23|We Must Break - Jalan Sendiri (past)

4.7K 344 22
                                    

Hari-hari ku tanpa Mas Faris memang sudah biasa. Lama aku tak berkomunikasi dengannya, sekedar kirim pesan, telpon, atau lewat jejaring sosial itu tak ada. Kemana ya? Apa taruna tingkat empat sesibuk itu? Ya aku maklum sajalah, berpikir positif.

Pertemuan terakhir kami saat di Bandara lalu, dia mengantarkanku pulang. Jika di ingat, lucu sekali ketika dirinya sedang cemburu. Tapi menyakitkan sih, toh mendiamkanku. Ah, aku jadi rindu padanya.

Memasuki bulan-bulan sibuk, benar sekarang aku sibuk sekali. Bukan sibuk sendiri, memang aku harus sibuk. Dari satu bulan yang lalu aku sibuk dengan belajar- belajar dan belajar. Mama ingin aku mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri. Ruwet sekali memang, aku harus pandai membagi waktuku.

Pun aku jarang memegang ponsel, demi kenyamanan otak dan mata juga. Mama selalu menegurku karna aku bermain ponsel terus menerus setiap hari tanpa jeda. Laptop, ponsel selalu menemani hari-hariku, maka dari itu Mama tegas sekali melarangku untuk berhadapan dengan layar yang bisa membuat mata rusak.

Mataku memandang kertas foto dengan pose yang aneh. Pose-pose foto ketika aku dan Mas Faris photobox untuk pertama kalinya. Aku bilang aneh, karna posenya itu tak biasa. Iya sih bergaya, tapi ekspresi wajahnya itu kaku, lucu sekaligus ingin menimpuk wajahnya. Tuh kan aku semakin rindu.

"Mas, aku lagi pengumuman lulus nih. Lulus ke tahap pusat, ini lagi sidang daerah.." Gumamku mengelus kertas foto tepat di wajahnya dalam tas, di sela-sela istirahat, "..Tapi kalau aku lulus, nanti kita gak punya waktu banyak lagi. Karna empat tahun itu bukan waktu yang singkat. Iya kamu sudah lulus, tapi aku? Empat tahun coy." Berbicara pada foto membayangkan berbicara langsung padanya, jika saja telepati.

Benar juga, jika aku lulus pendidikan aku tak akan pernah punya waktu banyak bersamanya. Haruskah menunggu kembali?  Jika dia mau menungguku, aku akan sangat bersyukur dan sangat bahagia.

Bodohnya aku belum memberitahunya bahwa aku akan mendaftar kembali. Dia sangat tidak tahu, apa jangan aku beritahu dulu? Biar kejutan gitu, tahu-tahu nanti aku berada di tempat dia pendidikan, semoga saja.

Dan aku sudah melaksanakan seleksi awal serta daerah, karna dari seleksi awal lalu aku lulus ke tahap selanjutnya, dan sekarang sedang menunggu pengumuman. Deg-degan sekali, padahal aku pernah merasakan tes seperti ini. Kenapa aku takut sekali ya?

Untung saja sebelum tes daerah, aku sudah melaksanakan tes masuk perguruan tinggi negeri, agar Mama senang. Tinggal menunggu pengumuman saja, entah kapan aku belum cari-cari informasi.

Tibalah pengumuman hasil sidang daerah atau Pantukhirda, dalam hati aku selalu mengucapkan Asma Allah tiada henti. Sesaat, panitia mengumumkan siapa yang akan lanjut ke tes selanjutnya. Dan jika panitia menyebutkan nomor daftar dan nama, tandanya itu harus pulang, maksudnya tidak lulus.

Hanya enam orang calon yang lulus ke tahap daerah, dan yang di ambil hanya dua orang ke tahap pusat, minim sekali bukan? Aku sangat takut, apa nomor daftarku akan di sebut? Duh jangan sampai.

Jantungku serasa di hujami, Alhamdulillah, nomor daftarku tak di sebut dan dilewati. Jadi artinya aku lulus? Lulus ke pusat di Magelang? Aku akan ke Magelang dan melaksanakan serangkaian tes kembali? Puji syukur aku sangat bahagia dan sangat bersyukur. Sangat-sangat bersyukur.

"Kak Dwi, selamat ya. Sukses selalu, Kak." Peluk selamat dari Arike, calon yang sudah dekat denganku dari awal daftar ulang.

Aku mengusap punggungnya, Arike menangis, "Iya Dik, makasih ya. Jangan menyerah, terus semangat." Aku pun menangis, haru.

Melepas pelukan kami, "Kak Dwi sama Fani, harus lulus ya? Perempuan dari Kodam Jaya harus jaya." Menyemangatiku dengan bahagia, tapi ku yakin hatinya pasti tak bahagia. Aku pernah merasakan apa yang di rasakan Arike.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang