(31) percaya

86 7 14
                                    

Terlambat

Written by
NovitaDamayanthi


"Lifya," ucap Raka ketika dirinya telah berdiri di hadapan gadis tersebut.

Lifya mendongak dan tersenyum. Ia membersihkan tempat di sebelahnya dan  menyuruh Raka agar ikut duduk di sampingnya. Dan lelaki itu menurut untuk duduk.

"Ada apa sih? Sepenting ini ya, sampe lo gak ke kantin bareng yang lain?" selidik Raka.

"Nggak, bukan gitu. Cuma lagi pengen aja manggil elo ke sini. Hehe."

Raka mendengus. "Tau gitu, gak gue ladenin."

"Ih, kok gitu?"

"Ya abis, elonya gak ngomong kenapa manggil gue ke sini."

"Lo lagi sibuk banget ya, Ka?" tanya Lifya dengan hati-hati. "Sampe lo kayaknya gak betah dan gak mau nyamperin gue?"

Raka menyandarkan punggungnya ke belakang dan menggelengkan kepalanya dengan santai. "Nggak juga," jawab Raka.

"Gue mau kasi liat ini, Ka." Lifya mengeluarkan ponselnya dari saku dan membuka fitur pesan dari tempat bimbingan belajar bahasa inggris mereka.

Lifya menyodorkan ponselnya ke Raka. Lelaki itu melihat layar tersebut dengan seksama.
"Ini lo yang ngerjain, kan?" tanya Lifya memastikan.

Raka mendorong ponsel itu ke arah Lifya. "Terus, kalo iya, kenapa? Dan kalo nggak, kenapa?"

Lifya cengo. Dia diam seribu bahasa dengan wajah bingung yang kini telah tergambar jelas.

"Iya. Iya itu gue yang bantu ngerjain ulangan online punya lo."

"Lah, gak boleh gitu dong harusnya," sanggah Lifya tidak terima. "Itu kan ulangan gue, kok lo yang jawab? Dosa dong itu namanya!"

"Dosa-an mana sama lo yang gak bales chat gue?"

Skakmat. Poin seri.
Tuhkan, debat sama Raka itu nyebelin pake banget!

"Mungkin nilai kita beda tiga skor. Itu sengaja. Ya kali gue jawab ulangan lo bener semua. Udah, terima hasil aja. Gue seratus, lo sembilan puluh tujuh," kata Raka yang seperti membagi hasil kepada partner in crime-nya.

Bibir Lifya mengerucut sesaat, kemudian terganti menjadi sebuah cengiran lebar.

Raka yang melihat perbedaan reaksi Lifya menjadi heran. Raka menegakkan badannya dan menatap ngeri ke arah Lifya. "Heh, lo kenapa?"

"Gak apa-apa," ucap Lifya dengan nada terpesona.

"Wah, sakit nih anak. Ayo ke UKS," ajak Raka sambil meraih tangan Lifya.
"Kayaknya lo mesti minum obat. Hari ini lo bener-bener sakit, Lif."

Lifya menahan tangan Raka. "Enak aja! Siapa yang sakit sih? Gue sehat sentosa gini kok dikatain sakit."

"Jangan pegang-pegang," ujar Raka setelah melihat tangan Lifya yang memegang tangannya. "Modus ya lo."

Buru-buru Lifya melepas tangan kanannya yang sempat menahan Raka. Tetapi, tangan Raka yang masih memegang tangan kiri Lifya. "Ini, lo ngapain?"

"Apanya yang ngapain?" tanya Raka polos.

"Ini, tangan lo megang tangan gue."

"Biarin. Mau gue kayak gini. Ya makanya gini."

Sabar... sabar... sabar Lif, anak baik disayang bunda. Lagian nih orang juga udah bantuin lo buat ngerjain ulangan.. makasi.. makasi
Lifya membatin di dalam hatinya.

TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang