(23)Keinginan yang mungkin hanya ilusi

179 10 3
                                    

Keinginan yang mungkin hanya ilusi...
Layaknya diriku yang selalu mencintaimu...
Pihak terbodoh, adalah aku...
Dan tanpa kamu sadari...
Terkadang kau patahkan sayap kecilku...

-Lifya Melody Priska-

Part 23

Terlambat

By NovitaDamayanthi

×××××××××××××××
Kali ini Via sudah hilang kesabaran. Ia tidak mau lagi meminta setuju atau tidak setuju mereka. Cukup sudah, ia melihat banyak drama untuk hari ini.

Benar saja, ia pun langsung menggebrak meja dan berdiri sambil menyingkirkan kursi yang sempat ia duduki. Saat ia ingin berjalan, sebenarnya ada Emma yang berusaha menahan emosi sahabatnya. Namum karena saking emosinya, Via tidak bisa ditahan lagi. Kemudian ia berjalan ke arah meja "nol delapan" sambil membawa jus jeruk ditangannya.
×××××××××××××××××

"Via!" Panggil Lifya guna mencegah tindakan yang tidak ia inginkan, begitupun Emma.

Tetapi, Viaa tidak menghiraukan sama sekali panggilan Lifya. Ia masih berjalan anteng ke arah meja Raka dan kedua temannya, yang ia tidak ketahui siapa namanya.

Disaat ia sudah sampai. Via duduk diantara Sicha dan Raka, padahal celah tempat duduk di antara mereka sangat sempit. Ah tapi sebodo amat! Lagian tujuannya kesini untuk menjalankan misi.

Awalnya, Via mengatakan maaf yang tidak ikhlas ke arah Si Kakak Kelas atau Sicha.
Lalu, ia memegang pundak Raka sambil menawarkan jus jeruk yang belum sempat ia minum. Namun Raka menolaknya dengan halus kalau ia masih mempunyai lemon tea-nya.

Sementara itu di pojokan kantin. Ada Lifya dan Emma  yang melihat tak percaya ke arah meja nol delapan.

Tak tahu, mengapa hati Lifya malah tambah sakit melihatnya. Berkali-kali rasanya ia berusaha meyakinkan bahwa, Via tak akan melakukan sesuatu yang berlebihan. Tapi nyatanya, hal ini yang ia lihat. Sebersit perasaaan iri atau marah timbul di benaknya.

"Lif, lo mau kemana?" Tanya Emma bingung karena melihat Lifya yang sudah berdiri dan membelakangi mejanya.

"Gue mau ke kelas." Jawab Lifya dengan singkat. Sebisa mungkin ia tahan air matanya agak tidak melolos saat itu juga.

"Mau gue anterin?" Tanya Emma, yang bagi Lifya sama sekali tidak menolong dirinya.

Lifya menggeleng, "gak, gue mau sendiri dulu." Lifya menarik nafasnya dengan panjang, lalu ia melanjutkan lagi perkataanya, "kalo lo nemenin gue, siapa yang bakal ngeliat Via? Mending lo kumpulin informasi yang ada."

Setelah mengucapkan itu, Lifya berjalan setengah berlari meninggalkan kantin.

Kenapa gue jadi sensi gini sih?! Gak. Gak. Lif... Kamu gak boleh nangis apa lagi marah.  Gak...

Pikiran Lifya berkecamuk saat melewati lorong sekolah yang hanya dilalui oleh sedikit murid. Kemudian, ia berbelok ke arah kursi panjang di dekat gudang sekolah. Disana adalah tempat yang sepi, dimana tempat itu yang paling Lifya sukai.

Tanpa ia sadari, bandana karet berwarna hitam yang ia kenakan malah terlepas dari kepalanya.
Beruntungnya, seseorang melihat bandana tersebut di belokan yang baru saja Lifya lewati. Tak susah, untuk mencari siapa pemilik bandana tersebut. Dibalik bandana hitam yang polos, ada jahitan nama pemiliknya. Dan kebetulan ia sempat melihat gadis yang berjalan setengah berlari ke arah lorong yang dekat dengan gudang sekolah. Mungkin itu miliknya.

•••••

"Udah lama disini Ka?" Tanya Via yang berusaha agar terlihat akrab.

TerlambatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang