15|Ternyata Kamu Mantan Kakakku (past)

5.7K 332 4
                                    

Empat hari sudah aku terbaring di ranjang rumah sakit dengan tubuh yang lemah. Untung saja aku segera dilarikan ke rumah sakit. Jika tidak, mungkin akan semakin parah penyakitku. Lebam di mata kakiku juga tidak terlalu parah karna pada saat seleksi lalu di tangani dengan cepat.

Keluar rumah sakit, aku belum sembuh total. Tak boleh melakukan aktivitas berlebihan. Sekarang, Mamaku sangat over protective. Aku harus diam di rumah, totally bed rest. Percayalah, ini sangat membosankan.

Dan selama aku di rawat di rumah sakit, Papa yang baru pulang dari Tiongkok datang menemuiku, memeluk tubuh laki-laki cinta pertamaku, aku sangat rindu lelakiku ini. Papa jarang pulang, pun aku jarang merasakan pelukan Papa. Hanya satu hari Papa menemuiku, karna pekerjaan yang memisahkan kami. Beliau akan terbang ke Singapura untuk masalah bisnisnya lagi. Apa aku marah? Jelas, aku marah karna waktu keluarga bersama Papa tak ada.

Diam di rumah, terbaring di atas tempat tidur tak melakukan apa-apa rasanya membuang waktuku saja. Malahan, tubuhku semua pegal karna tak melakukan aktivitas. Kenapa sih Mama melarangku untuk melakukan ini dan itu?

Keluar kamar, aku tidak menemukan batang hidung Mama. Aku ingin memohon pada beliau untuk keluar rumah sebentar, sekedar berjalan-jalan di sekitaran komplek, atau tidak keliling komplek dengan menggunakan sepeda. Tapi, Mama dimana ya? Aku mengetuk pintu kamarnya tak ada, apa Mama sudah berangkat kerja? Mama mulai di sibukkan dengan pekerjaannya semenjak menjadi seorang Diplomat yang mana selalu ditugaskan ke berbagai negara. Tetapi saat minggu kemarin, pada hari sabtu beliau menemuiku di Rindam, sepertinya pulang kerja langsung menemuiku. Ah entahlah.

"Bi? Mama mana?" Tanyaku pada Bi Ai yang sedang menyetrika baju di samping kamarnya.

Bi Ai menghentikan sejenak aktivitasnya lalu keluar ruangan tempat menyetrika baju, "Eh Neng Ayna sudah bangun. Ibu tadi ada rapat katanya, jadi beliau sangat buru-buru."

Neng, panggilan yang biasa Bi Ai lontarkan padaku dan pada Kak Aysa Bi Ai mengucap Teteh. Katanya, panggilan itu panggilan untuk perempuan di suku Sunda. Panggilan itu sudah Bi Ai ucapkan sedari Aku bayi, toh beliau yang merawatku sedari kecil, ya dengan campur tangan Mama juga.

Aku mengangguk, ternyata benar dugaanku, "Bukannya ini hari Sabtu? Hari libur kan Bi?"

"Bibi kurang tahu, tadi Ibu pesan seperti itu."

Mengusap wajahku, mungkin pekerjaan Mama sangat banyak, "Yasudah, Ayna masuk kamar lagi."

"Enggak sarapan dulu? Neng kan belum minum obat?" Tanya Bi Ai yang begitu perduli padaku setelah Mama.

Aku menggeleng, "Nanti saja, belum lapar."

"Oh yasudah, nanti Bibi antarkan sarapan, dan obatnya ya. Jangan banyak aktivitas, nanti sakitnya kambuh." Pesannya lalu melanjutkan aktivitas menyetrikanya.

"Iya Bi." Ucapku lalu meninggalkan Bi Ai

Kasihan aku melihat Bi Ai, semakin senja saja usianya. Beliau sangat mengabdi pada keluargaku ini, dari semenjak Mama dan Papa menikah Bi Ai sudah merawat rumah ini, sampai Mama dan Papa mempunyai anak serta anaknya sudah tumbuh dewasa.

Jika ditanya, Bi Ai sudah sayang pada keluargaku, terutama padaku. Katanya mengingat anaknya yang berada di kampung seumuran denganku. Aku pernah meminta Bi Ai untuk anaknya tinggal bersama keluargaku, tapi Bi Ai menolak tidak mau merepotkan keluargaku.

Aku teringat, ini hari Sabtu. Hari yang selalu ku tunggu-tunggu. Dengan langkah cepat, aku kembali ke kamar dan mencabut ponselku yang sedari tadi di charger. Aku menunggu notifikasi dari ponselku. Pukul sembilan pagi, ku mainkan ponsel. Belum ada notifikasi.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang