29

2.9K 242 0
                                    

Lucunya adalah ketika Chanyeol memasangkan sepatu sepakbola padanya meskipun ibunya mengatakan untuk tak pergi keluar, Chanyeol mendorong kursi roda Baekhyun keluar pintu depan.

Rasanya berbeda melihat segala sesuatu dari sudut pandang tuna wisma.

Deraan untuk mampu berjalan terasa menyakitkan, tentu, namun tak ada yang mampu mengalahkan rasa aman yang ia rasakan ketika Chanyeol mendorongnya dari belakang.

Dalam perjalanan keluar, kursi rodanya tersangkut di celah pintu, namun mereka mampu melewatinya dan Chanyeol memastikan mereka tetap berada di satu sisi jalan yang jauh dari mobil dan motor yang berlomba-lomba.

Mungkin ia yang paling tahu betapa berbahayanya sebuah kecelakaan.

Baekhyun berkesempatan melihat lingkungan sekitar rumahnya yang tua, melewatinya dalam warna-warna semu, satu dan setiap hal berbeda untuknya meski ia mengambil rute yang sama seringkali sebelumnya.

Chanyeol berhenti dimanapun ia ingin berhenti, ia pergi kapanpun ia perintahkan.

Sejenak kemudian, mereka sampa di sebuah lapangan hijau yang kerap kali digunakan sebagai lapangan sepakbola bagi anak-anak.


Tanahnya agak berlumpur karena alat penyiramnya tak ada, namun lapangan itu hampir tak berpenghuni kecuali anak-anak yang bermain rugby di kejauhan.


Ia mengagumi mereka untuk beberapa saat dan bertaya-tanya bagaimana rasanya untuk mampu berlari kembali, namun ia mencoba untuk membuat kekecewaan tak terlalu tampak di wajahnya.

Sialnya, Chanyeol memergokinya tepat waktu.

"Ayo, kubantu,"

senyum Chanyeol, tangannya terulur pada Baekhyun.

"Apa kau gila? Bila aku jatuh, barangkali kakiku akan patah jadi dua."

"Aku tak akan membiarkanmu jatuh!"

Chanyeol berjanji dan meraih tangan Baekhyun untuk digenggam.

Kini dua pasang tangan telah saling genggam, ia perlahan menuntun Baekhyun keluar kursi rodanya.

Nyatanya, rasanya tak sesakit itu saat ia berdiri dengan menyeimbangkan diri pada Chanyeol, namun ia masih merasa sedikit lemah.

Ia terhuyung tak seimbang karena kaki-kakinya tak lagi mampu menahan bobot tubuhnya tetapi Chanyeol menahannya setiap kali ia hendak terjatuh.

Saat Chanyeol mengambil satu langkah mundur, ia melangkah maju layaknya bayi yang hendak belajar berjalan.

"Jangan biarkan aku jatuh atau kubunuh kau, Park Chanyeol!"

rengeknya, mencengkeram lengan Chanyeol sembari bersusah payah melangkah maju.

Bukannya ia tak tahu bagaimana cara berjalan, hanya saja kaki-kakinya tak tahu bagaimana cara berfungsi.

"Tak akan!" Chanyeol tersenyum,

"Kau berjalan, kau berjalan!"


"Jangan lepaskan aku!" jerit Baekhyun.

"Aku akan membunuhmu, aku bersumpah!"

Bahkan ketika Chanyeol mencoba menarik tangannya menjauh, Baekhyun menggenggamnya erat dan menolak untuk melepaskan Chanyeol.

Ketika mereka hampir mencapai jarak beberapa kaki, Baekhyun mulai merasa kaki-kakinya melemah dan ia tersungkur kedepan, tepat di rengkuhan Chanyeol.


Chanyeol menyeringai meski Baekhyun bersemu cerah dan memeluk saudaranya erat.

"Sudah kukatakan aku tak akan membiarkanmu jatuh, Baekhyun!"

ujarnya dan kembali menegakkan Baekhyun agar ia tak bersandar dengan posisi aneh padanya.


"Latihan"

mereka hampir sukses dan Baekhyun telah mampu berjalan sendiri beberapa langkah sebelum ia kembali jatuh di pelukan Chanyeol.


Keduanya memutuskan untuk mengakhirinya dan Baekhyun entah mengapa merasa bangga akan dirinya sendiri, setelah mendengar Chanyeol memujinya begitu sering atas sebuah hal sederhana.


Mungkin hal itu begitu mempengaruhinya karena ia benar-benar merasa gembira dan menawarkan membeli jajanan kecil di pinggir jalan sebagai perayaan atas keberhasilan kecilnya.


Hari dengan cepat beranjak malam dan ketika mereka telah sampai di sekitar rumah yang sunyi, lampu jalan yang remang adalah satu-satunya penerangan mereka dengan lampu besar yang terus-menerus mendesis berlalu.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang