.

***

Matahari pagi menembus jendela kamar Mentari. Membuat Mentari terbangun. Kali ini, kebangunan Mentari adalah sesuatu yang sangat ia tunggu. Hingga Mentari berdoa agar nyawa nya jangan dipanggil sebelum besok pagi menyambut. Semalaman rasanya sangat lama sekali bagi Mentari.

Mentari bergegas mandi. Berhubung ini hari minggu. Mentari membersihkan diri, luluran, dan maskeran tentunya. Sambil menunggu Fauzi, Mentari membuka jendela dan melihat bunga matahari yang sudah tinggi. Mampu di lihat jelas oleh penglihatannya tanpa menunduk ke bawah jendela.

Mentari menyirami bunga itu lagi. Seakan sekarang hanya Fauzi lah yang mampu membuat nya tersenyum. Bahkan dia melupakan dan mengabaikan panggilan dari Lutfi yang khawatir bagaimana keadaan Mentari saat mengetahui bunga itu tumbuh segar.

Dia bahkan lupa dengan Zeki yang sudah membuatnya lupa akan masalah selama dia kehilangan. Dia lupa juga pada Bimo yang selalu mengajaknya menghilangkan sedikit beban pada dirinya. Dia lupa pada Della yang sudah berjanji ingin menemani Della untuk Hangout. Dia juga lupa dengan obat yang seharusnya musti rutin di minumnya. Dia lagi-lagi lupa pada tugas yang menumpuk tidak karuan. Semuanya terlupakan karena satu orang yang membuatnya selama ini kehilangan. FAUZI namanya.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang