18|Pertengkaran (past)

4.8K 313 14
                                    

Selama Mas Faris cuti, aku dan dirinya tak pernah bertemu, sekedar hang out, jalan-jalan, mengobrol atau bertukar pikiran, olahraga bersama, itu tak ada. Demi kenyamanan hubungan saudara, aku merelakan waktu luang Mas Faris yang seharusnya di habiskan denganku kini aku relakan itu. Cukup berkirim pesan, atau telpon saja sudah cukup bagiku.

Hingga Mas Faris kembali menempuh pendidikannya dan aku tak bertemu. Biasanya, jika dia akan kembali ke Lemdiknya, hanya cukup lima menit dia akan menemuiku dulu. Tapi kini tidak. Cukup lewat telpon, bahwa dia akan kembali ke Magelang, memberikanku sedikit nasehat seperti Mama. Nasehat-nasehat klasik sih. Cutinya hanya satu minggu.

Bayangkan jika waktu luang Mas Faris di pakai bersamaku dan datang ke rumahku, bisa-bisa terjadi perang persaudaraan. Mas Faris tak datang ke rumah pun, setiap malam, Kak Aysa selalu menangis memanggil nama 'Dipta-Dipta'. Aku ingin menegurnya, tapi apa daya lah aku hanya seorang adik. Bosan aku mendengarnya.

Percaya atau tidak, Mama selalu menanyakan tentang Mas Faris di depan Kak Aysa. Parahnya lagi, Mama selalu berkata kenapa Nak Faris gak kesini? Biasanya kalau dapat libur dia rajin kesini. Setiap hari Mama menanyakan itu, katanya merasa kehilangan. Yang setiap Mas Faris dapat waktu luang sering menyempatkan dirinya untuk datang ke rumah, ini tidak ada.

Pertanyaan Mama itu membuat setiap malam Kak Aysa menangis. Aku tak bisa bertindak apa-apa. Aku juga selalu curhat pada Mas Faris tentang Kak Aysa yang selalu menangis karna dirinya. Apa jawabannya? Sudahlah, hiraukan saja si Aysa, yang jelas kamu selalu ada di hatiku. Sedikit membuatku tenang, tapi takut. Aku takut kehilangan Mas Faris, tapi aku takut juga jika kebahagiaan Kak Aysa sudah di rampas olehku.

Sempat Mas Faris mengirimi pesan, waktu luangnya di pakai berlibur bersama keluarganya. Orang tuanya sudah tak sibuk lagi, dan Mas Faris pernah bilang, bahwa orang tuanya ingin menemuiku, di daerah Jakarta Timur rumahnya. Calon mertua, ternyata Mas Faris menceritakan diriku pada kedua orang tuanya. Apalagi Ibu Mas Faris, ingin sekali bertemu denganku. Tapi waktu yang tak bisa mempertemukanku dengan beliau.

Kak Aysa masih berada di rumah, libur semesteran katanya. Akhir-akhir ini Kak Aysa agak berbeda padaku. Apa masalah Mas Faris? Jika aku mendekatinya, dia akan menjauh. Seakan-akan benci dan tak suka padaku.

"Kak, renang yuk?" Tanyaku bersemangat dan duduk di meja makan.

Kak Aysa menyimpan sendok dan garpunya yang menimbulkan suara keras dan bangkit dari duduknya, "Malas." Datar dan ketus sekali lalu pergi begitu saja.

Aku duduk, membalikkan piring. Ketakutan itu sebentar lagi hadir, jangan sampai tali persaudaraan kami hancur karna masalah satu lelaki saja. Jangan sampai.

Dengan cepat aku mengejar Kak Aysa yang sudah berada di depan kamarnya, memeluknya dari belakang.

Berontak dan melepaskan pelukannya, "Lepas!" Sentaknya keras sekali, baru kali ini dia menyentakku.

Aku tertegun, matanya mengeluarkan air mata. Yang ku tahu itu air mata kesedihan dan kesakitan, bukan air mata buaya.

"Lo..." Ucapnya melirih dan terhenti, "Did you know? My heart really hurt." Menangis getir menutup mulutnya

Aku masih tertegun, apa yang di maksud Kak Aysa ini? Apa karna Mas Faris? Jika benar, aku akan merelakan Mas Faris untuknya.

"Gue bosen denger Mama selalu aja bahas Dipta, Dipta dan Dipta. Apalagi ada hubungannya sama lo. Gue sakit, Dik. Lo gak bisa rasain apa yang gue rasain" Ujarnya, dugaan ku benar.

Tangisnya pecah, tapi aku tak bisa berkata apa-apa dan melakukan apa-apa.

"Gue gak mau dengar nama Dipta lagi..." Menyeka air matanya, "Lo dan Dipta sama aja."

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang