Raffi menggerliang manja pada bahu gigi, tangannya bergelayut pada lengan gigi, wajahnya cemberut seperti anak kecil yang sedang ngambek karena permintaannya tidak di penuhi. Gigi mengusap puncak kepala Raffi, pendiriannya tidak bisa di ubah. "Syeee mau itu" suara Raffi terdengar lucu, merengek meminta agar Gigi membolehkannya untuk membeli motor.
Gigi menggeleng, menolak permintaan Raffi. Di rumah sudah ada beberapa motor yang bahkan jarang Raffi pakai. Jika membeli motor lagi, Gigi bisa menjamin motor itu akan bernasib sama seperti motor yang lain, hanya sebagai pajangan garansi. "Kamu juga ga bakalan pakai motornya, sayang kalau kamu beli cuma buat menuhin garansi"
Raffi menghentakkan kakinya kesal, dia sangat menginginkan motor itu untuk touring bersama temannya. "Engga sye, janji deh aku pakai itu motor" Raffi mengangkat kedua jarinya.
"Ga bisa, pokoknya ngga boleh beli." Gigi berjalan meninggalkan sorum motor, membiarkan Raffi yang masih merengek layaknya anak kecil.
Raffi berjalan menyususl Gigi setelah meminta maaf ke pemilik sorum yang tak lain adalah teman Raffi, jika dirinya tak jadi membeli motor. Bisa saja Raffi membeli motor dengan uang yang ada pada rekeningnya, namun sebagai suami, dia harus mendapat persetujuan istrinya.
Raffi masuk ke dalam mobil, sementara Gigi duduk di sebelahnya. "Kamu marah karena ga di ijinin beli motor ?" tanya Gigi tanpa menoleh ke Raffi.
"Engga"
"Beneran ?" Raffi mengangguk, walaupun sebenarnya dia masih sangat menginginkan motor itu. Gigi mengubah duduknya menjadi menyamping ke arah Raffi, mengusap pipi Raffi dengan lembut, usapan yang akan menenangkannya di saat apapun. "Kamu pengen banget motor itu ?"
"Engga, kalau kamu ngga ijinin aku ngga mau beli" kata Raffi. Gigi tersenyum lalu mengangguk ringan.
"Kalau kamu emang pengen banget motor itu, beli aja aku ijinin"
Raffi tersenyum sumringah mendengar ucapan Gigi, namun senyumnya luntur seketika saat melihat Rafathar yang duduk di belakang di pangkuan lala "Ngga jadi deh, kalau aku beli motor, waktu buat main sama Rafathar bakal berkurang"
"Yakin ga beli ?"
"Engga deh"
_____________________________
Gigi sudah berada di rumah, hari ini Gigi akan syuting Janji suci tanpa Raffi karena Raffi masih syuting acara lain. Gigi duduk di meja riasnya, menatap dirinya di cermin. Ada rasa lelah, terkadang. Kesehariannya tidak lepas dari kamera, ruang geraknya terbatas.
"Huh" Gigi menghembuskan nafasnya kasar. Jika sedang lelah begini, ingin rasanya mengusir semua orang yang ada di rumahnya. Gigi memang bisa saja menolak untuk melakukan syuting, tapi karena sikap Raffi yang tidak enakan akhirnya membuat Gigi pun menjadi tidak enakan untuk menolak pekerjaan yang menghampirinya.
Menjadi sosok istri dari salah satu orang yang selalu di sorot adalah beban tersendiri untuk Gigi. Tidak akan ada yang tau dan bisa merasakan apa yang Gigi rasakan. saat semua tertuju padanya, menunggu ucapan yang Gigi keluarkan. Dan menjadi ketakutan tersendiri untuk Gigi saat mulutnya ingin mengucapkan kata pembela.
Senang saat orang menghargai dan menyanjungnya serta mendoakan keluarganya. Namun beban saat salah satu diantara mereka menjadikan doa yang seharusnya bagus menjadi doa buruk untuknya. Dia dan Raffi juga manusia yang ingin di hargai. Hanya karena pekerjaan yang mengharuskan mereka menjadi orang lain, membuat mereka harus menanggung kata kasar serta umpatan yang membuat sesak.
"Bu, udah di panggil pak Reza" Gigi menoleh ke lala yang membuka pintu kamarnya. Gigi mengangguk lalu memoleskan lipstik ke bibirnya.
Gigi menarik nafas dalam, rutinitas syuting selalu menunggunya. suka tidak suka, mau tidak mau, gigi harus melakukannya, lagipula yang di lakukannya adalah bekal untuk masa depan Rafathar.
______________________
Raffi duduk bersandar di bantalan sofa, tangannya menggenggam ponsel yang masih menyala. Terlihat jelas di layar ponselnya, akun Instagram. Raffi berpejam, mengatur emosi yang ingin mencuat.
"Argggg" erang Raffi. Ruben yang berada di sebelah Raffi hanya menepuk bahu Raffi, mengerti apa yang sedang raffi pikirkan.
"Fi mau grepek bensu ?" (maaf kalau salah) tawar Ruben.
Raffi menoleh ke Ruben yang sedang lahab makan. Raffi mengambil satu sendok yang memang Ruben sediakan untuk Raffi. "Enak ben" kata Raffi yang ikut lahap makan.
"Enak lah, punya siapa dulu dong'' kata ruben berbangga, raffi mengangguk setuju.
Raffi tersenyum, mempunyai teman seperti Ruben adalah satu kebahagiaan tersendiri. Setelah kepergian Olga, satu-satunya sahabat tempat dia berbagi, Raffi tidak punya teman untuk berbagi cerita selain meri. Ruben menjadi salah satu teman yang nyaman untuk berbagi cerita.
Setelah selesai syuting, Raffi pulang. Wajahnya kucel, pakaianya berantakan, matanya sangat sayu. Dengan pelan Raffi masuk ke dalam rumah yang sudah sepi menuju kamar. Dilihatnya Gigi yang sudah tertidur lelap di kasur bersama Rafhatar.
Gigi menggeliat saat suara pintu terbuka ia dengar. Matanya menangkap Raffi yang duduk bersandar di sofa kamarnya. Gigi bangun dan berjalan mendekat ke Raffi. "Kamu baru pulang ?" tanya Gigi melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 3 pagi.
Raffi mengangguk, matanya sangat berat. "Kamu kenapa bangun ?" tanya raffi.
"Mau aku bikinin teh ?"
"Engga usah sayang"
"Mau aku siapin air panas ?"
"Engga usah"
Gigi duduk di dekat Raffi, menarik kepala raffi dan menyandarkan pada bahunya. "Kamu cape ya ?"
"Maaf ya aku baru pulang"
"Ngga papa, kamu tidur ya, biar besok fres" Gigi mengusap lembut pipi dan lengan Raffi bergantian, membuat Raffi nyaman dan semakin mengantuk.
Gigi berhenti mengusap saat raffi terlelap. Dirinya juga lelah, tapi sebagai seorang istri Gigi harus membuat raffi semangat dan tidak mengeluh. Karena sepasang suami-istri harus selalu bersama dalam mensupport dan mengasihi.
___________
Hai maaf yah aku baru next huhu. makasih juga udah setia baca 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
kamulah takdirku
Random'dimana salahnya suamiku ? menghibur adalah pekerjaannya, lalu dimana letak kesalahannya ? kalian memujiku, mendoakan yang terbaik buatku, tapi kalian memojokkan suamiku. apa menurut kalian itu tidak menyakitiku ? jika kalian menyayangiku, harusnya...