Bagian 31

183 15 0
                                    

Penjaga staff itu tersenyum padaku, "Ada."

Aku tersenyum senang. Aku berkeringat dingin, tanganku gemetaran. Aku seperti berhalusinasi. Aku seperti tidak sadar dengan keberadaan ku . Sebahagia ini hanya dengan mendengar jawaban singkat seseorang di depan ku. Semesta, kau menemukan ku dengannya secepat ini. Harus bagaimana aku balas kebaikan mu?

Aku mencoba untuk menanyakannya sekali lagi. Memastikan bahwa aku tidak amnesia untuk kedua kalinya, "A...ada?" Tanya ku gugup. Aduh, kenapa aku seperti ini sih .

Penjaga staff itu mengangguk. "Sebentar mba, nanti akan diinformasikan lagi." Katanya. Aku membalasnya hanya dengan mengangguk juga. Namun lebih cepat .

Akhirnya telefon itu berdering lagi, dengan cepat staff itu mengangkatnya. Jantung ku sungguh tidak seirama dengan nadanya.

"Oh, iya iya."

"...."

"Baik-baik." Setelah mengatakan itu ia langsung menutup panggilannya.

Aku menatapnya mantap, menunggu jawabannya mengenai Fauzi berada pada kamar nomor berapa.

"Maaf, mba. Nama pasien Fauzi Arya?" Katanya.

Aku tercengang. Hah? Kok? Gimana sih? Ini aku beneran amnesia atau gimana sih?

"Fauzi Yuanda." Kataku memastikan. "Ada kan? Fauzi Yuanda?" Tanya ku lagi lebih jelas.

Penjaga staff itu menggeleng. "Maaf, mba. Disini tertera nama Fauzi Arya. Tidak ada Fauzi Yuanda." Jawabnya.

Lututku melemas. Aku tidak tau harus berkata apa. Harapanku hancur melebihi sebuah penantian yang panjang namun tak kunjung datang. Bayang-bayang nya seakan menghilang dibawa oleh jawaban-jawaban yang seharusnya tidak perlu ku dengar.

Aku mundur. Duduk di salah satu deretan bangku di koridor. Termenung tidak percaya pada apa yang aku dengar. Padahal, aku sudah merancang harus membicarakan atau menanyakan apa padanya jika ketemu. Harus bersikap seperti apa. Harus memulai percakapan dari mana dahulu sebelum masuk ke inti tujuanku.

Aduh, kenapa semuanya berbanding kebalik. Apa semesta sedang menghukum ku? Tapi karena apa? Apa karena ku mengkhianati Fauzi? Tapi kenapa? Apa sebabnya? Karena aku dekat dengan Lutfi? Atau Zeki?

Semesta, ku mohon, pertemukan aku padanya sebentar saja. Hanya sebentar. Sampai aku menjelaskan inti tujuan ku untuk menemuinya. Sampai dia menjawab dan mengizinkan ku atau tidak untuk merawatnya. Aku ingin sekali membalas semua yang tidak pernah aku lakukan pada ibu. Walaupun melalui Fauzi. Aku ingin melakukannya sungguh!! Aku bersungguh-sungguh berdoa untuk ini. Bantu aku Tuhan. Aku percaya kau sangat baik untuk mengabulkan itu.

"Udah kelar nak?" Tiba-tiba pak supir mengagetkan ku. "Bapak khawatir melihatmu cemas dari kejauhan." Lanjutnya.

Aku menyeka air mata ku. Entah dari kapan air mata itu turun membasahi pipiku. Aku menggeleng dan tersenyum . Tidak seharusnya aku berbagi duka pada orang lain. Maaf. Aku akan melewati ini sendirian.

"Pulang kita, nak?" Kata si bapak lagi. Aku hanya berdiri dan berjalan melewatinya. Si bapak juga mengikuti dari belakang.

Jelas, aku menuju mobil. Begitupun bapak yang sudah berada di balik pengemudi. Namun, ini masih pagi. Aku tidak mungkin memberhentikan pencarian ini hanya dalam waktu satu jam. Aku tidak akan menyerah untuk mencari harapan yang selama ini pergi entah kemana. Menghilang.

"Melihat kamu menangis, bapak keinget sama anak bapak di kampung." Pak supir memecahkan suasana. Aku menatapnya. Seolah bertanya kenapa?

"Iya, nak. Kalau menelfon bapak, dia selalu memaksa bapak untuk pulang . Dia rindu katanya. Tapi bapak tidak bisa pulang begitu saja berhubung job supir bapak dari hotel itu setiap hari pasti ada saja." Jelasnya melanjutkan.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang