3|Membuka Masa Lalu

9.3K 535 4
                                    

"Gak nyangka ya kita ketemu lagi, Ay." Mas Faris menatap lurus ke arah jalanan, sejenak pandangannya mengarah kepadaku.

Aku masih diam, diam seribu kata. Entah kenapa aku masih enggan berbicara, apa sakit hatiku ini masih melekat? Kuyakinkan sih itu tak ada.

"Setelah kamu gak lolos Akmil dan Bintara, kamu berubah banyak ya."

Mas Faris membuka masa lalu. Jadi, saat itu Mas Faris tidak setuju aku mendaftar Perwira atau Bintara. Dia lebih suka aku kuliah, katanya pendidikan keprajuritan wanita dan pria itu sama. Kasihan katanya. Padahal aku ini bukan dia.

Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri. Sungguh hari ini adalah hari yang paling mengesalkan. Setelah kesiangan, di marahi dosen, dan bertemu masa lalu ku.

"Ay, kok kamu diam terus. Sariawan? Atau masih syok?"

Mohon, jangan ajak aku berbicara kali ini, Mas. Aku masih syok atas kejadian barusan. Untung saja Tuhan menyelamatkan nyawaku dari tabrak mendadak itu.

"Rumahmu dimana? Masih di Jakarta?" Tanyanya, apa harus aku jawab?

Jangan munafik, jangan egois.

"Perempatan dekat Depok Town Square." Kalimat yang ku lontarkan kali ini entah kenapa sangat berat untuk di ucapkan.

Mas Faris melirik ke arahku dan tersenyum, senyuman yang manis itu dengan lesung pipi di sebelah kanan membuatku saat itu cinta padanya.

"Ini sudah di perempatan, kemana lagi?" Mobil tidak dikendalikannya karna bingung akan jalan.

Dengan siap aku membuka pintu mobil, "Makasih atas tumpangannya, Mas."

Dan aku keluar dari mobil, tak tahan rasanya berlama-lama berduaan dengan dirinya. Ah sudahlah aku sudah malas.

"Ay..."

Ya Tuhan, Mas Faris menarik tanganku.

"Kamu masih marah? Kenapa?"

Aku menggeleng, untuk apa aku menyimpan rasa marah dan dendam? Tak guna juga kan?

"Maaf Mas, sudah malam." Ujarku singkat

Dia beralih ke hadapanku, "Semua orang juga tahu ini sudah malam." Memegang bahuku, lagi. "... Beri aku waktu lima menit berhargamu, Ay."

Lima menit? Waktu? Apa harus aku kembali ke masa itu? Karna hanya lima menit saja dia meninggalkanku?

Tepi jalan, ramai sekali orang-orang. Di samping mall menambah keramaian. Tapi mengapa disini merasa sepi?

"Sekali lagi maaf, aku harus pulang."

Aku mendengar Mas Faris menarik napas kasar, "Baiklah, besok aku tunggu kamu disini. Tepat jam sembilan pagi aku jemput kamu. Jangan menolak."

Pelupuk mataku sudah penuh, aku tak bisa menahannya. Tanpa menjawab pertanyaan Mas Faris aku meninggalkannya ke arah gang kost, ternyata aku menangis. Entah menangisi apa. Menangisi karna kepergiannya, kerinduan padanya, kesakit hatian, atau kemarahanku? Sekarang aku menjadi Ayna yang cengeng.

Untung saja Mas Faris tidak mengejarku. Kalau dia lihat aku menangis, bisa malu aku. Berarti aku belum bisa melupakannya.

***

Pukul sembilan pagi. Tepat pukul sembilan aku berdiri di depan gang. Menunggu seseorang. Iya, menunggu Mas Faris.

Setelah kupikirkan matang-matang. Akhirnya aku menerima tawarannya. Aku tak boleh egois. Aku harus menjadi Ayna yang kuat dan tegar seperti dulu, bukan menjadi Ayna yang lemah dan jahat.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang