Mimpi (lagi)

36 14 4
                                    

Sudah ku katakan bukan, bahwa penantianku selama ini tidaklah sia-sia.

***

Aku menggeliat saat merasakan sinar matahari yang masuk di sela-sela Goa, semalaman Aku tidur di sini dengan beberapa tumpukan jerami, anehnya mimpi itu tidak menghampiriku lagi. Aku menoleh ke samping dan mendapati Revano yang masih tertidur pulas, ya Aku ingat, semalam kami bercerita banyak, sampai akhirnya Aku tertidur di si--- oh apakah semalaman Revano meletakkan tangannya di bawah kepalaku, apa yang ia lakukan?

Aku beranjak dari tempatku, berniat agar Revano tidak terusik dengan kegiatanku. Namun tak lama Aku beranjak, ia pun bangun dengan mengucek matanya. Aku hanya mendecak saat ia tersenyum tipis ke arahku.

"Aku tak suka basa-basi, Ayo bantu Aku mencari jalan keluar." Kataku masih dengan setengah kesal. Revano hanya mengangguk kemudian kami menyusuri bagian goa yang kami yakini adalah awal adanya kami di sini.

Setelah sampai di pintu Goa, entahlah ada sepintas angin yang membuatku terdorong, bahkan hampir sampai terjatuh, jika Revano tidak menahanku.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Revano kepadaku, Aku hanya menggeleng lemah.

"Tadi-- itu apa?" Tanyaku kepada diriku sendiri, kepalaku seketika sakit dan sekelilingku terasa berputar, dan hanya gelap yang ku rasakan.

***

Author pov.

Revano saat melihat Rheana jatuh pingsan, ia pun langsung membopongnya membawanya keluar dari goa itu, berharap ada seseorang yang membantunya. Siapa pun orang itu, tolonglah. Langkahnya kemudian tak beraturan sehingga ia tidak memedulikan apakah nanti ia tersesat atau tidak, yang terpenting sekarang Rheana dapat sadar dengan cepat.

Revano menyandarkan tubuh Rheana yang pingsan di sebuah pohon yang besar. Ia kemudian melihat ke sana-kemari agar menemukan mata air, matanya kemudian terpana pada sebuah danau yang benar-benar teduh dengan air yang bersih.

***

Rheana pov.

Aku kemudian terbangun dengan mata yang masih berat, dan juga kepala yang masih sangat sakit, Aku memaksakan diri melihat seseorang yang berjalan ke arahku, pandanganku belum sempurna dan masih kabur, dan juga baru kali ini Aku melihat tempat seindah ini, seperti belum di sentuh oleh tangan-tangan manusia.

"Apa Aku berada di surga?" gumamku tak jelas masih dengan pandangan yang memburam. Sesorang itu dekat dengan penglihatanku, ia menggerakkan tangannya mencoba menyadarkanku.

"Rhe? Apa kamu sudah sadar?" Tanyanya. Suaranya kemudian tampak jelas ku dengar, Aku mengenali suara berat ini, suara ini milik-----

"Rave?" Panggilku, untuk memperjelas pendengaranku barusan.

"Ya. Ini Aku."

"Aku-- kamu--- kita dimana?" Tanyaku.

"Tempat impianmu, bukankah ini yang kau inginkan?"

"Aku menginginkan ini--- kapan? Aku benar-benar lupa, Rave tolong bawa Aku pulang, Aku ingin pulang."

"Kenapa Rhe? Di sini adalah dunia kita, tidak ada siapapun, cuma ada kita." Katanya lagi, namun ini dengan intonasi yang lebih tegas dari sebelumnya.

"Aku tidak suka tempat ini, dan kau membuatku muak, Aku mau pulang." Teriakku.

"KAU TIDAK BOLEH PULANG, KARENA KAU HANYA MILIKKU, HANYA AKU YANG BERHAK MEMILIKIMU." katanya lagi, kali ini lebih terlihat menakutkan dari yang ku tahu. Rave yang dingin menjadi seorang monster.

"Rave? Apa-apaan ini, Aku hanya ingin pulang, karena Aku sangat lelah sekarang, aku juga harus pergi bekerja." Dia tertawa menyeringai.

"Kau harus tetap berada di sini, karena jika kamu melangkah sedikit saja dari sini, Aku pasti akan kehilanganmu." Ujarnya dengan suara yang melembut.

"Kenapa Aku tidak boleh pergi?"

"Karena jika Kamu pergi, maka Akan dengan mudah Revano memilikimu," Aku mengerutkan dahi tak mengerti dengan perkataannya yang mengandung maksud itu.

