27|Menghilang

3.9K 306 10
                                    

Suasana Rindam di malam hari tampaklah kelabu. Benar, malam ini aku berada di Rindam sebelum besok akan diberangkatkan dan melepas status sipil. Tak terasa memang, aku masih tidak menyangka, bahwa mimpiku sebentar lagi akan tercapai.

Aku melihat lelaki dihadapanku begitu berat untuk melepaskanku untuk menggapai cita-citaku. Sebab, dia sangatlah tidak mau aku satu profesi dengannya, dia menentang, tapi dia tidak bisa menentang takdir Tuhan.

Air mataku merembes begitu saja, aku akan berjauhan lagi. Dengan orang-orang yang ku cintai dan sayangi, terutama Mama dan Papa. Kini waktunya aku menjadi orang yang sebenarnya.

"Mas maafkan aku ya?" Permintaan maafku yang belum tersampaikan.

Kami belum menyelesaikan permasalahan di antara kami ketika sabtu malam itu, dikarenakan oleh ke egoisanku dan terhalangi waktu. Ketika di hari senin Mas Faris harus kembali ke kesatuannya karna ada urusan tugas mendadak dan aku harus di karantina selama satu minggu serta tanpa komunikasi.

Pun tadi aku terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba begitu saja. Ketika para calon diberikan waktu luang bertemu keluarga, lelaki itu datang untukku di kala tugasnya yang menumpuk. Sungguh, aku makin mencintainya.

Terasa di pipiku, tangannya menyeka air mataku, "Aku yang salah,"

Mama dan Papa pun memberikan waktuku bersama Mas Faris. Mereka mengerti dengan apa yang akan terjadi. Karna waktu tujuh bulan itu bukan waktu yang singkat, aku tidak boleh menyia-nyiakan waktu yang emas ini.

"Kamu merelakan aku pergi pendidikan, kan?" Tanyaku meyakinkan kembali.

Bahwasannya dia sungguh tidak rela. Dan perkataan yang bakal menunggu pendidikan itu tidak sepenuhnya benar dan terjadi. Mau tak mau aku harus meyakinkannya.

Mas Faris mengangguk tapi tak mantap, "Iya sayangku, cintaku." Ucapnya yang mantap memegang bahuku yang bergetar seraya tersenyum.

Aku tersenyum lega walaupun masih ada kekhawatiran, yang aku takutkan iia tidak bisa menjaga janjinya.

Tak butuh waktu lama, aku menghambur ke pelukannya, menenggelamkan wajahku di dada bidangnya yang berbalutkan seragam dinas lorengnya. Saking ingin bertemu denganku, dia tak berganti pakaian, kok bisa? Itulah Mas Faris dan aku pun tak tahu.

Mas Faris mengusap pucuk kepalaku, "Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Jadi, tenanglah. Hapus semua kekhawatiran itu."

Melepas pelukanku, "Siap menungguku selesai pendidikan, kan?" Menatap matanya yang teduh itu

Tangannya mendekapku dan mengusap punggungku, "Jangan ditanya. Aku akan selalu siap menunggumu dengan caraku dan sebisaku."

Tak terasa lagi, air mataku menetes begitu saja dan membasahi seragam lorengnya.

Terdengar suara tanda aku harus kembali, aku memeluk Mama dan Papa dengan erat serta meminta doa mereka ketika aku harus jauh dari mereka. Berulang kali Mama menciumku dan matanya basah mengeluarkan air mata. Mama menangis terharu, aku tak tahan melihat Mama menangis.

Selesai dari orang tua, yang terakhir aku berpamitan pada Mas Faris. Dia sudah berdiri tak jauh dari keluargaku.

Tangannya yang tadi melipat kini menelentang, dengan berlari aku kembali menghambur ke pelukannya. Memeluknya untuk yang terakhir kali sebelum kami tak bertemu karna terhalang kesibukan masing-masing.

"Tunggu aku Mas. Aku pasti kembali dengan penampilan Ayna yang baru." Ujarku memegang kerah seragamnya.

Mas Faris tersenyum manis, "Ya sayang. Pastikan aku menunggumu. Kamu harus hubungi aku ketika kamu dapat pesiar."

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang