6 Bulan kemudian...
Hari demi hari semua nya berjalan dengan baik. Mentari dan Fauzi menjalin hubungan dengan baik. Belum. Belum ada ikatan. Mereka tidak disebut pasangan tetapi mereka lebih dari seorang teman. Sekarang Fauzi bebas menemui Mentari kapan saja. Putri sudah dilupakannya dan Mentari pun sudah menyuruh Reza untuk menjauhi nya. Hari-hari yang dilalui mereka berdua sudah menimbulkan banyak kenangan. Mentari juga sudah sangat akrab dengan mama Fauzi dan kakak laki-laki nya, Zidan.
Sudah lama sekali mereka tidak mengunjungi pantai. Sudah lama juga mereka tidak mengunjungi Bapak separuh baya yang ada i pantai itu. Baik Mentari maupun Fauzi. Akhirnya mereka memutuskan untuk ke pantai sore ini.
Fauzi pun berniat menjemput Mentari sore ini. Dia pun bergegas dan pergi menjemput Mentari. Dia sangat bersemangat untuk bertemu Mentari. Fauzi menerobos jalan raya tanpa peduli keramaian. Tak lama dia sampai dirumah Mentari. Nenek dan bi Ani duduk di taman depan rumah Mentari. Sudah kebiasaan mereka berdua di tempat itu.
"Eh, nak Fauzi. Mau jemput teh Mentari?"
"Hehe iya nih, bi. Mentari nya ada kan? Nek, Mentari ada kan?"
"Ada kok. Sebentar nenek panggil kan ya."
"Iya nek."
Tak lama, nenek keluar rumah dan di ikuti dengan Mentari. Fauzi yang tadi nya mengobrol dengan bi Ani langsung berdiri.
"Loh kok udah siap aja? Emang tau ya saya mau jemput?"
"Tau dong. Mau ngajak ke pantai kan?" Jawab Mentari dengan senyuman.
"Nek, Mentari pergi dulu ya." Mentari pun menyalami nenek nya dan bi Ani. Begitu pun juga Fauzi.
***
"Bapakkkkkkk......" Setelah turun dari kereta, Mentari langsung berlari dan berteriak saat melihat bapak yang dipantai itu. Pak Joko namanya. Pak Joko melihatnya dan langsung menebarkan senyum bahagia nya. Fauzi masih jauh dibelakang berjalan sambil memegang sebuah plastik yang berisikan makanan untuk Pak Joko.
"Ehh Tari, Fauzi. Lama sudah kalian tidak mengunjungi pantai ini. Tapi kok..." Pak Joko mengernyitkan dahi nya dan melihat Mentari lalu melihat Fauzi.
"Lah kenapa pak?" Tanya Mentari heran.
"Sudah beberapa bulan tidak jumpa. Kenapa kalian datang nya berdua?"
"Ohhhhh itu," mereka bedua tertawa sedangkan pak Joko hanya heran melihatnya
"Iya, pak. Kami temen satu kampus." Jawab Mentari.
"Tapi sebentar lagi udah lebih dari teman kok, pak." Lanjut Fauzi.
Demi apapun, Fauzi mampu membuat tomat merah disekitar wajah Mentari. Bapak itu hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Mereka berbincang-bincang dan makan bersama sambil sesekali tertawa mendengar cerita dari pak Joko.
"Zi, itu senja udah mau tenggelam." Ditunjuknya ujung pantai yang memperlihatkan senja indah disana.
"Biarkan tenggelam saja. Saya tak ingin kamu bersedih karna senja nya akan hilang sebentar lagi."
"Zi..."
"Ya sudah ayo. Ini untuk pertama kalinya saya nemeni kamu sampai senja tenggelam. Akan saya buat kamu tidak bersedih untuk pertama kali nya saat melihat senja tenggelam."
"Aku janji gak bakal nangis." Jawab Mentari dengan mantap.
"Pak, Tari sama Fauzi kesana dulu ya."
"Iya, nak. Silahkan."
Mereka pun berjalan dan sampai dipesisir pantai. Mereka sama-sama memejam kan mata dan meghadap ke depan. Melihat Mentari disamping nya, Fauzi merasakan angin berhembus sangat lembut seakan membuatnya ingin berdua dengan Mentari di sisa hidupnya.
"Kamu lihat disana." Fauzi menunjukkan senja yang indah lalu ia menatap Metari dan melanjutkan bicaranya, "Mentari sore yang sudah menjadi senja hari ini indah ya. Sama seperti Mentari yang ada di bumi sore ini. Bersamaku."
Seketika tubuh Mentari tegang setelah mendengarkan perkataan Fauzi.
Tar, santai dong. Fauzi udah biasa kan seperti ini. Jangan tegang.
"Gombal!!!" Mentari turun dan duduk diatas pasir.
Fauzi pun turun mengikuti Mentari yang duduk diatas pasir. Mereka masih sama-sama memandang senja yang indah di hadapan mereka. Suasana sangat mendukung dan tangan Fauzi perlahan memegang tangan Mentari dan menggenggam nya. Mentari membalas genggamannya.
"Kamu tau? Ini adalah senja yang indah yang pernah kulihat."
"Makasih ya, Zi. Sore ini, melihat senja bersamamu adalah pengganti hari-hari ku yang pernah lenyap."
Fauzi memang memaksa keras Mentari untuk memanggil nya dengan nama. Tidak dengan panggilan kakak. Fauzi pun semakin menggenggam erat tangan Mentari seakan diri nya tidak ingin kehilangan Mentari. Mentari pun merasakan Ibu nya telah mengirimkan seseorang yang akan membahagiakannya. Menggantikan sosok dirinya yang dulu pernah membahagiakan Mentari terlebih dahulu.
Zi, aku tak ingin kebahagian ini berakhir.
Suasana semakin hening, senja perlahan mulai turun dan digantikan oleh ribuan bintang dan satu bulan yang menerangi mereka di pantai ini. Angin malam semakin dingin dan Mentari memeluk erat lututnya.
"Kita pulang aja yuk." Ajak Mentari yang diabaikan oleh Fauzi. Mentari melihat wajah Fauzi seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Sebelum pulang, izinkan saya memberitahukan sesuatu." Fauzi menghadap ke arah Mentari dan menatap Mentari sambil melanjutkan kalimatnya.
"Malam ini, dari ribuan bintang dilangit, dari tadi sore kita bersama melihat senja pergi meninggalkan kita. Jadikan lah mereka saksi ungkapan hati saya ke kamu. Mungkin ini terlalu cepat. Tapi ketahuilah, rasa nyaman lebih berbahaya dari jatuh cinta. Ya kamu pasti mengerti. Saya nyaman sama kamu. Saya sayang sama kamu. Saya mau kita lebih dari sekedar dekat. Apa kamu mengerti?"
Demi apapun Mentari tidak ingin mendengarkan ini. Tapi, telinganya seolah lebih ingin mendengar semuanya malam ini. Mentari tidak tau ingin mengatakan apa lagi. Atom-atom di kepalanya seakan mau pecah. Jujur dalam lubuk hati nya yang terdalam, dirinya juga merasakan hal yang sama dengan Fauzi.
"Jujur, aku menantikan semua kalimat yang kamu lontarkan barusan. Aku juga merasakan hal yang sama denganmu, Zi. Aku sudah mengizin kan bahwa besok akan ada Mentari pagi menyambut suasana baru yang kita bentuk malam ini."
Spontan Fauzi mendekat dan memeluk Mentari di bawah ribuan saksi mata yang ada di langit.
_
_
Happy reading💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)
RomanceSetiap pertemuan pasti ada perpisahan. Pertemuan yang indah bukan berarti bisa bertahan selamanya. Akhirnya mau tak mau wanita itu harus tegar menjalani hari-hari nya tanpa orang yang dia sayang. Karena baginya mengikhlaskan orang yang dia sayang i...