(34) Setidaknya Ucapkan

64 8 6
                                        

~Part before ending~

My name is Lifya

I'll keep your promise.
We can each together
Till the end...

-Terlambat-

Di antara mendung dan angin yang terus menerus menerpa anak rambut dari seseorang lelaki yang masih setia dengan motor hitamnya, terlihat jelas ia masih bersikukuh untuk tetap menunggu. Ia menunggu di atas kuda besinya sambil mengetuk-ngetuk helm yang ia taruh di atas spion kanannya. Farrel tetap diam meski banyak orang yang menyapanya sedari tadi. Seperti biasa, wajah acuh tak acuhnya ia jadikan sebagai balasan dari sapaan mereka. Jahat? Tidak. Hanya cuek dan tidak peduli, itu baginya memang pantas.

"Mau sampe kapan lo di sini?" tanya Yarrel dari dalam lorong penghubung lobi depan sekolah. "Lo buang-buang waktu doang tau gak?"

Farrel membenarkan posisi lipatan kaki kanannya yang bertumpu pada badan atas motor. Lelaki itu mencoba tidak perduli dengan saudaranya itu.

"Nih ya Rel, daripada lo nungguin dia sampe besok di sini dan gak ganti baju sekolah. Mending kita pulang aja lah, Rel."

Yarrel sudah berdiri di dekat trali besi  yang  menjadi gerbang kedua di sekolah Velasda setelah gerbang utama di depan. Lelaki itu menghentikan jalannya dan memegang trali tersebut sambil terus meledek kembarannya.

"Ck, hampir setahun kurang Rel. Dan lo masih aja nganggep mereka sekedar dekat dan berteman biasa. Hidup dimana lo? Di goa? Kagak kan? Lo aja gak pernah pamit semedi di goa," jelas Yarrel yang seumur-umur baru kali ini melihat kembarannya menjadi bebal sampai sebegitunya.

"Yok ah Rel, pulang aja mending," desak Yarrel dengan senyum mengejeknya.

Tidak aja jawaban. Hanya kebisuan yang Farrel ciptakan dari semua ucapan Yarrel

"Diem aja lo kayak cewek lagi mens!"

"Bacot!"

"Nah gitu dong Rel, ngegasssss. Gue gak suka kedamaian."

"Cot lo!"

"Apa? Bekicot? Hahaha, lucu ya lo. Dasar kembaran gesrek!"

"Lo pulang? Pulang aja sendiri. Gue masih betah di sini."

Yarrel menganga. Gila gak seh? Si Farrel nungguin Lifya sampe segitunya. Sampai-sampai Yarrel kembarannya diabaikan

"Tega banget dah lo."

"Bodo."

"Amat!" timpal Yarrel sekalian.

"Udah tiga jam gue nunggu njir," cerita Farrel tiba-tiba.

Yarrel mengangkat kedua alisnya.
"Ya makanya pulang aja. Lagian lo nungguin apaan selama itu? Jugaan dia udah pulang."

"Tapi gue butuh kepastian!" sentak Farrel yang langsung berdiri di sebelah motornya dan menggebrak jok kuda besinya tersebut.

"Kepastian apalagi?" tanya Yarrel.

Hening. Farrel belum menjawabnya. Ia masih sibuk dengan banyak spekulasi yang ia prediksi sendiri.

Yarrel berjalan ke arah Farrel, mengitari sepeda motor kembarannya. Kini ia telah berdiri di hadapan Farrel seutuhnya. "Rel, udahlah. Dia udah bahagia sama pilihannya. Mungkin ya emang itu maunya Lifya. Biarin aja."

Farrel mendadak emosi. Segala rasa emosi yang sedari kemarin ia tahan mulai ia keluarkan. Farrel mencengkram leher baju seragam Yarrel.
"Tapi kenapa harus sama dia?! Harga diri gue jatoh karena cowok penyakitan itu! Lo tau gak?!"

TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang