16

2.2K 289 3
                                    

"Kau... sangat pintar, Baekhyun. Kau bisa melakukannya,"

katanya, sekalipun malu-malu.

"Itu... Itu yang mereka katakan."

Selagi mereka berjalan pulang, ada sedikit jarak di antara mereka, bukan seperti yang mereka punya saat pulang dari pertandingan sepak bola.

Agak canggung, tapi mungkin itu cuma perasaan Baekhyun saja karena Chanyeol sibuk teralihkan perhatiannya oleh bunga-bunga yang tumbuh di dinding bata dan anjing tetangga (Chanyeol akan menggonggong balik).


Matahari sudah tenggelam di bawah garis horizon ketika mereka sudah dekat dengan rumah mereka yang buruk, namun nyaman.

Baekhyun berhenti di depan pagar saat dilihatnya lampu sudah menyala, yang berarti ibunya pulang lebih awal dari pekerjaannya di malam hari.

Seseorang bersamanya, meski Baekhyun tidak dapat melihat siapa itu di balik tembok.

Yang dia tahu adalah bahwa orang itu pria lewat suara yang ia dengar dari gerbang.


"Mereka harusnya pulang sebentar lagi. Kau lihat, Chanyeol itu anak yang sangat manis, dia tidak akan melukai siapa-siapa..."

Baekhyun mendengar ibunya berkata pada orang asing itu.



"Ya, saya mengerti, Nyonya Byun, tapi begitu bermasalah, kita tidak punya pilihan. Dia wajib pergi dalam tiga hari. Salah seorang pegawai akan ke sini untuk menjemputnya di siang hari, jadi saya harap lembar data-datanya siap pada saat itu."


Baekhyun meneguk ludah, menahan keinginan untuk mendobrak masuk dan menentang pria itu dengan cara apapun bila dibutuhkan.


Pada kenyataannya, ia tahu ledakan amarah tidak akan memperbaiki apa-apa, khususnya bila menyangkut masalah berat seperti ini, saat "anak-anak" tidak punya suara.

Ia membenci cara ibunya diperlakukan, ia tidak tahan cara orang ini membicarakan Chanyeol seperti anjing peliharaan yang bisa dipindah-pindah ke suatu tempat seperti kargo.


"Ayo," gumamnya pada Chanyeol, menarik pergelangan tangannya untuk menjauh dari pintu.


Ia bahkan tidak berhenti untuk menaruh tas olahraganya di dalam atau melepas sepatu sepak bolanya karena ia terlalu dipenuhi kejengkelan dan kemarahan egoisnya sampai ia tidak bisa apa-apa selain berpikir seperti anak kecil lagi.




Chanyeol mengikutinya tanpa banyak kata, bahkan saat mereka berakhir berjalan berkilo-kilo meter jauhnya sampai melewati setiap pemberhentian bis dan stasiun kereta di dekat.

Akhirnya, Baekhyun memutuskan untuk naik kereta bawah tanah dan mengantri di belakang pria berjas abu-abu tebal.

Saat tiba giliran mereka membeli tiket, jendelanya ditutup.


"H-Hei! Permisi!" teriaknya  berusaha membuka jendela kaca dengan tangannya.



"Kami butuh dua tiket!"

"Sudah tutup." Wanita di situ berkata.



"Kami membutuhkannya, tolong," kata Baekhyun, membanting sejumlah uang yang mencukupi harga tiket.


Untungnya, wanita itu menerima ongkosnya dan memberi mereka dua tiket sekali jalan.


"Ke mana... kita akan pergi?"

Akhirnya Chanyeol bertanya saat mereka berdiri di depan terowongan rel kereta, bunyi raungan mesin kereta terus menggema di stasiun bawah tanah.


Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang