12|Kegagalan Bukan Akhir Segalanya (past)

5.9K 326 7
                                    

Sidang pusat, kini aku sudah memasuki tahap itu. Apa boleh aku bilang, pendidikan is coming soon? Ah tidak, jangan dulu. Belum pasti kan jika aku lulus pendidikan Bintara? Tapi optimis bolehkan? Optimismeku ini sangat tinggi, yang awalnya aku mengeluh, menyerah tidak semangat sekarang aku malah lebih semangat dan optimis untuk lulus. Semua itu tak lain dan tak bukan karna motivasi dari kekasihku yang sedang pendidikan perwiranya, Mas Faris.

Seperti biasa, aku selalu berdua dengan Bela. Dalam seleksi, kami terus lanjut. Nilai kami pun berbeda sedikit, kadang Bela di atasku, kadang aku di atas Bela. Memang sih banyak calon yang kenal dan akrab denganku, tapi entahlah aku selalu dengan Bela.

"Berdiri...berdiri.." suruh panitia seorang Kowad berambut pendek yang mendampingi cabawan.

Kami para calon yang hanya bersisa puluhan, sekitaran lah langsung berdiri. Ku lihat seorang polisi militer menyerukan aba-aba penghormatan. Mobil-mobil dinas militer melaju di depanku, maksudnya kami semua. Berplatkan militer dan terdapat lambang bintang di atas plat.

Ku kenal mobil militer itu. Sangat kenal, toh aku pernah di dalam mobil tersebut. Ah dan aku lupa, itu kan mobilnya Pakde Seto! Apa harus ya menghormat seperti ini? Apa Pakde Seto sangat berpengaruh disini?

Penurunan penghormatan sudah di serukan kembali. Mobil-mobil dinas itu sudah masuk ke area Rindam. Seleksi pusat sudah memasuki karantina, berbeda dengan seleksi daerah.

"Baris yang rapi, setelah itu maju jalan masuk ke tempat parade seperti saat kalian parade awal kemarin, danton jangan lupa." Seru ibu Kowad dengan papan nama 'Eci' serta balok satu kuning di pundaknya.

"Siap!" Lantang di sebelahku, Bela. Dia menjadi danton pasukan cabawan kembali, katanya, jika di tunjuk sebagai danton, itu tandanya nilai seleksi paling tinggi. Dari aspek jasmani, kesehatan, psikologi dll.

Aku melirik Bela me arah kanan yang bergemetar hebat, "Kayak yang gak pernah gini Bel. Pusat oy ini."

Bela mengangguk kaku.

Tak lama, Bela menyerukan aba-aba sebagai danton. Suara yang cempreng berubah begitu saja. Kami beserta puluhan cabawan memasuki gedung.

Kami berbaris sesuai tempat yang sudah di tandai. Padahal ini bukan yang pertama kalinya, tapi kok begini sekali ya?

Istirahat di tempat, seperti biasa kami di cek panitia dan terutama pejabat-pejabat TNI. Tawaku tertahan tatkala melihat Bela. Aku tak bisa melirik, hanya saja terlihat.

"Ganes Bela Kusumadewi Soewitomo..." sapa sang petinggi TNI berbintang dua itu pada Bela, yang kuyakini Pakde Seto, Papa Bela sendiri.

"Siap!" Lantang Bela terdengar mendengar ke seluruh ruangan

Dan ku dengar Pakde Seto bertanya pada Bela banyak hal. Percakapan Bapak dan anak yang di luar realita. Bukan Bapak dan anak yang terlihat, justru ya itu petinggi TNI dengan calon.

Lanjut Pakde Seto ke arahku dan membawa kertas yang sangat rahasia itu, "Raden Roro Dwi Ayna Nasution.." panggilnya yang ku jawab lantang seperti Bela tadi.

Aku menatap mata Pakde, kulihat matanya bertanya-tanya padaku. Seperti kenapa, ada apa. Bertanya padaku, baru kali ini aku di tanya petinggi TNI tapi Pakde ku sendiri.

Dan aku baru tahu jika Pakde menjabat sebagai Pangdam, sangat-sangat baru tahu. Ku kira Pakde hanya dinas di Mabesad, sudah. Ternyata jabatannya sebagai Pangdam.

Jika seleksi awal kemarin, petinggi atau pejabat TNI dilakukan oleh Kasdam, kali ini oleh Pangdam, dan aku sama sekali tidak tegang. Toh aku dekat dengan Pakde serta ajudannya. Walaupun hanya satu dua orang yang dekat dengan ajudannya.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang