SEPULUH: AROMA LAUT DAN SENJA YANG MEMBARA DI TUBUH LELAKI ITU

4.7K 328 3
                                    


Aruha Uluwatu Resort, Bali
-- Sehari sebelum resepsi pernikahan

Seorang waitress meletakkan dua gelas mujito di atas meja gazebo. Pasir pantai melesak ketika sepatu fantovel hitamnya menjejak. Setelah menyelesaikan tugasnya, waitress itu membungkuk pada Kentaro, lalu berbalik dan beranjak pergi, meninggalkan lelaki keturunan Jepang yang tidak membalas apa pun itu, walaupun hanya sekadar senyum atau ucapan terima kasih. Kentaro hanya menatap dingin layar iPhone 6 berwarna emas miliknya, dengan jari yang terus bergerak naik-turun. Sudah hampir satu jam ia menikmati hangatnya matahari senja di atas kursi pantai. Angin kencang menerpa rambutnya kalang-kabut. Sesekali ia berusaha menyisir ke belakang dengan jari-jemari, lalu kembali menekuni ponsel. 

"Hei, Tuan Sempurna!" seru Juna dari arah pantai. Gelombang ombak menerpa kaki telanjang Juna, yang mulai bergerak mendekati Kentaro. "Kau itu nggak bisa santai sedikit saja, ya? Kita ini sedang liburan. LI-BU-RAN. Rasanya menyesal aku tadi mengajakmu ke tempat ini.”

Kentaro mendongak. Cahaya senja yang pecah-pecah menerpa matanya. "Kamu yang liburan. Bukan aku. Aku masih banyak pekerjaan."

"Cih! Dasar sok!" desis jengkel Juna. Lelaki yang tengah bertelanjang dada itu meletakkan tubuh kuyupnya di atas kursi pantai. Air-air asin menetes dari ujung rambut, bibirnya sedikit membiru karena gigil. Ia segera meraih handuk yang bertengger di bahu kursi, lalu mengucak kepalanya dengan kasar. Titik-titik air sedikit menciprat dan mengenai wajah Kentaro. Dengan cepat, Kentaro mengusap pipinya dengan punggung tangan, lalu menatap dingin sebagai tanda protes.

"Aaahhh!" Juna menghempaskan handuk ke kursi. "Aku tidak percaya ini. Resepsi pernikahan. Cih! Semakin dipikirkan, semakin gila rasanya!!" makinya sambil meraih segelas mujito dan meneguknya dengan beringas.

Kentaro tidak bergeming. Ia bahkan tidak menunjukkan wajah simpati atau semacam itu atas penderitaan lelaki yang telah menjadi adiknya sejak dua puluh satu tahun lalu itu.

Bunyi gelas yang terbentur meja gazebo memekak keras. Juna mengacak-acak rambutnya. Setelah puas, ia menekuni Kentaro yang sudah menunduk lagi, menatap layar ponsel. Keduanya sama-sama diam. Keheningan yang teramat dingin dan menusuk. Senja hampir saja mencapai puncak. Ombak-ombak kecil semakin lincah berlarian.

"Jika sudah ada dirimu, kenapa aku harus bekerja? Aku akan terlihat semakin bodoh saja," desis Juna kemudian. Ia memalingkan wajah, menatap jauh ke arah lautan yang dikerumuni tebing-tebing menjulang. Sementara itu, Ken menghentikan gerakan jari-jarinya. Kedua lelaki yang memiliki gejolak di dalam dada masing-masing itu, memilih senyap kembali. Membiarkan senja merayap turun, dan langit seketika menjadi lebih temaram.

***

Centana berlari-lari kecil mengejar Gishel di tepi kolam renang. Bocahnya tertangkap, Centana menggelitikinya tanpa ampun. Di sisi lain kolam, Adam dan Nyonya Linggar tertawa-tawa. Mereka begitu menikmati permainan ibu dan anak itu.

Rombongan keluarga itu tiba di Aruha Uluwatu Resort--salah satu milik Hutama Gruop di Pulau Bali--pukul tiga siang, lalu Gishel dan Kejora merengek-rengek minta berenang, ketika kedua bocah itu melihat kolam renang dari atas balkon kamar mereka. Awalnya, Centana yang telah lelah itu menolak, tetapi dengan semringah, Nyonya Linggar yang mendengar permintaan kedua cucunya berkata, "Kita akan berenang anak-anak! Siapa yang mau ikut Omaaa!" Serentak, Gishel dan Kejora menghambur ke arah wanita itu sambil berteriak kegirangan.

"Kau bisa istirahat kalau kau lelah, Sayang. Biarkan mereka bersamaku," ujar Nyonya Linggar pada Centana sambil mengedip mata. Tapi Centana menggeleng. Ia tetap tidak ingin merepotkan, walaupun tubuhnya tengah lelah dan ia tahu ada banyak pelayan yang siap menemani kedua bocah kesayangannya itu. Ini adalah penerbangan pertamanya dalam seumur hidup. Di dalam tubuh pesawat, tidak henti-hentinya wanita itu merasa (lagi-lagi) takjub pada dunia barunya.

Suasana kolam renang semakin meredup. Cahaya lampu-lampu kuning keemasan yang mengelilingi kolam renang membuat tempat itu terlihat romantis. Ditambah pemandangan laut yang menghampar--kolam renang itu terletak menjorok mengikuti tebing yang mengarah ke laut. Angin mulai semakin dingin. Centana mengajak kedua putrinya untuk kembali ke kamar. Setelah mengenakan baju mandi dan handuk di kepala kedua bocah itu, Centana menggandengnya dan berjalan.

“Sampai ketemu saat makan malam nanti!" seru Nyonya Linggar. Wanita itu masih asyik bersama suaminya. Mendengar itu, Gishel dan Kejora berlomba-lomba melambaikan tangan. Wajah mereka masih saja berbinar, seolah tidak mengenal lelah sama sekali. Tidak seperti ibunya yang berharap waktu cepat berjalan dan ia bisa segera merebahkan tubuh di atas pembaringan. Besok adalah hari penting, ia masih butuh menenangkan kegugupannya. Sejak tahu akan diadakan resepsi pernikahan, Juna semakin nampak membencinya. Ia bisa melihat itu.

Centana dan kedua putrinya terus berjalan menuju lift. Tanpa diduga, ia melihat Kentaro dan Juna berdiri di sana. Centana hendak berjalan memutar, tapi tiba-tiba saja, Gishel melepas gandengan tangannya dan berlari ke arah kedua lelaki itu.

"Omm!!" seru Gishel. Kentaro dan Juna berpaling ke arah Gishel, lalu bergantian menatap Centana yang berdiri kaku dalam jarak lima meter di sana. Perasaan wanita itu seketika menjadi sesak. Rasanya, ia ingin menghilang saja. Atau mungkin berubah wujud menjadi seseorang yang tidak mereka kenali saat itu juga. Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Dengan gugup dan menelan ludah, wanita itu berjalan kembali.

"Nyonya," sapa Kentaro sambil menganggukkan kepala. Centana membalasnya dengan senyuman. Sementara itu, Juna membuang muka. Lelaki itu melesakkan kedua tangannya ke saku baju mandi dan menampakkan wajah benci yang menusuk.

Pintu lift membuka. Kentaro dan Juna melangkah masuk, kemudian disusul oleh Gishel. Tanpa canggung bocah itu meraih tangan Kentaro dan menggandengnya. Ia menatap ibunya. Menunggu. "Ayo, Bunda," ujar Gishel.

Juna melotot ke arah Centana yang masih berdiri di luar bersama Kejora. Mereka menunggu, tapi wanita itu masih memilih berdiri dan berharap lift di samping kanannya membuka. Dengan kesal, Juna hendak menekan tombol untuk menutup pintu lift, tetapi dengan sigap, tangan Kentaro mencegahnya.

Lelaki itu menatap lembut ke arah Centana. "Silakan Nyonya, kasihan Kejora. Dia sudah mulai kedinginan."

Mendengar itu, Centana sadar. Ia tidak boleh egois. Dengan mengeratkan jari-jemarinya yang menggandeng Kejora, wanita itu melangkah masuk. Pintu lift menutup perlahan dan kecanggungan mulai menguar di dalamnya. Centana, benar-benar tidak peduli sepenuhnya pada Juna. Walau lelaki itu mengatakan hal-hal buruk, ia masih bisa menampung segalanya. Ia tidak akan mati saat ini juga. Tidak. Tetapi berbeda dengan Kentaro. Keberadaan lelaki itulah yang membuatnya tidak ingin berada di dalam sana. Ia bahkan tidak mampu menahan debaran dadanya. Benar-benar tidak bisa. Aroma tubuh Kentaro yang bercampur dengan bau laut dan senja yang membara itu, membuat tubuh Centana terasa gemetar. Ia, yang tengah berdiri di belakang Kentaro dan Juna itu, menekuni tengkuk Kentaro sesekali. Tengkuk itu putih dan kokoh. Rambut-rambut halusnya nampak seksi. Centana menarik napas dan mengembus. Ia menekan dada, merasakan kerenyut di dalam sana.

Tiba-tiba, pintu lift terbuka dan beberapa orang melesak masuk. Centana merapatkan tubuh di sudut, menggandeng putri kecilnya yang hampir tergencet seseorang yang tengah membawa sebuah kotak besar. Melihat itu, Kentaro mundur, mendekat ke Centana dan menempatkan Gishel tepat di belakangnya. Ia membuat tubuhnya menjadi penahan antara Centana, beserta kedua putrinya, dan orang yang membawa kotak besar.

Tubuh mereka berdua semakin dekat. Sangat dekat. Membuat aroma tubuh Kentaro semakin menusuk-nusuk cuping hidungnya. Centana menunduk. Berdebar-debar. Ia tidak berani menatap punggung lelaki itu lagi. Ia merasa, sebentar lagi, ia akan meledak dan berhamburan. Perasaan itu, benar-benar tak akan terbendung lagi ... []

FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang