[Chapter 4] Mental Illness

6.1K 861 199
                                    

Gerbang telah dibuka. Para prajurit kebebasan itu menyeruak masuk kedalam tembok.

Orang-orang menatap mereka terheran-heran. Mereka bertanya-tanya tentang apa yang terjadi sehingga prajurit dengan jubah berlambang sayap kebebasan ini kembali dengan begitu cepat. Anggota mereka juga terlihat banyak berkurang, sisanya kembali dengan luka yang terbilang parah.

[Y/n] yang awalnya hanya duduk diam di atas gerbong yang sama dengan Eren dan Mikasa tiba-tiba merasa tertarik untuk mengamati sekitar. Tanpa diduga, matanya melihat seorang pria tua menghampiri Levi. Samar, dia mendengar pria itu menanyakan tentang Petra.

'Mungkin pria itu memiliki hubungan darah dengan Petra-san.' pikir [Y/n].

Levi terlihat diam membeku, baru pertama kali ini gadis itu mendapati sang Kapten angkuh menundukkan kepalanya. Sebuah rasa penyesalan terlihat dari sorot mata manusia terkuat itu.

"[Y/n]."

Sebuah suara datar membuat gadis itu beralih menatap Mikasa. Mikasa terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi entah karena apa bibirnya kembali terkatup rapat.

[Y/n] mengerutkan keingnya ketika Mikasa kembali menunduk saat tatapan mereka bertemu.

"Tidak jadi." Mikasa bersuara pelan, namun cukup untuk didengar oleh [Y/n]. Gadis itu menghela nafas panjang, untuk sekarang, dia tidak akan mendesak Mikasa untuk mengatakan sesuatu.

*****

Malam itu, [Y/n] memutuskan untuk pergi ke halaman asrama. Entah apa yang dia lakukan disana, bahkan dia sendiri tidak tahu untuk apa dia kesana.

Pengalaman pertama di luar tembok tadi siang membuatnya hampir tidak bisa tidur. Tiap kali dia menutup matanya, bayangan kengerian saat dia berada di depan mulut raksasa itu kembali datang. Refleks, [Y/n] mengacak rambutnya kasar dan mendengus kesal.

Gadis itu hampir gila. Ternyata, menjadi anggota Scouting Legion bukanlah hal yang cocok dengannya.

Tanpa arah, gadis itu berjalan sempoyongan. Sakit di badannya masih terasa, ditambah kepalanya kembali pusing akibat kilasan balik itu.

Bruk

Diluar kendalinya, ia jatuh terduduk di rerumputan. Entah dimana dia sekarang, tapi dia sudah tidak peduli lagi.

"[Y/n]?"

Gadis itu langsung mendongak ketika mendengar namanya di panggil. Dilihatnya seseorang menghampirinya dengan cepat dan berlutut didepannya. Raut wajahnya terlihat cemas.

"[Y/n], apa yang terjadi padamu?" Dia bertanya dengan nada yang terdengar cemas.

"Eren-san? Apa yang kau lakukan disini?" Alih-alih menjawab, gadis itu malah bertanya balik. Hal itu membuat Eren mendengus.

"Sudahlah, itu tidak penting." Eren langsung membantu [Y/n] berdiri dan menuntunnya menuju sebuah tempat duduk didekat mereka.

Eren duduk disebelah [Y/n], beberapa saat rasa canggung menyelimuti mereka. Namun, akhirnya Eren memecah keheningan dengan sesuatu yang membuat [Y/n] terkejut.

"Maaf, aku membentakmu saat ekspedisi tadi siang."

Kira-kira begitulah kata-kata Eren yang membuat [Y/n] menatap pemuda itu tidak percaya. Eren yang selama ini dia kenal adalah orang yang tidak mau mengalah dan paling tidak suka untuk meminta maaf.

Tapi, kali ini dia malah meminta maaf padanya, yang sebenarnya bukanlah siapa-siapa dari pemuda itu.

"Apakah kau masih marah padaku?"

Triangle Love? No, This Is Square! [Levi x Reader x Eren x Erwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang