Ternyata......

43 17 1
                                    

Aku kembali duduk di mejaku dan Vanessa, pria itu masih menatapku dengan sangar, seolah-olah aku adalah kuman yang harus di jauhi.

"Ada apa, Na?" Tanya Vanessa yang sempat mendengar perdebatan tadi.

Aku mengedikkan bahu acuh, lalu lanjut memakan sushiku.

Setelah selesai, kami segera kembali ke kantor, untuk menyelesaikan banyak pekerjaan.

Ya. Di sinilah aku mengoreksi banyak dari karya-karya orang yang mengirim ceritanya di penerbit yang menaungi selama ini.
Sebenarnya bukan hanya Aku saja yang menjadi editor di sini. Karena masih ada lima editor yang bekerja di sini, dan kami membagi tugas.

Kulirik jam yang berada di ruanganku, pukul setengah lima sore. Aku pun bergegas membereskan pekerjaanku dan langsung ke cafe yang di maksudkan.

Pas jam 5 sore, Aku, Vanessa, dan Tomy sudah berada di luar cafe. Kami berencana untuk duduk di pojok dekat jendela.

Sudah setengah jam kami menunggu, namun pengusaha muda itu tak menampilkan batang hidungnya juga.

"Ini benaran cafenya, kan?" tanyaku, sambil melirik jam di cafe itu.

Tomy mengangguk dan di susul oleh Vanessa.

"Kok lama?" Tomy hanya mengedikkan bahunya.

"Wajar dong lama, dia kan pengusaha, pasti dia lagi sibuk sekarang." Bela Vanessa yang membuatku ingin memakinya saja.

Tak lama Vanessa mengatakan itu, Pria yang tadi ku temui di restoran jepang itu masuk ke dalam Cafe dengan gaya cool nya.

"Itu dia, Tn Aldrich," kata Tomy yang langsung berdiri menyambutnya dan Vanessa menyusulnya.

Sedangkan Aku? Aku terbengong-bengong. Pria yang kutemui dan ku cibir itu ternyata seorang Milyoner.
Sungguh. Aku ingin mengganti wajahku sekarang juga. Tapi, kenapa aku harus malu? Toh dia yang terlalu sombong.

Aku tersenyum. Ingat hanya senyuman terpaksa. Pria itu menatapku Intens di balik kaca matanya, aku dapat merasakan itu.

"Silakan duduk," kataku bersikap ramah, dan di susul oleh Dua temanku dan satu orang pria di sampingnya, yang tidak ku ketahui namanya.

"Rheana Alarice." Sapaku, mengenalkan diri dengan mengulurkan tanganku, sedangkan dia hanya mangut-mangut.

Ingat. Jika ini bukan pekerjaan, Aku tidak mau bersikap ramah pada pria sombong ini.

"Ryan," sahut pria di sebelahnya dengan senyuman jahil. Aku membalasnya dengan senyuman tulus, pria sombong itu melirik temannya dengan tajam.

"Revano, memang seperti itu." Sahut Ryan sambil terkekeh. Untunglah dia tidak sesombong majikannya itu.

"Ah ya, dia teman-temanku, Tomy dan juga Vanessa." Kedua temanku, mengenalkan dirinya.

Wawancara ini berjalan seperti biasanya, tapi kebanyakan Ryan yang menjawabnya, sedangkan Revano hanya mengangguk jika jawabannya iya. Aku sendiri hanya sesekali melihatnya selebihnya tidak, aku hanya fokus pada Ryan yang bercerita panjang lebar.

Sesekali kami tertawa jika Ryan melucu, Revano masih setia memakai kacamata hitamnya, dan itu membuatku risih, ia seperti ke menatap arahku.

The Truth Of Reincarnation [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang