gigi pov
aku menyusuri lorong rumah sakit, hari ini aku membuat janji untuk bertemu dengan dokter kandungan. Ada rasa cemas dan khawatir yang mengusik hati, takut pun menyerbu seiring langkah kakiku mendekat ke ruang dokter.
"silahkan bu Gigi"
aku memejamkan mataku sebentar, menetralisirkan kegelisahan yang enggan pergi. Aku membuka pintu ruang periksa dan tersenyum begitu melihat dokter Tara dokter spesialis kandungan, sebenarnya dokter tara temanku sewaktu aku kuliah di universitas indonesia
"siang dok" sapaku seraya berjalan mendekat ke dokter tara
"panggil tara aja, kaya sama siapa gi" katanya dengan nada bersahabat. aku mengangguk pelan, menyetujui untuk memanggilnya tara "ngga usah tegang gitu, kamu takut hasilnya negatif atau positif"
"ngga tau ra" kataku seadanya. aku sendiri bingung, sebenarnya apa yang membuatku resah.
"raffi udah tau kamu periksa ?" tanyanya, aku menggeleng lagi. aku beum berani memberitau raffi, aku takut jika hasilnya tidak di harapkan raffi begitu juga aku.
"ra, kamu jangan bilang raffi ya, ini rahasia kita berdua'' pintaku memohon, aku hanya tidak ingin membuat harapan yang belum tentu kebenarannya. Tara mengangguk menyanggupi permintaanku
"apa gejalanya sama seperti hamil rafathar ?"
"iya ra, makanya aku ke sini"
"aku periksa dulu ya"
--------------
aku membuka pintu rumah, kulihat rumah sepi. rafathar mungkin sedang main ke rumah gempi, raffi pasti syuting. aku menghela, setidaknya tidak akan ada yang bertanya dari mana aku siang ini.
"ka gigi dari mana ?" suara itu suara syanas, aku mengkerut. baru saja aku bersyukur tidak ada orang di rumah
"loh kamu di rumah nas, bukannya kamu lagi sibuk ngurusin pernikahan kamu" kataku alibi. aku tidak punya jawaban yang pas untuk pertanyaan syanas, walaupun jika aku menjawab dengan berbohong pun syanas pasti akan percaya tapi aku tidak ingin menjawab ataupun berbohong.
setelah mendengarkan penjelasan syanas tentang rencana pernikahanya dan aku pun memberi saran, akhirnya syanas kembali ke kamarnya dan akupun pergi ke kamar. aku meraih ponsel yang sengaja aku tinggalkan tadi "15 panggilan tak terjawab, 13 pesan" tanpa ingin menelfon ataupun membalas pesan di ponsel yang pastinya dari raffi, aku merebahkan tubuhku di atas kasur dan memejamkan mata sekedar untuk menghilangkan lelah
"sayang sayang sayang bangun kamu ngga papa ?"
aku mengerjapkan mataku saat kedua pipiku di tepuk-tepuk oleh tangan yang aku yakini itu tangan raffi "kamu kok di sini ?" kataku begitu mataku menangkap sosok raffi yang duduk di dekatku berbaring. wajah raffi begitu cemas, bahkan aku bisa merasakan nafas yang tidak beraturan "kamu kenapa ?" tanyaku lagi
tanpa menjawab dan berkata apapun, raffi langsung memelukku erat. aku mendekap tengkuk raffi, aku tau suamiku sedang di landa kekhawatiran yang besar mungkin karna telfon dan smsnya tidak aku balas jadi raffi panik "aku ngga papa sayang" kataku lembut
"aku khawatir" katanya semakin mempererat memelukku. aku membiarkan raffi memelukku lama, membiarkannya melepaskan kekhawatirannya
kami duduk di sofa kamar, setelah raffi tenang. "sayang banget ya sama aku" kataku dengan nada menggoda sementara raffi memasang wajah kesal tepatnya ekspresi ngambek. ah lucu sekali suamiku ini. gemas.
"sorry" aku menyilangkan tangan menjewer kedua telingaku layaknya anak kecil yang sedang di hukum karna membuat kesalahan "plissss'' rajukku dengan pelan
raffi tersenyum, ah akhirnya suamiku berhenti ngambek "kamu ngga tau apa aku khawatir sama kamu, aku telfon ngga di angkat, sms ngga di bales apa sih maumu" katanya dengan nada bernyanyi, aku tersenyum geli. raffi adalah pemulihh mood terbaik
"sorry"
raffi berdiri, mungkin emosinya sedang naik"aku takut kamu kenapa-napa, mana mamah sama nanas ngga tau kamu kemana. si lala juga ngga tau, kan aku panik" suara raffi meninggi. aku tau aku salah karna tidak mengabari raffi, tapi aku juga sedang khawatir.
"sayang sini" aku menepuk-nepuk ke sebelah ku duduk, mengisaratkan agar raffi duduk kembali di sebelahku
aku menarik lengan raffi agar duduk lebih dekat dengaku, karna raffi membuat jarak yang lumayan jauh dengan tempatku "jangan jauh-jauh, ntar aku di ambil orang loh" kataku dengan nada menakutinya. dan seperti yang aku mau, raffi merespon dengan cepat, dia bergeser duduk di dekatku namun tanpa menatap istri cantiknya ini.
''kalau kamu ngga mau natep aku, aku pergi aja deh" kataku seraya bangkit. aku tersenyum menang saat tanganku di raih oleh raffi, di tariknya dan membuat aku duduk di pangkuannya
''jangan ulangi lagi" katanya memperingatkan, aku mengangguk lalu melingkarkan tanganku pada lehernya
"sayang emmmmm kamu pengen punya anak lagi ngga sih ?"
"pengenlah, tapi terserah Allah aja ngasihnya kapan. kenapa emangnya ?"
"ngga papa"
aku beralih dari pangkuan raffi menjadi duduk di sebelah raffi, bersandar di dada bidangnya. tanganku memainkan jenggot raffi yang semakin lebat "kamu ngga ada niat buat cukur jenggot sama kumis ?" tanyaku. aku memang tidak suka melihat raffi berkumis dan berjenggot, keliatan lebih berumur.
"kenapa ? aku lebih keliatan ganteng tau kalau pake kumis sama jenggot''
aku mengerutkan keningku "apaan, kamu malah keliatan lebih tua kalau pake kumis sama jenggot"
"tapi tetep cinta kan, tetep sayang kan ?" tanyanya dengan pd seolah aku cinta mati padanya
"engga"
"engga apa ?"
"engga salah lagi" kataku tertawa renyah, raffi menegratkan giginya, mungkin gemas dengan aku
"yaaaaaaaaa syesyeeeee" raffi menggelitiki pinggangku membuat aku tertawa terbahak
"raffi ampun ampun" pintaku, raffi menyudahi menggelitiki pinggangku kini tangannya beralih menangkup kedua pipiku
"Raffi Ahmad cinta mati sama Nagita ahmad" katanya penuh penekanan "kak kamu diem ?"
"itu pertanyaan atau pernyataan ?"
"keduanya"
aku tersenyum semanis mungkin yang aku punya "Nagita ahmad sayang banget sama suaminya"
raffi tersenyum miring "siapa emang suami nagita ahmad ?"
mendengar pertanyaan Raffi, terbesit ide jail di otakku "oh iya lupa, nama yang belakangnya Ahmad kan banyak ya"
telak, respo raffi tidak seperti yang aku duga. raffi menatapku nb tajam "Nagita Slavina mariana tengker ahmad"
"ya Raffi ahmad lah suami nagita ahmad" kataku meringis
"coba ulangi"
"Nagita ahmad sayang banget sama Raffi ahmad" akhirnya ucapanku di sambut dengan senyum manis raffi, senyum yang selalu aku anggap bisa membuat wanita yang melihatnya jadi suka pada raffi, termasuk aku.
Raffi selalu punya cara untuk membuat aku semakin sayang padanya, tingkah lucu yang selalu memulihkan moodku, ketegasan saat menjadi kepala rumah tangga, kelembutan saat menjadi suami dan ayah, perhatian saat menjadi seorang anak dan kakak, Raffi Ahmad adalah paket komplit dan aku beruntung menjadi salah satu yang terpenting di hidupnya.
_______.
makasih yang udah setia baca 😘 emmm aku ngga jelasin hasil pemeriksaannya dokter tara ya 😁

KAMU SEDANG MEMBACA
kamulah takdirku
De Todo'dimana salahnya suamiku ? menghibur adalah pekerjaannya, lalu dimana letak kesalahannya ? kalian memujiku, mendoakan yang terbaik buatku, tapi kalian memojokkan suamiku. apa menurut kalian itu tidak menyakitiku ? jika kalian menyayangiku, harusnya...