Tiba-tiba saja semua menggelap, namun tak lama Aku melihat setitik cahaya di depanku.

***

Revano memercikkan air ke wajahku, dan tak lama aku membuka mata, dan tepat di depanku ada Revano dengan raut wajah yang khawatir.
Kepalaku benar-benar pusing, saat bayangan itu menabrakku tadi di Goa. Pandanganku tiba-tiba menggelap dan ternyata Aku pingsan. Sungguh tidak masuk akal, bukan?

"Kau baik-baik saja?" Tanya Revano dengan cemas, Aku mengangguk lemah, entahlah Aku bahkan tak bisa mengucapkan bahwa Aku benar-benar baik-baik saja.

"Kita di mana?" Tanyaku parau, perasaannya masih kaget dengan yang tadi.

"Aku tidak tahu, Rhe, sepertinya kita tambah tersesat masuk ke dalam hutan, soalnya saat kamu pingsan tiba-tiba, Aku panik." Aku terdiam sesaat, lalu seulas senyum melengkung di bibirku.

"Makasih sudah panik sama Aku, sekarang lebih baik kita keluar dari hutan ini, Rev, Aku takut."

"Tapi kamu harus istirahat, Rhe." Tegas Revano.

"Aku baik-baik saja, Rev, kamu sekarang gak usah panik, gak usah khawatir, kita sekarang harus pulang, aku mau pulang." Kataku tak kalah tegas. Revano tau, Aku sangat keras kepala, ia pun kemudian menjulurkan tangannya, membantuku untuk bangkit. Aku tak menghiraukan uluran tangan itu, karena perasaanku sejujurnya Aku masih membenci pria ini.

Kami pun berjalan mencari jalan keluar dari hutan ini, suasana canggung menyelimuti kami berdua, apalagi tentang mimpiku yang aneh, mengenai Rave, itu membuatku semakin bertambah pusing.

"Apa kamu memikirkan sesuatu, Rhe?" Aku menggeleng pelan, "mukamu terlihat pucat sekali, apa tidak sebaiknya kita istirahat saja." Aku menuruti perkataan Revano dan duduk di asal di tanah, saat ini kita tengah berada di tanah lapang, aku sendiri tidak mengeri mengapa ia dan Revano semakin tersesat, apa mungkin ini permainan takdir?

"Apa kita tidur di sini saja?" Tanyanya padaku.

"Terserah kau saja," jawabku, karena jujur Aku juga terlalu lelah karena sudah jalan seharian ini.

"Aku menyukaimu, Rhe." Aku menautkan Alisku, ini sudah ke lima puluh kalinya aku mendengar ia mengucapkan seperti itu.

"Ya. Aku tahu, tapi Rev---"

"Maaf. Aku tidak bermaksud membuatmu salah tanggap, tapi Rhe, Aku punya firasat, Kau akan meninggalkanku."

"Tentu saja." Sambarku langsung to the point.

"Kenapa?"

"Aku tidak menyukaimu, Rev, Kamu terlalu sombong, dan aku tidak menyukai pria sombong."

"Lalu apa bedanya dengan sih Rave? Dia juga dingin dan ketus."

"Tapi dia masih punya perasaan yang tulus, tidak seperti mu yang ingin selalu mendapatkan pujian." Kataku tak kalah sengit, tapi setelah di pikir-pikir kenapa Aku membela Rave. Revano terdiam saat aku mengatakan itu. Aku merasa bersalah, tapi mengapa Aku seperti itu? Toh, ini juga untuk revano supaya ia cepat sadar diri.

Tak jauh dari sana samar-samar aku melihat sebuah asap, seperti ada yang bakar-bakar gitu, aku menyipitkan mataku dan benar itu asap Sampah.
"Revano coba liat ke sana." Tunjukku kemudian Revano mengikuti arah tunjukan itu, ia mengerti apa maksudku, kemudian kami mencari-cari di mana asap itu berasal. Dan benar, jika ada asap berarti ada Api, dan jika ada api, pasti ada manusia yang menyalakannya.

Kami menemukan seseorang di sana, yang tersenyum melihat kami menemuinya.

"RAVEE?" ucap kami bersama-sama, Rave hanya tersenyum tipis, belum pernah Aku melihat Rave tersenyum.

♡♡♡

Hai guys, alhamdulilah sudah sebanyak ini kalian membaca, oya jangan lupa terus menanti ya..

by the way moyon maaf ya, jika di chapter ini rada aneh dan garing,
see you babe

The Truth Of Reincarnation [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang