38|Kota Padang : Bertemu Mertua?

4.6K 367 24
                                    

Padang, Sumatera Barat. Sudah satu minggu aku berada disini. Suasananya agak beda dengan di Jakarta. Iyalah beda, dari segi budaya pun beda. Ingat Padang itu, aku ingat Sakti. Benar, Sakti kan asli Padang, siapa tahu aku bisa bertemu dengan keluarganya kan, disini?

Hari ini, aku dengan Lettu Anto akan berkunjung ke rumah Kolonel Inf Tama Wijaya Koto untuk menghadiri makan malam bersama. Ya, makan malam kecil-kecilan sih. Katanya memberi penghargaan karna sudah sukses menampilkan presentasi yang sangat apik tentang hukum militer pada anggota Korem.

Tubuhku terpaku tatkala sudah sampai di rumah Kolonel Tama. Mataku tak bisa mengedip melihat pemandangan di depan, yakni pemandangan foto keluarga yang terpampang jelas di dinding rumah.

Jadi aku sedang menginjakkan kaki di rumah, Sakti? Maksudnya rumah dinas orang tua Sakti? Benar begitu? FYI, dalam foto tersebut terdapat Sakti yang sedang mengenakan PDU Akademi TNI berwarna biru ketika tingkat empat, beserta keluarganya. Ada Kolonel Tama beserta ibu, dan di samping kiri Sakti Ada seorang perempuan cantik yang sedang mengenakan jas Dokter, dan di samping kanan Sakti terdapat seorang perempuan berambut pendek mengenakan seragam sekolah berasrama di Magelang yang seragamnya berwarna biru muda.

"Ehm.." Dehaman yang membuyarkan semuanya, "Letda Dwi? Kok bengong?" Dan Lettu Anto yang mengenakan batik menepuk pundakku.

"Siap!"

Aku Dan Lettu Anto duduk bersebelahan di meja makan. Di samping Lettu Anto terdapat Kolonel Tama sebagai Danrem yang ternyata ayah dari seorang Muhammad Sakti Rudhira, dan diseberangku ada ibu, istri dari Kolonel Tama dan sebelah ibu Tama ada seorang gadis yang dalam foto mengenakan seragam sekolah.

"Semoga pas dengan lidah kalian, ya." Ucap santun Bu Tama padaku Dan Lettu Anto.

"Siap!" Ucap kami berbarengan.

Acara makan malam sederhana di komplek perumahan Pamen atau Perwira Menengah ini berlangsung sangat khidmat. Masakan khas Padang menjadi menu utama. Sangat cocok dan pas di lidahku, apalagi ada ayam pop. Pertama kali aku memakannya dengan Sakti, tapi itu dulu.

Selesai makan malam, aku diajak Ibu Tama beserta anak gadisnya untuk mengobrol di belakang rumah, katanya ada taman buatan gitulah. Karna, Lettu Anto dan Kolonel Tama akan membahas tentang urusan kerja.

"Letda Dwi ini, sudah berapa lama berkarir di militer?" Tanya Bu Tama sangat lembut, suaranya bak Putri Keraton tapi berlogat Minang, lembut abis berbeda denganku.

"Siap, baru empat tahun, Bu." Jawabku di awal lantang di akhir mencoba lembut.

Bu Tama tersenyum, "Abituren Akmil? Putra kedua saya Abituren Akmil."

Dalam hatiku berkata, iya itu Sakti Bu, Sakti anak Ibu kan?

Aku menggeleng lalu menyunggingkan senyum, "Siap, Perwira PK."

"Jurusan apa, Kak?" Kini anak gadis yang di sebelahku bertanya, Kintani namanya, aduh calon adik ipar, eh jangan berharap terlalu Ayna!

"Siap, Hukum."

Gadis berambut sebahu ini tersenyum dan antusias ingin bertanya kembali, "Wah, universitas mana, Kak?"

"Siap, Universitas Indonesia."

"Kintani pun sama di UI, Kak." Lanjutnya masih sama antusias.

Aku mengangkat kedua alisku, "Oh ya? Jurusan apa?"

"Psikologi! Baru dua semester." Ucapnya bersemangat, aku mengusap pucuk kepalanya lebih menyemangatinya.

Duduk di kursi jati menghadap langit gelap disuguhi dengan rembulan yang terang menghangatkan obrolan malam ini sebelum esok kembali ke Jakarta. Ternyata keluarga ini hangat sekali dan gampang akrab.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang