(12) Apa, Lu Homo?

180 15 0
                                    

Mercedes-benz hitam mengkilat yang berplat nomor B dengan tiga dijit angka yang mengikuti di belakangnya. Terlihat sedang berada di salah satu jalan layang, yang ada di Bilangan Jakarta.

Di sana, tepatnya dari kursi penumpang mobil tersebut. Ada dua pemuda yang tengah bercengkrama ringan membahas akan sesuatu hal.

"Ka, makasi ya dah anter gue sampe rumah." ujar Kenan yang masih melihat-lihat interior bagian dalam mobil itu.

"Ya sama-sama. Besok dan seterusnya, lo pulang sama gue ya?" tawar Raka pada sahabat baru yang ia temui di sekolah.

"Lagian kalo kayak gini, ngobrol tentang sekolah kan jadi enak, Nan. Makasi juga lo mau jadi sahabat baru gue."

Kenan yang mendengarnya pun langsung sumringah dan mengiyakan atas tawaran yang diberikan oleh Raka. Jika orang lain mendengar Kennan yang tiba-tiba langsung mau tanpa menolak, mungkin itu dapat membuat mereka jadi berburuk sangka padanya. Padahal aasan Kenan tidak menolak penawaran itu karena letak rumahnya yang jauh dari sekolah. Apalagi Kenan harus berjalan setiap harinya. Ia tidak mau berangkat sekolah dengan angkutan umum, kenapa? Jawabannya hanya satu, uang saku yang diberikan ayahnya hanya sedikit. Jadi ia harus pintar-pintar mengelola keuangannya. Juga pada saat bendahara kelas menagih uang kas, Kenan terbiasa mengambil tabungan hariannya untuk membayar. Maka dari itu, Raka yang merasa bisa membantu, akhirnya menawarkannya pada Kennan.

"Iya. Makasi banyak ya Bro."

Raka menganggukan keplanya dan memperlihatkan sebuah senyuman hangat untuk Kennan. "Sama-sama Nan," timpal Raka dengan ringan.

"Ka, gue mau tanya, kok lu akrabnya cuma ke-gue doang?" tanya Kennan yang penasaran

Pertanyaan dari Kenan membuat Raka kikuk, ia tak tahu harus menjawab apa selain iya. Merasa tidak cukup dengan jawaban Raka, lalu Kenan bertanya lagi. "Lu gak homo kan?"

Sontak Pak Eno yang menyetir dikursi pengemudi, menjadi menoleh pada kaca spion mobilnya. Serta Raka yang mendengar hal itu terlontar di hadapannya hanya bisa terdiam. Sementara itu, Kenan mulai mengutuk bodoh di dalam pikirannya. Mengapa kalimat bejat itu harus keluar? Padahal tak pantas rasanya ia mengatakan begitu. Cuma anak-anak lain yang sok tahu aja, pada ngasal ngatain Raka.

Sial, kenapa pertanyaan itu yang harus keluar?

Melihat Kenan yang memejamkan matanya yang masih merasa bersalah dan komat-kamit sendiri, akhirnya Raka mulai membuka suara. "Nan, mungkin lo adalah salah satu orang yang langka gue temui. Kenapa? Seengaknya lo berani tanya langsung dibanding ngatain gue di belakang. Jawabannya adalah, gue gak homo, Nan. Gue masih laki-laki tulen. Dan tentang pertemanan kita. Gue gak ada maksud terntentu." jelas Raka panjang lebar. Ia mengatakan itu secara lengkap agar sahabatnya tahu, bahwa ia tidak seperti pemikiran anak-anak lain yang mulai iri karena dirinyaa dapat sebuah tempat di hati para siswi-siswi Velasda.

"Ka, bukan maksud gue untuk gitu. Gue cuma-"

"Udah gak apa, we are friends bro." potong Raka yang tidak mempermasalahkan sama sekali perihal topik yang sempat diusut oleh Kennnan. Menimpali itu, Raka hanya tertawa dan kembali membahas kejadian tadi.

"Nan, gue mau tanya, laki-laki yang sama cewek tadi tuh siapa?"

"Oh, siapa? Itu siapa?" Kenan balik balik bertanya dan tampak mengingat ingat sesuatu.

Sejenak keduanya hanya diam dan seperti saling debat di dalam pikiran. Lalu tanpa ada hujan dan badai, tiba-tiba saja Kennan menjentikkan tangannya ke udara. "Ya! Farrel sama Lifya. Kenapa, Ka?"

"Mereka gak pacaran kan?" selidik Raka dengan serius.

Merasa harus membuktikan perkataannya pada Raka. Kenan lalu mengambil benda pipih yang berada di dalam tasnya.
Diraihnya benda hitam itu dan ia mulai membuka akun Instagram miliknya. Setelah itu, ia mencari nama Lifya di kolom pencarian. Kemudian, lelaki itu mengklik akun gadis tersebut dan memperlihatkannya pada Raka.

TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang