Back To Indonesia

12 4 0
                                    

Ku harap setelah keputusanku menjadi tiada. Kau tak akan mencariku (lagi) dan melupakanku dengan mudah. namun tetap saja, Kau Pria yang berambisius. Revano. Dan kau pun tahu, kalau aku tak kan pernah bisa mencintaimu..

-Rheana

***

Hari-hari yang di lakukan Anne or Rheana hanya seputar tentang bisnis, diagram laba, rapat antar perusahaan. Hufft sungguh membosankan.

"Anne. Kau baik-baik saja?" Anne menoleh pada Felix yang datang membawakan secangkir kopi. Anne mengangguk berat, karena sesungguhnya ia tidak baik-baik saja.

"Felix. Kau tahu kan, sudah satu bulan aku seperti ini. Di ajarkan oleh Alex setiap waktunya."

"Tapi kau cepat mengerti, kan? Bahkan baru dua minggu kau di lepas. Kau sudah pandai melakukannya. Anne." Anne mengangguk lemah.

"Kata Ibuku, ketika seorang anak pembisnis di lahirkan. Maka, pengaruh orang tuanya akan menurun kepada anaknya."

"Oh benarkah? Bilang ke Ibumu, Felix, kalau itu tak berlaku padaku," balas Anne sinis. Sebenarnya ia tak bermaksud Sinis kepada Felix. Tapi, moodnya memang sedang tidak bagus hari ini.

"Ha sekarang aku tahu, kau butuh Refresing, kan?" Felix menjentikkan jarinya, dan Anne mengangguk lemah.

"You're smart."

"Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayo kita liburan."

"Liburan?" pekik Anne senang. Akhirnya ia bisa mengambil Cuty.

"Memang mau ke mana? Eropa? Jepang? Autralia? Amerika?" Anne menggeleng pelan.

Dengan mata yang berbinar-binar, Anne menggenggam tangan Felix.
"No. Baby. Kita akan ke Indonesia." katanya dengan tersenyum lebar. Membuat Felix sedikit shock.

"WHAT!!! INDONESIA?"

"FOR WHAT?!?"

"Untuk liburan kan? Refresing? Kita akan pergi ke Bali." kata Anne bersemangat, namun tiba-tiba ia kembali diam sambil menyesap kopinya yang akan habis.

"Tapi, sebelum itu.. aku ingin ke Jakarta. Aku ada tugas untukmu. Bagaimana pun juga, kau harus membeli ulang Apartemenku yang lama itu. Atas nama Anne Aldebaran."

"Apa yang ingin kau lakukan, Ana?" tanya Felix penuh selidik. Anne hanya mengangkat bahu acuh dan beralih menatap hamparan kota Den Haag.

"Tidak ada. Tapi, Apartemen itu ku beli dengan uang hasil kerja kerasku."

"Okelah. Aku juga tak sabar berjemur di Bali. Ah. Datang ke daerah Tropis adalah keinginanku sejak lama."

"Aku turut senang. Mari bersulam?"

"Tapi bukannya kopimu habis?"

"Iya. Bersulam dengan gelas kosong."

"Oke."

"Cheers." ucap mereka bersama-sama.

***

"Revano! Sadarlah. Kau sudah gila gara-gara wanita itu meninggal." ujar Ryan dengan membopong Revano yang sudah mabuk parah. Sekarang kegilaan Revano benar-benar di atas wajar. Apa istimewanya wanita itu? Sampai seorang Revano mengejar-mengejarnya. Revano yang bodoh selalu saja termakan oleh cintanya sendiri.

The Truth Of Reincarnation [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang