Ian mengantar Luke dan aku kembali ke rumahku setelah kita semua sudah mengikuti balap go-kart di lintasan. Ketika kami masuk, Luke meraih kunci mobilnya dari meja dapur sebelum melangkah keluar pintu. Sebelum dia keluar, aku memberinya ciuman dan mendorongnya secara bermain-main keluar rumah. Aku melambai 'selamat tinggal' saat dia mundur dari jalan masuk, dan dia melakukan hal yang sama. Setelah beberapa saat hanya berdiri di pintu dan menatap langit, aku memutuskan untuk kembali ke dalam.
Saat itu sudah pukul 11.23, dan itu adalah malam sekolah, jadi aku cepat-cepat berlari ke kamarku dan bersiap untuk tidur. Setelah mandi, aku mengganti pakaianku menjadi piyama biru muda dengan bulan di atasnya lalu menggosok gigi. Aku mengatur alarmku, dan melompat ke dalam selimut yang nyaman. Perlahan, aku mulai merasa diriku jatuh lebih jauh ke dalam kedamaian penuh.
~~~
Keesokan paginya, aku terbangun karena suara alarmku. Aku memukulnya beberapa kali dengan harapan bisa membuatnya diam, tapi sepertinya tidak ada yang berhasil. Ugh.
Setelah aku memaksa diri keluar dari tempat tidurku, aku berjalan dengan malas ke kamar mandi dan mulai merapikan rambutku. Saat menyisir rambutku, kusadari bahwa aku tidak memiliki mobil. Setelah aku selesai merapikan rambutku dan berlari kembali ke kamarku untuk menelepon Luke. Telepon berdering beberapa kali sebelum kudengar suaranya yang lelah di telingaku.
"Ugh, halo?" Luke menggerutu.
"Hei, maaf ini agak terburu-buru, tapi bisakah kau mengantarku ke sekolah hari ini?" Tanyaku gugup.
"Hmm... sekolah? Sekolah apa?" gumamnya.
"Luke, aku harus pergi ke sekolah, tidak apa-apa kalau kau tidak bisa tap-" aku memulai.
"Tidak, aku akan mengantarmu, sebentar lagi aku akan ke rumahmju," jawabnya sebelum menutup telepon.
Ketika dia menutup telepon, aku meletakkan ponselku di atas meja samping tempat tidur lalu mulai mengganti pakaianku untuk hari itu. Aku mengenakan dress berwarna hitam yang panjangnya sampai sekitar pertengahan paha, dan blazer merah di atasnya. Selain dress itu, aku menyelipkan sepasang converse merah. Aku mengepang bagian depan rambutku dan turun ke bawah untuk menyiapkan tasku.
Bel pintu berbunyi beberapa menit kemudian, dan dengan cepat aku berlari membuka pintu untuk Luke.
"Hei," aku menyapa.
"Hai!" dia berkata.
"Ayo masuk," aku berbicara.
Luke berjalan menuju rumah itu dengan sekantong McDonalds di tangannya.
"Apa itu?" Tanyaku penasaran.
"Ini sarapan!" Seru Luke.
Aku tidak tahu kenapa, tapi aku ingin muntah hanya melihat kantong itu. Mungkin sebaiknya aku tidak sarapan pagi.
"Uhm, aku sudah makan," aku berbohong.
"Oh," Luke cemberut.
"Kau bisa memilikinya jika kau mau," usulku.
Luke mengangguk dan duduk di sofa di ruang tamuku.
"Jadi, kau kuliah dimana?" tanyanya sebelum memakan Cheeseburger-nya. Rasanya aku akan muntah.
"Aku kuliah di UWA," jawabku.
"Cool," tambahnya sebelum mengambil gigitan lain dari Cheesburger-nya.
Aku melihatnya dengan jijik sebelum aku mulai mengambil tas sekolahku.
"Kita harus berangkat sekarang, kelas pertamaku dimulai dalam satu jam, dan ini adalah perjalanan dua puluh menit ke kampus," usulku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia ✔
Novela JuvenilAku tersesat sebelum aku menemukanmu. Kehadiranmu memberikanku alasan untuk hidup, dan aku tidak akan pernah bisa membalasmu untuk itu. Jadi, cobalah untuk membuatku tetap hidup, oke? (WARNING!!! : MENGANDUNG BAHASA KASAR DAN KONTEN GRAFIK) Started...