EMPAT: Kami Sedang Tidak Butuh yang Cantik

6.4K 421 4
                                    

Centana merasakan seluruh mata tertuju padanya dengan pandangan ganjil yang menggigit ketika hampir satu jam ia berdiri di depan kaca etalase butik itu dan menekuni sesosok manekin di dalamnya. Centana sama sekali tidak bergerak. Ia begitu khusyuk. Ia tidak peduli dengan tatapan-tatapan yang lalu-lalang di belakangnya.

Manekin itu mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang sedikit pucat, dengan aksen bunga-bunga anggrek ungu muda yang bertebaran di bagian pinggang dan bawah gaun. Sedikit broklat berwarna senada menghias bagian leher dan dada, lalu jatuh memanjang hingga ke bagian punggung dan membentuk sebuah selendang tipis yang anggun. Ketika Centana melalui butik itu, ia langsung jatuh hati. Mula-mula ia hanya mengamatinya saja dengan perasaan takjub, tapi lambat laun perasaan itu berubah menjadi sebuah jalan kesedihan yang teramat panjang. Ia teringat kembali pada ucapan-ucapan lelaki tua bernama Adam yang menjumpainya dua hari yang lalu itu. Teringat kembali pada hal-hal yang membuat dirinya menolak tawaran gila Adam.

Ia mengulum senyum. Sedikit rasa getir menyelinap masuk ke dalam tulang-tulang pipinya. Centana merasa tubuhnya sudah tidak mampu lagi menahan kagetiran ingatan masa lalunya itu. Ia pun memutuskan hendak beranjak dari kaca etalase butik dan mengakhiri keheningannya sendiri, tetapi arah matanya langsung menangkap seorang gadis yang keluar dari butik dengan wajah penuh kecemasan.

Langkah gadis itu begitu gusar. Kepalanya seperti sedang mencari sesuatuatau seseorang. Dan ketika mata gadis itu menemukan Centana yang bergeming di hadapannya, sebuah binar-binar bertumbuh dengan cepat di dalam sana. "Akhirnya, aku menemukan Anda, Nona!" seru gadis itu, seraya mendekati Centana dengan rona bahagia yang tidak dibuat-buat.

"A-Aku ...?" tanya Centana dengan kebingungan. Matanya mengerjap-kerjap, kedua alisnya mengerut dan hampir menjadi satu.

"Iya! Anda! Siapa lagi jika bukan Anda, Nona?"

Dengan sigap dan tanpa basa-basi, gadis itu meraih lengan Centana dan menggiringnya masuk ke dalam butik.

"Hei, lihat di sini! Aku menemukannya! Aku sudah menemukannya!" seru gadis itu ketika mereka berdua telah berada di dalam butik. Seketika, seluruh isi butik mengarah pada Centana. Enam orang. Centana menghitungnya satu per satu. wanita itu merasa seperti sedang ditelanjangi. Mata-mata itu melucutinya dari atas hingga ke bawah.

"Tidak buruk juga," ujar seorang pria tinggi kurus dengan tatapan sinis. Centana hampir dibuatnya merinding. Kata-kata itu terdengar seperti cemohan.

"Tunggu!" Seorang gadis muda berambut lurus sebahu, dengan kulit seputih susu dan wajah oriental yang sangat indah tiba-tiba menyelah ke tengah kerumunan. "Kenapa harus dia? Bukankah aku lebih--"

"Lebih cantik," potong pria tinggi kurus yang menatap sinis tadi.

"I-Iya, tentu saja!" sahut gadis oriental itu dengan wajah berapi-api. Sesekali mata kecilnya melirik ke arah Centana yang masih saja berdiri dengan ketidaktahuannya yang polos. Mata itu juga menelanjangi tubuh Centana, lalu diakhiri dengan desisan jijik yang dibuat-buat.

"Kau memang cantik, Sayang, tapi untuk sesi kali ini, kami tidak sedang butuh yang cantik," ujar pria tinggi itu lagi. Ia berkata sambil melangkah pelan ke arah Centana, meraih jari-jemari wanita itu dan mengecup punggungnya dengan sedikit membungkukkan badan. "Kami butuh yang sederhana dan polos dan ...," ujarnya kembali sambil melirik ke arah Centana dan mengedipkan sebelah matanya dengan genit, "murni, seperti dia."

Centana menelan ludah. Ia menarik bibirnya dengan gugup. "Se-Sebenarnya ..., ada apa ini?" tanya Centana. Ia menarik tangannya dari genggaman lembut pria tinggi itu.

Well ..." Pria tinggi itu menepuk-nepuk kedua tangannya dan kembali tegak. Ia menatap pada gadis yang membawa Centana masuk ke dalam butik tadi. Mengangguk. "Persiapkan dia dan katakan apa yang kita inginkan."

FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang