Bagian 32

243 7 0
                                    

Kamu percaya takdir tidak?
Ada beberapa orang sedang bahagia lalu bertengkar.
Ada yang sedang rindu namun tak pernah ketemu.
Ada yang nerima keadaan bahwa harus berhenti mencinta.
Ada yang harus saling melupakan.
Kamu harus percaya itu karena semua takdir Tuhan.
Tuhan tidak akan buat seseorang bahagia kalau tidak ada pertengkaran di dalamnya.
Kau harus tau bahwa Tuhan sedang menguji kesabaranmu untuk tetap bertahan agar bahagia.
Tapi kau memutuskan takdir Tuhan hingga hidupmu sendiri kau buat lebih gelap.
Kau juga harus sadar bahwa dua manusia di pertemukan karena kemauan Tuhan.
Sekarang kau sudah percaya kan kalau itu semua takdir?

Tiba-tiba pesan masuk ke ponsel ku. Dan aku baru sana membacanya. Nomor tidak dikenal. Bagaimana bisa seseorang yang tidak ku kenali mendapatkan nomor ponsel ku? Bagaimana bisa sedangkan aku tidak pernah mempublikasi kan nomor ponsel ku!

Aku membaca nya berulang-ulang. Aku masih belum mengerti. Entahlah, hari ini pemikiran ku lambat sekali. Otak ku seakan lemot sekali. Cara pikiran ku bekerja tidak sejernih biasanya. Tetapi sudah mendingan saat aku mencicipi empat gelas mini kopi buatan barista tua itu tadi. Tapi otak ku tidak sepenuhnya bekerja dengan baik. Bayangkan jika aku tidak meminum kopi barista itu. Mungkin otak ku sama sekali tidak akan bekerja dan berfikir.

Aku memijat-mijat pelipisku. "Pak, gak usah ke rumah sakit lagi. Besok aja. Tinggal satu rumah sakit besar lagi kan?" Kataku pada pak supir.

Seharusnya, aku menghabiskan pencarian seharian ini. Tapi tidak mungkin. Tidak mungkin aku bisa menemui Fauzi dalam keadaaan ku yang kacau ini. Akan berkata apa aku juka bertemu dengannya? Sedangkan pikiran ku sedang tidak berasa di tempatnya. Mungkin aku kurang asupan makanan dan kurang berbaring. Dari semalam sejak menaiki pesawat otakku sudah bekerja terlalu keras memikirkan rencana-rencana bodoh yang tidak kesampaian ini. Bahkan satu pun tidak ada yang kesampaian.

"Kenapa, nak?" Tanya nya. Namun ku lihat dia langsung mengendarai mobil nya menuju hotel. Aku hanya menggeleng. Memberi isyarat bahwa aku baik-baik saja dan tidak akan ada masalah.

Sampai di hotel, aku langsung melemparkan tubuh ku ke dalam pulau kapuk yang luar biasa empuk ini. Aku memejamkan mataku. Memutar kembali pikiran yang seharusnya tidak perlu dipikirkan. Rasanya kepala ku panas sekali memikirkan semua ini. Aku coba tenang. Memulai memikirkan yang ringan-ringan saja. Tidak perlu terlalu berat dan tidak perlu yang terbelit-belit. Karena aku sudah sadar itu hanya akan menghambat semua rencana bodoh ini.

Ya Tuhan, kenapa harus membuat ku sampai sehancur ini hanya karena berjauh jarak padanya. Apa karena hati kami juga ikut menjauh? Aku tidak ingin menyia-nyiakan cinta sejati ku. Aku ingin seperti nenek yang setia tidak mengganti pasangan saat kakek sudah tiada. Aku ingin menjadi seperti ayah juga yang selalu setia pada ibu walau ibu sudah tiada. Apakah aku rela setia pada Fauzi jika dia sudah tiada? Bahkan kami belum menjalin hubungan yang lebih serius. Apakah aku rela tidak menikah selamanya jika Fauzi meninggalkan dunia ini? Tapi, apakah hanya aku satu-satu nya orang yang dicintai Fauzi? Sampai-sampai aku rela mencintai sepenuhnya seperti ini. Apa dia menganggap ku seperti aku menganggap nya? Apakah ini semua harus terjadi dan harus ku jalani? Apakah aku rela?

Kenapa banyak sekali pertanyaan bodoh yang muncul dalam pikiran ini. Ayo dong, otak, tolong bekerjalah sewajarnya. Berpikirlah sebaiknya. Ku mohon... Aku juga ingin jadi wanita yang normal. Bukan yang hidup dengan teka-teki seperti ini.

Aku pergi ke dapur kamar ini, memasak air. Jelas. Kalian tau aku akan membuat kopi. Rasaku, kopi yang di tuang dalam empat gelas mini buatan barista tua tadi belum cukup untuk membuat pikiranku kembali membaik. Aku bisa gila mendadak hanya karena mencari keberadaan orang yang aku tidak tau ingin dicari atau tidak. Aku tidak tau kenapa aku harus bertemu dengan orang yang aku tidak tau apakah dia mengizinkan ku untuk bertemu dengannya atau tidak. Atau mungkin bisa saja dia akan mengusirku ketika aku telah sampai di hadapannya. Buktinya saja saat aku menelfonnya, dengan mudahnya dia memutuskan sambungan telefonnya.

Sang Mentari Melepaskan Senja (KOMPLIT✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang