22|Cemburu Sosial (past)

4.8K 315 5
                                    

Komplek perumahan Panca Arga, sebelah Akmil. Aku sedang berada disini, berjalan di belakang tubuh tegap dua orang Taruna Akmil yang dengan gagahnya menenteng tas almamater mereka itu.

Mas Faris menjemputku di hotel sekitar pukul sembilan pagi beserta rekannya, Bang Asep. Mendapatkan pesiar merupakan sesuatu anugerah yang paling berharga. Tidak hanya untuk Taruna, untukku juga sih agar aku bisa berkomunikasi dengan Mas Faris.

Pesiar kali ini Mas Faris bersamaku serta Bang Asep. Katanya, kami akan berjalan-jalan sekitaran Magelang. Ingin memberitahuku tentang Kota sejuta bunga ini. Hari Minggu tepatnya, aku tak langsung pulang ke Jakarta.

Aku melepas sandal karna paksaan dari Mas Faris. Aku harus ikut bersama mereka berdua masuk ke dalam rumah berwarna hijau pupus ini. Rumah siapa coba, aku tak kenal.

"Ayo masuk." Perintahnya lembut sesaat mengetuk pintu dan sang empunya rumah mempersilahkan kami masuk. Seorang ibu berkacamata yang sangat ramah

Aku mengangguk, menyimpan sandal di rak, gila ini sepatu kinclong abis! Melihat sepatu mereka berdua yang menimbulkan sinar. Ah iya, Mas Faris bilang penampilan bagi Taruna itu sangat penting, apalagi sepatu, harus bersih dan kinclong sampai harus bisa di pakai bercermin.

"Sehat Bu?" Tanya Mas Faris mencium punggung tangan ibu tersebut, bergantian dengan Bang Asep sesaat sudah di dalam rumah.

Bagaimana denganku? Aku terdiam melihat mereka yang saling melepas rindu. Sesaat ekor mata ibu tersebut melihatku, aku tersenyum dan menyalami hangat ibu itu.

"Siapa ini? Baru lihat. Pacarmu Sep? Cantiknya." Mengelus punggungku, Mas Faris dengan Bang Asep saling pandang, kenapa bisa aku di sangka pacar Bang Asep.

"Bukan atuh Bun. Kapan Asep punya pacar? Pacar si Faris tuh, kalah cepat Asep sama dia." Merengek pada ibu yang masih merangkulku, aku terkekeh melihat tingkah Bang Asep.

Oh Ibu Bang Asep.

Duduk di sofa yang nyaman, mataku menyisir setiap sudut rumah. Oh jadi ini rumah Bang Asep, kulihat foto keluarga terpampang jelas di dinding. Keluarga TNI sekali Bang Asep ini.

Ternyata, setiap pesiar Mas Faris selalu singgah sejenak di rumah Bang Asep. Tidak selalu sih, jika perlu. Biasanya dia selalu ikut rombongan bis Akmil yang biasa mengantar Taruna pesiar. Tapi jika dapat pesiar.

Mas Faris duduk di sebelahku, matanya terfokus pada ponsel. Mungkin sedang mengabari orang tuanya. Anak yang berbakti harus seperti itu kan, memberi kabar pada kedua orang tua. Dan melihat Bang Asep juga yang terfokus pada ponselnya, tak mungkin sih Bang Asep menghubungi atau mengabari orangtuanya, toh ini rumah Bang Asep.

Lama aku terdiam di rumah bercat hijau ini, sekarang aku sudah berada di dalam mobil. Duduk sendiri di kursi belakang. Mas Faris berada di kursi penumpang dan Bang Asep yang menyetir. Mobil berwarna hitam Honda CR-V ini melaju pelan keluar komplek. Mataku menyisir setiap jalan.

Suasana mobil sangat hangat, bergabung dalam setiap percakapan mereka berdua, gelak tawa terdengar, aku mengikut, kadang terdiam karna tidak mengerti apa yang di bahas mereka, tentang Piktar, Latsitarda, Praspa, Sarcab, Suspatih, Susbatihsikmil, apalah aku tak mengerti. Yang aku dengar dari percakapan mereka itu, Mas Faris dan Bang Asep katanya setelah lulus dari Akmil ingin menjadi Cako atau Calon Komando. Aku tak tahu apa itu.

Mendengarkan lagu yang terputar dalam mobil sudah membuatku nyaman masuk kedalam suasana mereka. Sesekali Mas Faris menoleh ke arahku dan tersenyum, tak jarang Bang Asep menggodaku, mengajak ngobrol, bercanda denganku, dan aku pun balik padanya.

Sampai akhirnya, Mas Faris marah dan cemburu mungkin, padaku. Enggan berbicara sampai sekarang ketika kami sudah dalam sebuah foodcourt di mall besar Magelang. Raut wajahnya sangat lucu, cemburu-cemburu apalah. Hatiku tertawa, tapi was-was juga. Matanya sering kali lirik sana lirik situ tanda marah. Sebalnya, Bang Asep mengajak ngobrol aku terus, dan Mas Faris terlihat tak suka.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang