Chapter 11

2.5K 329 1
                                    

Baekhyun menyadari kesulitan Chanyeol memahami gentingnya situasi karena ia tidak pernah mengenal kerasnya jalanan.


Hal terakhir yang ia inginkan adalah Chanyeol menjadi panik, sementara matanya sibuk mengawasi seorang berandal terdekat, ia mendorong Chanyeol mundur beberapa langkah.

"Lari, Chanyeol."

Ia berkata lagi, frustasi, karena tidak mampu mengucapkannya lebih keras, dan Chanyeol masih tidak bergerak.


"Lari!" teriaknya keras kali ini, sambil melempar ranselnya kepreman terdekat tadi.



Untung saja, Chanyeol berlari tepat waktu sehingga ia sempat menahan para berandalan itu, memberi Chanyeol cukup waktu untuk kabur dari mereka.


Sialnya, Baekhyun tertangkap cepat dan terdorong ke tanah.

Baekhyun ingin sekali terus meneriaki Chanyeol untuk tetap berlari, namun seluruh nafasnya meninggalkan paru-parunya saat sebuah tendangan melayang ke dadanya.


Tubuhnya bergelung kesakitan saat makin banyak orang yang bergabung memukulinya ramai-ramai.

Chanyeol berhenti berlari di tengah-tengah jalannya dan berbalik, matanya membulat.

Sebagian dirinya memerintahkan untuk berlari karena ia sangat ketakutan, karena ia harus memanggil pertolongan.

Pada akhirnya, sebagian diri yang lain yang meyakinkan dirinya kalau Baekhyun membutuhkan pertolongannya menang dan dia melihat sekeliling mencari senjata.

Ia tak tahu apa yang sedang ia lakukan; yang ia tahu hanyalah, Baekhyun sedang dalam masalah, dan dia membutuhkannya.

"Patahkan kaki?"

Salah seorang siswa Jeon-Il terkekeh saat mereka selesai memukuli Baekhyun sampai iatidak sanggup berdiri.


Lalu, seseorang menarik salah satu kakinya, memutarnya ke samping dan menunggu pemimpin mereka yang tengah mengacungkan pemukul kayu untuk menghancurkan kakinya.

Saat pemukul kayu itu menyentuh kakinya, Baekhyun menjerit.


Tulangnya tidak remuk, tapi berdenyut-denyut, dan ia yakin tempurung lututnya akan hancur kalau pukulan kedua dilayangkan.

Ia menutup rapat kedua matanyasaat pemukul itu datang, dan kemudian sebuah dentuman keras terdengar, namun anehnya tak ada rasa sakit yang menyertai.

Semua terjadi begitu cepat saat kerumunan di sekelilingnya menyebar, ketika pria yang menghancurkan kakinya jatuh berlutut dengan darah mengucur dari kepala.

Chanyeol berdiri di belakangnya dengan sebuah batu bata di tangan, yang langsung ia jatuhkan saat menyadari apa yang baru saja dilakukannya.



Para siswa Jeon-Il seketika berpencar mengambil langkah seribu secepat yang mereka bisa ketika orang-orang mengintip dari jendela untuk melihat ada ribut-ribut apa.


Seorang wanita telah memanggil polisi, dan ia menarik anaknya masuk ke rumah seolah jalanan itu telah terinfeksi wabah.

Baekhyun menjauh dari tubuh yang tak sadarkan diri di dekatnya dan menatap Chanyeol yang gemetaran dari ujung kepala hingga kaki, mungkin karena ia sadar bahwa ia telah melukai orang lain.


"Chanyeol," ia terengah diantara nafasnya yang berat.


"Semua baik-baik saja, pergilah dari sini. Polisi akan segera datang."

Ia mencoba berbicara setenang mungkin, karena ia tak tahu apa yang akan terjadi dalam situasi ini, atau kalau sampai pemuda Jeon-Il itu tewas.


Yang ia tahu hanyalah bahwa semua sudah terlambat ketika ia dengar suara sirine dari kejauhan, dan tiga kendaraan muncul di jalanan, para polisi bergegas mengamankan mereka bertiga.

Pemuda berseragam kuning-mustar itu diangkut tandu, ia sendiri dibawa menuju mobil polisi karena kakinya terluka, dan kedua lengan Chanyeol diborgol di balik punggungnya.


"Jangan menakutinya!"

jeritnya pada para petugas yang dengan brutal mendorong Chanyeol ke mobil dan memeriksa seluruh kantongnya.

Chanyeol takut, benar-benar takut, namun tidak satupun perlakuan menyenangkan yang ditujukan padanya ketikapolisi itu mendorong kepalanya masuk ke salah satu mobil dan mengingatkannya akan hak yang memang tak ia punya.



"Jadi, kau mengatakan bahwa siswa-siswa Jeon-Il itu mematahkan kakimu, dan temanmu ini menyelamatkanmu?"

"Saudara tiri," Baekhyun mengoreksinya.

Ia tidak nyaman dengan kurangnya cahaya dan ruang untuk bernafas di ruang interogasi.

Ini kali pertamanya bicara dengan seorang polisi dengansenjata terselip di pinggang.

Ia tidak mampu menenangkan kaki kirinya yang gemetar, kakiyang tidak dipukul, meskipun kaki kanannya telah dibelat dan diberi cairan anti-biotik.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang