Matanya sedingin es.
Dia lebih mirip sebagai pembunuh berdarah dingin, daripada seorang photographer.***
Saat aku mencari mengotak-ngatik ponselku, tidak sengaja Aku bertubrukan dengan pria yang lebih tinggi dariku, dari wajahnya sepertinya ia blesteran Amerika-indonesia. Bokongku pun akhirnya menyentuh lantai dengan spontan.
"Aduhh..." rintihku, pria itu hanya menatapku dengan tatapan masa bodoh. Aku yakin mungkin dia tidak mengenali bahasaku, sehingga ia melanjutkan kembali langkahnya.
"Kalau jalan pake mata dong!" teriakku kembali, dan aku yakin orang itu tambah tidak mengerti dengan ucapanku.
Pria itu mendatangiku kembali, dan mencekal tanganku, tatapan matanya tajam dan mematikan. Begitu dingin dan menusuk, cekalan itu pun akhirnya dilepaskan olehnya.
"Kamu yang menabrakku, kenapa aku harus menolongmu?." sarkas pria itu. Aku sungguh tak percaya, jika dia bisa berbahasa indonesia dengan lancar.
"Maaf deh aku kira kamu gak tau apa yang aku ngomongin, habisnya kamu gak mau bantuin aku berdiri."
"Dasar manja! Baru jatuh begitu aja, kamu sudah ribet sama caper." jleb kata-kata itu seperti pisau yang menancap di hulu hati. Namun, Aku tidak menghiraukan kata-kata itu dan mengikutinya dari belakang, sampai akhirnya ia sadar bahwa aku mengikutinya.
"Kenapa kamu mengikutiku? Suka? Atau kamu stalkerku?"
"Dih amit-amit. Aku ikutin kamu karena aku tersesat disini. Dan aku mau pulang dari sini. Sebelum itu tolong bantuin aku, ke rumah kakek Zul, ya?" pinta ku dengan ramah.
"Ogah."
"Sumpah nih cowok sudah dingin, cuek, kata-katanya pedas, hidup lagi. pengenku tabok rasanya," batinku berteriak.
"Please sir, tolongin aku, ya?" pintaku memohon, pria itu tak menjawab, ia malah tetap fokus pada kameranya untuk memotret apa yang menurutnya bagus.
"Mr. Ice please. help. me!!"
"Berisik!" cukup satu kata pria itu mengatakan dan membuatku bungkam. Rasanya aku benar-benar ingin membunuhnya, jika ia tidak mau menolongku.
Aku terus mengikutinya dan terus memperhatikannya, ia selalu memotret objek yang menurutnya bagus. "Jadi photografer keknya enak, ya?" pikirku.
Saat aku mengikutinya, aku tidak tau bahwa dia ternyata mengantarku kedepan rumah kakek Zul. Perjalanan kami pun tadi terasa singkat sekali.
"Thank you?" ucapan terima kasih berhasil lolos dari bibirku. Padahal niatnya Aku sama sekali tidak ingin berterima kasih padanya.
"Hmm..."
"Boleh kita berkenalan? Aku Rheana! Siapa namamu?" Tanyaku sambil mengulurkan tangan. Dia menatapku dengan penuh kerisihan. Sehingga tanganku hanya tersentuh angin.
"Hmm..." Dia hanya berdehem saja tanpa memberikan aku sebuah jawaban.
"Namamu unik ya, hmm!"
"Itu bukan namaku. Aku Rave Dickinson! Salam kenal, mungkin barangkali kamu pernah mendengar itu?"
Rave Dickinson. Aku seperti pernah mendengar nama itu? Sebentar aku ingat-ingat kembali. Hmm. oh my god, benar! Aku pasti tidak salah lagi dia Photografer yang terkenal dari Belanda. Dia-----
"Kau wanita yang aneh! Baru mengenal namaku saja langsung bengong! Tenang saja nona, aku tidak berniat untuk jatuh cinta padamu. Maka dari itu enyahkan pikiran kotormu itu tentang diriku,"
"Siapa juga yang mau di cintai oleh pria es sepertimu! Ingat Aku hanya kaget rupanya kau photografer yang sedang diperbincangkan itu. Berita itu tidak sesuai dengan dirimu, cih Photografer yang baik hati."
"Hei. Jaga ucapanmu nona, jika bukan karena Aku. Kau tidak akan berada disini?" tegasnya. Aku merutuki kebodohanku, mengapa Aku bisa lupa bahwa ia telah menolongku.
"Oh okey, tolong maafkan aku! Aku tidak suka berdebat denganmu, dan terima kasih karena telah menolongku," ucapku dengan tulus. Entah sejak kapan Pria itu terus memandangiku, Aku pun berusaha menyadarkan dirinya.
"Hello Mr. Ice?"
"Oh sorry."
"Kenapa? Kau terpesona dengan kecantikanku?" Pria itu bungkam, dan terus menatapku sedingin Es.
Tanpa Aku dan Rave sadari, Kakek Zul rupanya mengamati Kami sedari tadi, sejak--- Aku dan Rave bertengkar.
"Rheana? Rave? Kalian?" Kami pun menoleh dimana Kakek Zul berada. Kakek melihat kami dengan tatapan tidak suka. Jujur aku tidak tau Apa maksud itu?.
"Kakek! Aku tadi tersesat, dan dia telah menolongku. Maaf Kakek jika tadi Aku pergi secara tiba-tiba. Jujur Di dalam Ruangan itu Aku terus dihantui oleh suara pria asing. Dia terus memanggil nama Caroline. Dan aku bukan Caroline, Aku Rheana Alarice," jelasku, Aku mencoba menjelaskan kepada kakek, tapi melihat perilaku kakek, seakan berisyarat untukku berhenti berbicara.
"Kakek mengerti, kau lebih baik pulang saja. Ini sudah semakin sore." Aku mengangguk mengiyakan, Aku pun berpamitan dengan Kakek Zul, entah mengapa Aku merasa bahwa Hari ini adalah hari terakhir aku melihatnya.
Aku sekilas melihat Rave, pria es itu. Memang sikapnya yang acuh, atau Aku berharap dia memang baik terhadapku. Sudahlah. Aku pun menekan klakson mobil dan mengucapkan terima kasih, lagi-lagi dia bersikap acuh padaku.
***
Malam harinya, seorang pria tua mengendap-endap memasuki Sebuah rumah yang dikatakan tidak layak pakai lagi. Dia menaruh surat disana, surat yang berisi semua rahasia yang di sembunyikan puluhan tahun lalu. Dan juga surat yang mengatakan bahwa dirinya saat ini tengah dalam bahaya. Di akhir hayatnya, ia berharap bahwa ia bisa mempersatukan masa lalu yang sempat pecah.
Pria tua itu pun kembali kerumahnya, namun alangkah terkejutnya ia. Saat melihat seseorang, yang begitu berbahaya dan menakutkan. Tatapan matanya tajam dan menenggelamkan orang yang melihatnya.
"Pulang juga kau akhirnya, Tua bangka! Seharusnya kau itu ingat mati! Sudah bau tanah juga," sarkas Laki-laki itu, dia tersenyum licik. Pria tua itu pun tak gentar sama sekali, dia terus berdoa untuk dirinya dan juga untuk pasangan itu.
"Kenapa? Biasanya kau berani melawanku? Kenapa saat ini kau diam dan tidak berdaya, hah!"
"Kau menyembunyikan Caroline dariku. Kau pengkhianat!" kata laki-laki itu seraya mengangkat pistolnya yang siap menarik pelatuknya.
"Jangan! A-aku tidak tau, bahwa dia akan datang secepat ini, semua ramalanku benar-benar salah" jawab pria tua itu, ia sekarang tampak gemetar.
"Dasar bodoh! Apa aku akan tetap membiarkanmu hidup? Lalu kau akan memberitahunya dimana Reinkarnasi Satya berada? Aku tidak akan membiarkan hal itu! Sepuluh tahun yang lalu, aku berusaha membunuhnya. Tapi Adiknya yang bodoh itu mengorbankan dirinya! Cihh. Sampah!" kata laki-laki itu, dengan menahan pelatuknya.
"Tunggu dulu, satu pertanyaan lagi! Apa kau punya satu rahasia yang kau sembunyikan dariku?" tanyanya dengan wajah polos namun berbisa.
"Tidak! Aku tidak mempunyai rahasia Apapun lagi!" kata pria tua itu pasrah. Lalu---
Dooor! Peluru itu tepat mengenai jantung pria tua itu, Dan Kakek Zul pun mati di saat itu juga.
"Kasihan sekali, terkadang orang baik memang pantas untuk dibunuh. Dan sekarang Aku tak'kan melepaskanmu Caroline! Dendam ku di masa lalu akan terbalas sebentar lagi," ucapnya smirk.
Caroline.....
♡♡♡
Hai.. terus tunggu kelanjutannya ya Babay 😘
Jangan lupa meninggalkan jejak dengan cara di Votecoment.
![](https://img.wattpad.com/cover/121387415-288-k301976.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Of Reincarnation [COMPLETED]
RomanceRheana Alarice, sungguh tidak mempercayai jika Reinkarnasi itu benar-benar ada hingga ia di hadapkan oleh satu kenyataan bahwa Dia adalah reinkarnasi dari gadis Belanda yang mencintai penduduk pribumi, Satya. Ketika cinta yang tak dapat di satukan d...