39|Pangkat Baru, Mana Janjimu?

4.9K 371 15
                                    

Apa boleh aku berharap? Apa boleh aku menunggu? Jika tidak, aku tidak akan berharap dan menunggunya, lagi. Tepat hari Sabtu di minggu lalu, ternyata Sakti tidak benar-benar datang untuk menemui kedua orang tuaku.

Sekarang, apa boleh aku kecewa? Aku sangat kecewa dengan Sakti. Bukannya aku terlalu berharap, tapi ia sudah berkata akan menemui kedua orang tuaku beserta orang tuanya. Tapi mana?

Setelah kejadian itu, memanglah Sakti selalu berkabar denganku. Hingga tiba dimana kami sudah kembali berkomunikasi, hanya butuh waktu empat hari, setelah itu Sakti menghilang kembali. Aku tak tahu dengan tugas yang sekarang di emban oleh Sakti. Apa harus dengan tiba-tiba menghilang seperti itu?

Tidak ada kata maaf atau alasan, karna tidak jadi datang ke rumahku. Itu tidak ada. Pasalnya, aku dan kedua orang tuaku sudah siap menyambut kedatangan Sakti dan keluarga. Namun, sudah empat jam aku dan orang tuaku menunggu malam itu, Sakti dan keluarganya tidak datang.

Aku terus menerus menghubungi ponsel Sakti, tetapi nomor ponsel Sakti tidak bisa di hubungi, maksudnya ponsel mati. Dan salahnya aku tidak meminta nomor ponsel Bu Tama atau Kolonel Tama, sangat aku lupa tidak meminta. Tetapi, jika ada nomor pun, apa aku harus menanyakan kenapa tidak jadi datang? Ah jangan-jangan, itu tidak sopan.

Hingga saat ini, ketika balok kuning di pundak bertambah menjadi satu, Sakti tetap tidak ada kabar lagi. Pangkat sudah baru, Letnan Satu sudah di pundak, apa Sakti benar-benar mewujudkan ucapannya?

Jika terus seperti ini, lebih baik aku memilih dari kalangan sipil. Toh aku belum pernah juga kan dekat dengan lelaki dari kalangan sipil? Memang ada yang aku pernah dekat, tetapi hanya beberapa dan ketika aku masih menjadi orang sipil. Rata-rata dari kalangan militer, bukan?

Malam ini, sabtu malam tepatnya, di dalam mess Perwira, aku termenung sendiri dengan tangan memangku dagu di atas jendela. Memandangi langit cerah yang di taburi bintang-bintang. Menyaksikan sinar rembulan yang sangat indah. Kota Jakarta malam ini sedang tidak di guyur hujan seperti malam kemarin, Alhamdulillah.

Sebenarnya aku bosan diam di mess, padahal teman-temanku mengajak untuk keluar mess, sekedar untuk mencari angin atau berjalan-jalan. Tapi aku menolak, aku ingin sendiri. Melepaskan penat di kepala setelah tugas-tugas yang baru ku selesaikan pagi tadi. Dengan penat masalah Sakti.

Tring...

Nada dering ponselku membuyarkan lamunanku. Terdapat panggilan video terpampang nyata di layar ponsel. Panggilan video dari Kak Aysa. Sudah lama aku tidak bertemu Kak Aysa, beserta keluarga kecilnya yang bahagia. Kak Aysa di boyong Mas Faris ke Malang, karna Mas Faris dipindah tugaskan di kesatuan baru, aku lupa nama kesatuannya apa. Baru satu tahun mereka disana.

"Assalamualaikum, Tante." Salamnya imut dari seberang sana, gadis kecil berusia empat tahunan, ternyata keponakanku sudah besar.

Aku menyimpulkan senyuman, menutupi hati yang sedang mendung, "Waalaikumsalam, sayang. Apa kabar keponakan Tante yang pintar?"

Ayfa menampilkan gigi susunya yang sudah agak banyak, "Ayfa baik Tante. Ayfa kangen Tante." Celotehnya khas anak kecil, Ayfa ini sudah lancar berbicara, Kak Aysa memanglah ibu yang paling top. Usia dua tahun saja Ayfa sudah tahu kosa kata dalam bahasa Inggris.

"Tante juga kangen Ayfa, kapan-kapan deh Tante main kesana, ya?"

Gadis kecil itu mengangguk sangat senang, lalu meninggalkan panggilan video beralih pada Kak Aysa yang sedari tadi diam di belakang Ayfa.

"Apa kabar, Dik?" Tanya Kak Aysa sumringah.

Aku tersenyum, "Baik Kak. Sama seperti tahun-tahun lalu." Iya sama seperti tahun-tahun yang lalu, tapi kabar hati, entahlah.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang