Chapter 20

1.9K 228 0
                                    

Saat Baekhyun terbangun dari tidurnya, Chanyeol tidak ada di sampingnya lagi.

Ia pun panik hingga rasa kantuknya pun lenyap seketika, ia melompat dari ranjang keluar kamar, hanya untuk melihat Chanyeol sarapan dengan telur di meja makan.

Ibunya belum berangkat kerja karena harus menemui salah seorang pegawai rumah sakit, jadi, untuk sekali ini, Chanyeol tidak harus menghabiskan sarapan terakhirnya dengan daging kalengan, telur gosong, dan kecambah.

Baekhyun mengusap wajahnya dan duduk di meja makan, ragu apakah ini mimpi lama yang ia belum terbangun darinya.

Pasti begitu.

Hari ini, mereka akan menjemput Chanyeol.

Hari ini, tim Hye-Seong akan melawan tim Jeon-Il.

Mulanya, Baekhyun mengira semua ini benar mimpi karena Chanyeol masih belum pergi, juga tidak bertingkah aneh saat ibunya menyuruh mereka berdua berangkat sekolah.

Ia melalui tumpukan-tumpukan kardus dan koper geret di samping pintu, kemudian sadar bahwa ini bukan mimpi.


Chanyeol tidak mengenakan seragamnya kali ini, tapi ia masih diperbolehkan masuk kelas hingga jam pertandingan.

Pertandingan itu penting bagi mereka berdua, apalagi Chanyeol pernah bilang ia tidak akan melewatkan pertandingan itu.



Baekhyun kira, Chanyeol ada di tangan yang benar saat ia bertemu Luhan, dan pemuda itu setuju untuk membelikan Chanyeol makanan spesial di kafetaria, sebagai ucapan selamat tinggal, terima kasih sudah menjadi kawanku.

Mungkin Baekhyun hanya merasa cemburu seperti anak kecil saat itu terjadi, karena dia merasa dialah yang berhak menghabiskan lebih banyak waktu lagi dengannya, selagi Chanyeol masih di sini.

Kalau Chanyeol dibawa, dia tak akan bisa menemuinya sesering mungkin karena ujian masuk universitas sudah dekat, jarak rumah sakit dan rumahnya jauh, belum lagi jam besuk rumah sakit yang pendek dan bersamaan dengan jam sekolah.

Ya, itu tidak adil, namun Baekhyun telah menyadari masalah itu semenjak pertama kali tahu tentang kepergian Chanyeol.

Jika membesuk adalah pilihan, dan jika ia mampu membesuk, ia tidak akan merasa sebegini hancurnya.

Meski ia memang hancur, dan Jongin adalah orang pertama yang menepuk bahunya dan menenangkannya.

Sepulang sekolah, Baekhyun langsung pergi latihan, bersiap-siap di jam terakhir sebelum pertandingan, sementara lapangan dipenuhi oleh para pendukung dengan cepat di berbagai sisi.

Tribun-tribun hampir penuh, para pemain menyemprotkan cairan antibiotik di pergelangan kaki dan saling menyemangati yang lainnya.

Bahkan Jongin pun nervous, padahal biasanya dia tidak pernah begitu selama pertandingan karena dia adalah tipe yang bisa tampil tanpa tegang.

Saat kedua tim berbaris di balik pintu besar yang terhubung ke lapangan, dada Baekhyun berdebar keras.

Ia merasa sangat mual karena hatinya sangatlah lemah setelah berkali-kali tertusuk; dia tak tahu cara mengatasi tekanan untuk bertanding dengan baik serta sedih yang ia rasakan karena kehilangan saudaranya.

Dia memikirkan Chanyeol saat pintu terbuka dan keriuhan penonton meningkat jadi teriakan yang memekakkan telinga.



Para cheerleader melakukan tugasnya, banner warna-warni melambai di udara, terompet dimainkan, komentator menyebutkan nama mereka satu per satu.

Baekhyun berdiri di sana dan mengamati dari keramaian ke arah ratusan orang yang berkumpul di stadion, mencari-cari wajah yang ia kenal.

Chanyeol sudah bilang malam sebelumnya, bahwa dia akan ada di sana, bahwa dia akan duduk di tempat biasa, bersorak paling keras untuknya.


Saat pandangan Baekhyun tertuju di kursi baris ketiga dari bawah, menyusuri hingga baris terakhir, dilihatnya seorang wanita menempati tempat Chanyeol.


"Dari SMA Hye-Seong, ada Kim Jongin, Oh Sehun, Kim JOngdae, Byun Baekhyun..."

Satu per satu, para pemain melangkah dalam satu baris ke sisi timnya masing-masing, namun Baekhyun malah berputar di tempat, berusaha mencari di mana Chanyeol berada.

Suara komentator memanggilnya untuk berbaris dengan timnya terdengar samar di telinganya, begitupun bisik-bisik para penonton.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang