(37) Mulai Mengetahui

53 5 0
                                    

*note from ND :
Hey thank you so much buat yang udah sempat baca Terlambat lagi :')
Aku pikir cerita ini sedikit terlupakan di library kalian :( but ternyata masih ada yang baca
Once again thank you so much! 🧡

Bagian 37
-Mulai Mengetahui-


Selamat membaca🧡

Bian memakai kembali kacamatanya dan berjalan lurus ke arah mobil yang telah terparkir tak jauh dari tempat duduknya tadi.

"Sayang, kok lama sih!" keluh Bian pada pacarnya dengan nada manja. "Tadi janjinya jam lima pasti sampai."

Gadis yang telah berdiri di hadapan Bian mulai tersenyum gemas dan langsung mencium pipi lelaki itu tanpa bertanya.

"Eh cipokan lo ya di tempat umum!" Via mencebik sambil menampilkan ekspresi masam.

Bukan kali kedua ia melihat adegan itu di depannya. Sudah sering dan membuatnya terbiasa. Hanya saja disini ada Raka dan Lifya, dua orang itu belum tahu kalau Emma dan Bian akan menikah minggu depan.

Bian merangkul Emma dan mencubit hidung gadis itu. "Bentar lagi kita married. Lo buruan nyusul!"

Raka yang baru turun dari mobil agak terkejut dengan apa yang ia dengar. Bahkan setahu dia, Emma masih melanjutkan kuliah yang sama dengan Lifya. Tapi Raka enggan berkomentar, ia cukup tersenyum samar saja.

"Married? Emang kalian udah tunangan?" tanya Lifya yang berjalan mengitari mobil dan berdiri di samping Via. "Kenapa gue gak diundang?"

Emma mencubit pinggang Bian. Lelaki itu meringis kesakitan, Emma pun tak peduli. "Itu lamarannya cuma keluarga inti doang, Lif."

Via meletakan sikunya di atas bahu Lifya. "Well, gue pun yang waktu itu antar COD barang di deket komplek rumah Emma, nggak dikasi tahu," jelas Via.

Raka menyilangkan kedua lengan di depannya. Baiklah, kali ini eksistensi kedatangannya belum dianggap. Tunggu dulu beberapa detik, pikirnya.

"Nanti lo datang aja pas gue nikah sama Emma," kata Bian semangat dan mengerling ke arah Emma. Gadis itu hanya memandang skeptis dan menggeleng.

"Tuh apa gue bilang dulu, lo berdua emang cocok!" tandas Lifya.

Bian mengangguk setuju sambil memandang lelaki tegap berkulit putih di depannya. Tadi ia pikir hanya ilusi kalau itu adalah Raka, dan ia juga baru ingat kalau Emma dan kedua sahabatnya ke bandara adalah untuk menjemput Raka.

"Lo? Raka!?" Bian histeris dan memeluk Emma kuat-kuat. *yaelah, modus!*

Raka mengangguk dan menyuruh Bian agar berhenti memeluk Emma yang sudah engap-engap karena kekurangan udara.
"Iya ini gue, lo jangan bikin dia pingsan."

Bian kembali merangkul Emma dengan posesif. "Dia punya gue," kata Bian songong

Lifya ingin tertawa namun ia tahan. Tetapi, bukannya menahan, bibirnya malah mengeluarkan suara seperti kentut. Via dan Emma hanya bisa menahan gelak tawa mereka karena jaim dengan Bian.
Raka tersenyum melihat tingkah Lifya. Ia berdehem dan kembali menatap Bian.

"Sori, gue gak ada maksud kok. Emma sama Via udah gue anggap kayak adik-kakak perempuan gue sendiri."

Bian mengangguk cepat. "Kali aja lo lupa gitu," cibir lelaki bermata empat itu.

TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang