Chapter 6

3.1K 412 7
                                    

Hanya itu saja?

Baekhyun menatap kertas-kertas itu agak lama, membaca ketentuan-ketentuan yang dijelaskan.

Terlalu banyak informasi untuk dibaca, jadi ia langsung memasukkan dokumen salinannya ke kantong dan menandatangani semua tempat yang harus ditandatangani.

Satu-satunya informasi yang ia ingat adalah bagian singkat mengenai orang-orang yang 'terbelakang' dikenai retribusi yang harus ditanggung orang tua atau wali.

Sisanya terlihat begitu sulit dimengerti.

"Permisi, Pak Petugas," dia bertanya perlahan,


"apa yang sebenarnya Chanyeol lakukan?"

"Dia mencuri hot cake dari mobil penjual kue keliling di jalanan sini dan menyerahkan diri setengah jam kemudian. Tampaknya dia mengambilnyalangsung dari oven, makanya jarinya agak melepuh. Kami sudah mengobatinya, dia pasti sudah tidak apa-apa."


Kyungsoo berkata dengan tenang,

"Sesuai dengan peraturan federal, ada jaminan dan konsekuensi yang menyertai... tapi saya kira dia sudah sangat menyesalinya sekarang."


"Oh... em... terima kasih."

Baekhyun tersenyum, mengikuti Kyungsoo begitu dia membuka borgol di pergelangan Chanyeol.



Begitu terbebas, Chanyeol mendongakkan kepala dan menatap Baekhyun seperti anak anjing yang baru dimarahi.

Dan lagi, masih tersisa senyum yang belum memudar, bagaikan bara api kecil di tengah-tengah arang dan puing-puing.

Baekhyun mengalihkan pandangannya, tidak sanggup menyampaikan perasaannya dengan pantas karena ia lebih keras kepala daripada yang ia inginkan.

"Bodoh."

"Ya, Bu. Dia aman. Tidak usah khawatir, dan hati-hati di jalan."

Dia masukkan ponselnya ke kantong dan berpaling pada Chanyeol di sebelah kananya, yang sedang mengunyah hot cake yang dibelikan Baekhyun di perjalanan pulang dengan gembira.

Tatapannya turun ke plat nama Chanyeol dan ia teringat apa yang dikatakan ibunya tentang cita-cita Chanyeol menjadi seorang guru.

Takdir sungguh kejam, membuat Chanyeol bahkan tidak dapat menjadi murid dengan plat nama sendiri.

"Kenapa kau mencuri, bodoh?"gumamnya, berusaha bersikap dingin seperti biasanya.

"Kau kan bisa pulang dan makan dulu."

Chanyeol berhenti mengecap.

"Baekhyun tidak ingin Chanyeol kembali."

"Yah, aku tidak benar-benar bermaksud begitu, bo..."

dia berhenti, menggeleng.

"Aku tidak sungguh-sungguh. Jadi jangan pergi-pergi sendirian lagi karena menebusmu itu merepotkan, paham?"

Chanyeol mengangguk-angguk dengan senyum mengerti, memilih melanjutkan peruntungannya dengan menanyakan,

"Baekhyun, boleh aku tidur denganmu?"


"Tidak."

"Sakit?" tanya Baekhyun seraya menggunting ujung perban yang baru ia ikatkan di jari-jari panjang Chanyeol.

Bagian yang memerah agak melepuh, jadi dia mengoleskan sedikit krim pendingin dan membalutnya dengan perban supaya inflamasinya berkurang.Pemuda tinggi itu mengangguk dan melihat perban yang terbalut rapi di jari-jarinya.


"Kau berani juga ya, menyambar kue langsung darioven seperti itu..."

desah Baekhyun, lalu ia berdiri untuk menaruh kotak P3K kembali di atas rak yang tadi ia ambil (dengan kursi, tapi itu di luar intinya).

Dia berusaha berjinjit dalam waktu yang memalukan lamanya sebelum ia merasakan tubuh Chanyeol menyentuh punggungnya, mendorong kotak P3K itu ke tempatnya.


Telinga Baekhyun memerah saat Chanyeol menarik diri.

Setelah luka Chanyeol diobati, Baekhyun berdiam diri di kamarnya lagi untuk menyelesaikan PR yang masihlama waktu dikumpulkannya.


Itu membantunya melupakan masalah untuk sementara, semenjak harinya berputar di sekitar Chanyeol dan sulit untuk memperhatikan sekolahdan kehidupan sosialnya lagi.

Dia membalik halaman enam puluh dua buku matematikanya dan menemukan catatan yang diberikan Chanyeol di bwah pintu terselip di sana.

Ia tidak sampai hati membuangnya, makanya ia menyimpannya di salah satu lacinya.


"Baekhyun?"

Baekhyun berbalik di kursi putarnya dan mendapati Chanyeol di ambang pintu kamarnya, memegang sesuatu yang tampak seperti kaleng berisi bunga-bunga putih tumbuh dari tanah basah yang terisi sampai penuh.


Chanyeol meletakkan bunganya di meja belajar Baekhyun, tersenyum sangat lebar,

"Baby's Breath. Bunga kesukaanku. Kau boleh memilikinya."

Baekhyun memutar kaleng itu, menemukannya cukup lucu karena label sosis 'Vienna' masih melekat di situ.

Bunga-bunga putih itu mungil dan bergerombol.

Mereka memang bukan bunga terindah yang ada di dunia, tapi ketulusan hati Chanyeol yang membuat bunga itu bahkan tampak lebih cantik daripada mawar, anyelir, maupun lili.

Tanpa hal itu, kecantikan apa yang bunga-bunga lain miliki dengan sendirinya?


"Terima kasih, Chanyeol..." katanya dengan senyum kecil, malu.


Baby's Breath itu berada di bingkai jendela sebelah tempat tidurnya malam itu,dan Baekhyun bermimpi indah..



"Chanyeol, ini milikmu."

Baekhyun menyodorkan sekotak bento pada Chanyeol, tas kecil yang berisikan bekal tersebut berlabel 'Byun Baekhyun'.


Itu kotak bekal Baekhyun saat masih kecil, dan bentuknya tidak seperti baki atau apa pun yang bisa ditumpahkan dengan mudah.

Menghindari tatapan Chanyeol yang bercahaya setelah ia menyerahkan bekal makan siang spesialnya, diambilnya tas olahraganya dan memberi isyarat pada Chanyeol yang berdiri diam di sana dengan seragam yang baru dicuci.

"Apa yang kau lakukan di situ, Park Chanyeol?"

Dia tersenyum lembut.

"Ayo berangkat sekolah.".

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang