18

1.9K 263 0
                                    

Chanyeol menggeleng, tetapi menarik selimutnya sampai ke dagu.


"Seseorang pernah memberitahuku saat aku kecil apabila angin berhembus, itu berarti seseorang sedang memanggil namamu. Jika hujan, itu berarti seseorang sangat merindukanmu, atau mereka menangis karenamu. Konyol, kan?"

"...Ibu?"

Chanyeol berkedip

"Ayah?"

Baekhyun tersenyum dan mengangguk.

"Ya, aku yakin ayah dan ibumu sangat merindukanmu."

"Bagaimana... dengan ayah Baekhyun?"

Baekhyun menggeleng.

"Aku tidak terlalu peduli dengannya, dia yang meninggalkan kami." Dia bergumam pelan.


Bunyi halilintar menggetarkan seluruh kamar tidur, menerangi ruangan yang gelap dengan cahaya putih dan biru membutakan yang luar biasa.

"Kupikir Tuhan tidak ingin kau berbohong, Baekhyun," bisik Chanyeol, menyikut pemuda itu dengan mata yang sedikit lebih lebar.


Baekhyun berpura-pura tidak mendengarnya, dan akhirnya, kesunyian melanda mereka sampai dia hanya mendengar suara rintik-rintik hujan menetes ke curat air dan dengkuran pelan Chanyeol di sampingnya.

Jika Chanyeol bisa memenangkan sebuah kompetisi, itu adalah kompetisi "tertidur paling cepat".

Dia bisa berceloteh saat ini, dan kemudian padam seperti cahaya.

Dia pikir itu lucu.

Baekhyun berbalik untuk menghadap Chanyeol dan iseng menjepit hidungnya, menahan tawanya saat pemuda yang lain tergagap mencari udara, dan menggumamkan sesuatu tentang Whack-A-Mole di dalam tidurnya.

Chanyeol masih seperti dirinya, bahkan saat tertidur.

Dia menguap saat dia menarik selimutnya sendiri sampai ke dagu, memori lama yang telah hilang berlalu lalang masuk dan keluar dari pikirannya seperti gulungan film yang terputus.

Saat dia memejamkan matanya, dia melakukan perjalanan melalui ruang dan waktu, mengunjungi tempat-tempat dan orang-orang yang hanya ada di memori berharganya.


"Baekhyun, Sayang, ini Chanyeol. Dia tinggal bersama kita sekarang, jadi kalian berdua bisa berangkat sekolah bersama. Beri salam," ibunya berkata dengan hangat, mendorong Chanyeol pelan ke arah Baekhyun.



Baekhyun menatap anak lelaki itu, menggenggam mainan Power Ranger-nya.

Rambut Chanyeol keriting dan dia raksasa, telinga terkelapai yang hampir terlihat seperti peri, jika bukan karena Chanyeol agak terlalu tinggi untuk dibilang sebagai peri.

Itu karena senyum lebar Chanyeol yang melelehkan es di antara mereka, saat Chanyeol bicara lebih dulu.
.

"Hai, Aku Chanyeol." anak lelaki itu melambai sedikit kepadanya.

"Aku...Baekhyun."

"Senang bertemu denganmu, Baekhyun," balas Chanyeol



"apakah itu mainan Power Ranger yang baru? Aku punya Ranger merah di rumah, mau lihat?"

Baekhyun menggenggam mainannya dengan malu-malu, tetapi dia mengangguk.

Sudah waktunya Ranger hitam miliknya mempunyai teman baru.

Perlahan-lahan, semakin lama dia berada di dalam suasana yang seperti mimpi, semakin memorinya menjadi tajam dan jelas.


"Chanyeol, aku takut..."

Baekhyun kecil meringkuk ke dalam gulungan selimut, menatap Chanyeol kecil saat guntur bergemuruh, menerangi benteng seprai mereka.

"Jangan takut,"

Chanyeol meyakinkan dengan senyumnya


"Apabila angin berembus, itu berarti seseorang sedang memanggil namamu. Jika hujan, itu berarti seseorang merindukanmu. Kau tidak perlu takut, aku akan melindungimu!"

"Benarkah?"

"Iya."

"Selalu?"

"Selalu! Janji!"

"Berhenti mengikutiku! Aku bilang aku ingin main dengan Jonghyun hari ini karena kau tidak punya Dino Thunder Ranger! Bagaimana bisa Dino Ranger hitamku main dengan Ranger merahmu kalau punyaku bisa berubah menjadi Raptor? Bisakah punyamu melakukan itu?"

"T-Tidak..." Chanyeol menunduk untuk melihat Ranger merahnya, yang sudah dia simpan bertahun-tahun dan tidak punya cukup uang untuk membeli yang baru.

Sekarang Baekhyun telah naik ke versi yang baru, dia bermain dengan anak-anak dengan jenis yang sama, bahkan menggantikan Ranger merah Chanyeol di tim.


"Aku hanya ingin main denganmu, Baekhyun..."

"Tidak! Kita tidak bisa main Power Ranger kecuali kalau kau membeli Dino Thunder, jadi berhenti mengikutiku karena aku ingin main dengan Jonghyun!"

Chanyeol masih mengikutinya, memegang Ranger merahnya dengan hati-hati.

Saat mereka sampai di jalanan, Baekhyun berbalik badan dan mendorong Chanyeol sangat keras sampai dia jatuh ke trotoar lalu mobil yang melaju nyaris di batas kecepatan menabraknya dengan bumper depan.

Chanyeol jatuh ke aspal dengan debuman keras, dan Baekhyun hanya menatap kaget.

Itu adalah saat-saat yang paling traumatis di dalam hidupnya, saat dia melihat kepala Chanyeol berdarah, dan dia hanya berdiri di sana sampai si sopir keluar dan menelepon ambulan.


Saat-saat yang sangat traumatis sampai-sampai dia tidak mengingatnya, dia telah mendorongnya jauh kembali ke dalam relung pikirannya saat ia tumbuh dewasa, karena setelah kecelakaan itu, Baekhyun tidak melihat Chanyeol untuk waktu yang sangat, sangat lama.


Kehangatan membanjiri pikirannya lagi.

Baekhyun bertanya-tanya apakah ia tertidur, ataukah hanya berbaring di tempat tidur, mengunjungi kembali masa lalunya, tetapi entah bagaimana, dia merasa begitu... ringan.

Memori lain berputar di kepalanya, suara-suaranya berangsur hilang di telinganya



"Baekhyun, ini Chanyeol. Dia saudara tirimu."

Baekhyun, pulang dari latihan sepak bola, menjatuhkan tasnya di sebelah rak sepatu dan menatap pemuda yang bediri di hadapannya.

Dia mempunyai rambut cokelat keriting yang membingkai wajahnya, dan sebuah senyum yang terlihat sangat, sangat tidak asing.

"Dia akan tinggal bersama kita, Sayang, jadi baik-baiklah kepadanya."

Baekhyun mengangkat alisnya.

"Kau tahu bagaimana caranya bermain bola?"

Chanyeol menggeleng.

"Hey, Baekhyun! Ayo kita main!"

Sekelompok temannya yang sudah berkumpul di depan rumahnya berteriak memanggilnya.

"Ibu, aku pergi!" teriak Baekhyun, dan menutup pintu di muka Chanyeol.

Dia tidak pernah sempat melihat bagaimana ekspresi Chanyeol saat dia pergi.

Saat dia bangun, Chanyeol pergi meninggalkannya besok lusa.
.

.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang