[ Chapter 27 ] Meet Again

815 134 8
                                    

Arunika di kaki cakrawala berangsur lenyap. Semakin tinggi mentari, semburat kemerahan itu perlahan menjadi biru cerah. Hari itu adalah hari dimana para pasukan kebebasan seharusnya menginvasi— atau merebut kembali—Tembok Maria.

Dari atas Distrik Siganshina, empat orang yang sudah bersiap menghalau serangan para pasukan kebebasan rupanya terlihat begitu santai. Bahkan, mereka sempat bercanda gurau selagi menyesap teh yang tadi dibuatkan oleh si pria bersurai gelap.

Menurut perkiraan si perempuan, rute tercepat untuk menuju kemari mungkin lebih dari setengah hari. Itupun jika pasukan itu tidak mengalami kendala dalam perjalanannya.

Tapi entah mengapa, rasa bosan sedikit terlintas dalam diri si otak rencana. Sembari mengelap salah satu pedang miliknya— yang tadi dibawakan oleh cart titan, ia berkali-kali menghela nafas.

"Ada apa? Apakah pedangnya kurang tajam?" Berthold menghampirinya, terlihat jelas raut bingung di wajah si jakung satu ini. [Y/n] menggeleng sembari tersenyum tipis, "Tidak, aku hanya sedikit bosan." Jawabnya pelan.

Entah sudah berapa kali lap itu memoles permukaan pedang. [Y/n] sendiri bahkan sampai bisa melihat pantulan samar dirinya di atas besi tajam nan mengkilap.

Ia rasakan pria bersurai hitam itu duduk di sampingnya. "Kenapa kau tidak memakai manuver saja?"

"Kau ingin aku terbunuh bahkan sebelum mereka sampai kemari?" wajah gadis itu menekuk. Kenangan-kenangan buruknya semasa masih menjadi calon prajurit kembali menyeruak. Sungguh, mengingat bagaimana temali besi itu mencekik lehernya membuat gadis kecil ini mengendikkan bahu.

Berthold terdiam sejenak sebelum akhirnya sebuah kekehan kecil lolos dari belahan bibirnya. Ya, [Y/n] sudah banyak berubah dan menjadi jauh lebih kuat. Artinya, ini bukan lagi salahnya jika sepayah apa kemampuan gadis ini dalam menggunakan manuver sempat mengabur di dalam pikirannya.

"Ah, astaga, sinyal asap!"

Suara Rainer seketika memecahkan chemistry antara [Y/n] dan si pemilik kekuatan titan kolosal. Sontak keempat pasang mata yang kini berada di atas tembok itu tertuju pada seutas tipis asap dari kejauhan.

"Secepat ini?! Astaga, bagaimana mungkin?!" Yang bermarga Reiss panik. Ini jauh lebih cepat dari prediksinya. Sekarang, kuku-kuku di jemari kanannya menjadi korban pelampiasan rasa paniknya.

Ditengah kalut pikirannya, sebuah tangan terasa menarik pergelangannya sehingga giginya tidak lagi menggigiti kuku-kuku malang itu. Maniknya yang kini bergetar akibat rasa takut, cemas, atau apapun itu kini kembali bertemu dengan abu-abu si pemilik titan buas.

"Jangan cemas, kedatangan mereka memang lebih cepat dari perkiraan kita. Tapi arah itu, tepat seperti prediksimu." Ujar Zeke dengan niat mengusir emosi negatif dari dalam diri [Y/n].

"Benar, ini hanya masalah waktu. Jangan khawatir, [Y/n], kami bersamamu." Berthold menimpali, diikuti Rainer yang ikut memberikan dukungan batin dengan usapan lembut di pucuk kepala si gadis.

Gadis itu menghela nafas. Entah kaan terakhir kali ia merasa sepanik ini— ah, benar, ia sudah mengingatnya. Hari itu, dimana ramalannya terpatahkan kala mereka tidak bisa menangkap Female Titan. Perasaan yang sama, paniknya, juga takutnya.

"Bagaimana jika kita... gagal?" ia bercicit pelan. [Y/n] sudah tidak ingin menghadapi kekalahan. Sudah cukup kepahitan didalam hidupnya, jangan ini lagi.

Ketiga pria yang ada disana sebenarnya tidak sedikitpun merasa cemas. Hanya saja, melihat gelagat [Y/n] yang mendadak seperti ini sedikit membuat mereka berfirasat buruk.

"Tenangkan dirimu, kau sudah menyusun rencana ini begitu matang. Gagal atau berhasilnya semua ini, kau cukup menyerahkannya pada kami." Yang tertua akhirnya angkat bicara. Sorot matanya melembut ketika bertemu dengan [E/c] yang masih gemetar ketakutan.

Triangle Love? No, This Is Square! [Levi x Reader x Eren x Erwin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang