37|Paket Cinta? Paket Misterius

4K 338 21
                                    

Apa yang akan kalian pikirkan tentang sahabat jadi cinta, atau sahabat tapi menikah? Pasti akan bertanya-tanya tentang itu. Aku sendiri pun bertanya-tanya pada diriku sendiri. Kenapa bisa aku mempunyai sahabat dan sahabatku itu mencintai sahabatnya sendiri yakni, aku.

Terlepas dari sahabat jadi cinta, belum terlepas sih. Yadi masih semangat untuk mendapatkan cinta sahabatnya sendiri walau susah untuk mendapatkannya, setelah minggu lalu mengungkapkan perasaannya. Benar, Yadi terlalu bersikukuh untuk menjadikanku sebagai kekasihnya lalu menjadi istrinya. Terlalu ngeri bukan? Iya, menurutku itu ngeri, sebab, ada hati yang harus ku jaga, walaupun belum jelas.

Tapi aku masih wajar memperlakukan Yadi sebagai sahabat seperti biasa. Tidak berlebihan, hanya Yadi saja berlebihan kepadaku. Ah aneh sekali, agak risih ternyata.

Seperti sekarang ini, waktu luang ketika istirahat ku pakai untuk bertelponan dengan Yadi. Hampir setiap hari! Serius, setiap hari. Mangkanya aku harus siap sedia telinga.

"Lo udah maksi?" Tanyanya dari ujung sana kikuk, seperti biasa.

Komunikasi kami berdua masih lancar, tidak ada yang berubah.

"Lagi puasa, jadi gak makan." Menelpon seraya menulis laporan, "Di, lo masih belum tahu kabar Sakti?"

Kembali aku membahas Sakti, bukan maksud untuk menyakiti hati Yadi. Tapi bagaimana ya? Sepertinya aku sudah terlanjur khawatir dan perhatian pada Sakti. Dan bukan Yadi, maafkan sahabatmu ini Di.

Ku dengar dengusan kasar dari ujung telpon, pasti cemburu, "Gak tahu." Singkatnya dengan suara datar.

"Kenapa sih Sakti terus yang dipikirin? Emangnya kurangnya gue di mata lo apa, Ay? Kenapa lo lebih pilih orang asing dari pada gue yang udah dikenal lo lama?" Suaranya memburu, iyalah aku pilih Sakti, toh orang baru ada tangtangannya.

"Enggak gitu, Di..." Aku mencairkan suasana agar tidak terjadi perang dingin, "Gue sebagai teman Sakti ya wajar saja bersikap khawatir dan perduli?"

"Tapi li  harus menjaga perasaan gue dong, Ay! Okelah lo belum kasih jawaban tentang perasaan gue, tapi kan setidaknya menghargai perasaan ini dengan lo tidak membahas cowok lain."

Ingin rasanya aku berkata, ya hak gue dong mau bahas siapa saja. Masalahnya seperti ini, aku sudah mempunyai jawaban atas semuanya. Jawaban atas Shalat Istikharahku, dan aku yakin jika itu jawabanku. Tapi aku harus memastikan kembali jawabanku itu dalam doaku.

Aku pun sedikit mendengus kesal, "Tenangkan hati dan pikiran lo, Di. Gue Dzuhur-an dulu." Lalu mematikan sambungan telpon, membereskan meja kerja lantas pergi ke arah Masjid.

Membasuh wajahku dengan air wudhu, meredam sedikit kekesalanku pada Yadi. Entahlah dia, semenjak menyatakan perasaannya itu jadi semakin aneh sikapnya padaku. Berbeda ketika dia tidak menyatakannya.

Sholat empat rakaat, berakhir dengan memanjatkan doa. Tak lupa untuk ber-dzikir. Sedikit berdoa untuk meminta jodoh dan memastikan kembali siapa jodohku. Pasalnya, dalam Istikharahku, aku menyebutkan dua nama laki-laki. Tapi yang menjadi petunjuk ialah nama laki-laki yang selama ini menghilang entah kemana, seperti di telan bumi.

"Ijin let, ada titipan." Ucap Sertu Lina memberikanku sebuah paket ketika aku sudah berada di dalam kantor.

Aku menerima paket tersebut yang terbungkus kertas coklat, "Dari siapa?"

"Ijin, dari kurir yang mengirim."

Mengangguk-anggukan kepala, lantas menyuruh Sertu Lina untuk kembali. Sebelum membuat laporan, aku membuka paket tersebut. Kotak sedang sih, yang berisikan teka-teki. Jangan-jangan ini sebuah bom? Jika benar, berani sekali orang itu mengirimkan bom.

Struggle Of Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang