Chapter 7

3.1K 378 4
                                    

"Kau mendengarnya? Park Chanyeol... adalah saudara tiriByun Baekhyun."



"Si idiot baru dari kelas khusus?"

"Tepat sekali. Kalau mereka bersaudara, bukankah itu artinya Baekhyun juga terbelakang mentalnya, seperti dia?"

"Hei," sela Jongin dengan senyum lebar,


"Bagaimana mungkin mereka bersaudara jika nilai Baekhyun masuk lima besar di sekolah, sedangkan Chanyeol menghitung sampai lima saja tidak bisa."


Baekhyun pura-pura tidak mendengarkan temannya yang bergosip ria tak jauh darinya, tangannya terlipat di bawah kepalanya.

Meski sangat menjengkelkan dan menyebalkan mengetahui teman-temannya ikut andil menyebarkan desas-desus, ia tidak mampu berbuat apa-apa.

Dan ia tak ingin melakukan apapun.

Lagipula Chanyeol juga tak memahami apa yang mereka bicarakan, jadi untuk apa ia peduli?

Dia bukanlah bahan gosip mereka,dan ia pun tahu bahwa rumor panas sekalipun akan pudar seiring waktu dan orang-orang akan sibuk mengomentari gosip baru.

Saat ia mengangkat kepalanya Perlahan dan menguap bagai kucing yang baru bangun dari tidur siang, rombongan penggosip berpencar dan para anggota tim sepak bola menggerombol sendiri.


Secara garis besar, harinya tidak begitu berbeda dari biasanya kecuali keberadaan sesosok raksasa lembut yang duduk dua baris di depannya.

Tidak peduli ke mana pun ia pergi, Chanyeol selalu menjulang seperti ibu jari yang bengkak.

Bahkan seragamnya harus dijahitkan supaya pas dengan kaki panjangnya yang tidak normal.

Dengan penasaran, Baekhyun mengintip dari balik pundak Chanyeol dan mendapatinya berlatih menulis kalimat di buku catatannya, seperti biasa.

Di samping buku catatan Chanyeol ada tiga buah pensil yang sudah diruncingkan, dantiap kali ada teman sekelas yang iseng menabrak mejanyadan menjatuhkan salah satu pensil tersebut,

Chanyeol dengan sabar memungutnya kembali dan mengaturnya dengan rapi.


"Chanyeol, boleh aku pinjam pensilmu?"

seorang gadis bertanya dengan senyum palsu, dan Chanyeol dengan senang hati meminjamkannya sambil tersenyum tulus.



"Chanyeol, bolehkah aku meminjamnya juga?"

tanya seorang gadis lain, teman-temannya cekikikan di belakangnya.

Baekhyun menaikkan alisnya saat melihat Chanyeol memberikan lagi pensilnya.

"Aku meninggalkan punyaku di rumah juga, Chanyeol. Boleh aku pinjam satu?"

Kali ini Jongdae yang bertanya, membalas dengan seruan

"terima kasih, kawan!"

saat bocah linglung itu menyerahkan pensil terakhirnya.

"Hei Chanyeol, kita kan teman. Apalah artinya sebatang pensil, iya kan?"

Jongin tergelak.

"Tidak keberatan kan kalau ini ku ambil?"

Ia mengambil pensil terakhir langsung dari tangan Chanyeol, dan di luar dugaannya, Chanyeol hanya mengangguk dan tersenyum kikuk.


"Ba-baiklah."

Chanyeol tersenyum, menggosok-gosokkan kedua tangan kosongnya.



"Kau... Kau bisa meminjamnya karena kau adalah temanku."

Seceria apa pun ia mengatakannya, tetap tak dapat dipungkiri bahwa ia terlihat gugup.

Ia sibuk mengusap tangannya yang berkeringat pada celananya, seperti seorang anak kecil yang merasa ketakutan tanpa selimut kesayangannya. Mata kanannya berkedut-kedut tiap dua detik.

Baekhyun sulit mempercayai bahwa Chanyeol baru saja menyerahkan semua alat tulisnya seperti sumbangan amal saja, padahal jelas-jelas teman sekelasnya punya kotak pensil sendiri-sendiri dan tidak membutuhkan alat tulis Chanyeol.


Baekhyun menggerutu tanpa sepengetahuan yang lain dan bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu diam-diam meletakkan pensilnya di sebelah buku Chanyeol.


"Aku mau ke toilet,"

gumamnya seraya melewati Jongin, menabrak bahunya sedikit terlalu keras untuk dianggap ketidaksengajaan.

Untungnya, setelah bel kedua berbunyi, rekan setimnya beralih membicarakan pertandingan musiman dengan tim saingan dari Kyeongkido.

Tampaknya, semua orang akan hadir, tidak terkecuali murid yang bukan dari daerah situ. Mengapa? Pertandingan musiman itu layaknya Olimpiade bagi anak-anak yang tinggal di perkampungan, serta merupakan tiket gratis untuk malam bebas-stres.


Daripada berkutat memecahkan soal matematika dan berharap bisamelewati ujian masuk universitas dengan baik, mereka dapat menonton pertandingan dan melupakan pelajaran sesaat.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang