Untuk kesekian kalinya ia mengamati foto kecil yang nampak lecak itu sambil sesekali menghela napas berat. Kemurungan masih saja enggan pergi dari wajahnya.“Lagi lihat apa, Om?”
Sebuah suara menghentak dada lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu. Dengan gerakan cepat, dimasukkan kembali lembaran fotonya di bagian tersembunyi dalam dompet. “Nggak ada,kok,” jawabnya terburu-buru. Gelagat itu membuat gadis yang baru keluar dari kamar mandi mengernyitkan dahi, tapi enggan untuk bertanya lebih jauh lagi.
“Lapar,” gerutu gadis berambut keriting sepanjang punggung itu ketika menghempaskan bokong ke atas kasur. Ia mendengus sejenak, lalu menatap lelaki di sampingnya dengan mata yang menampakkan kebosanan.
“Beli?”
Gadis itu menggeleng. “Nggak.”
“Terus?”
“Bobo aja sama Om,” ucapnya sambil nyengir. Mata sipitnya semakin mengecil.
“Kenapa mag, loh, ya.”
“Biarin. Habis malas. Bosan.”
Lelaki bertubuh sedikit gemuk dan gempal mendekatkan diri pada gadis bertubuh pendek yang tengah merajuk di hadapannya. Ia melingkarkan kedua tangan dan menyandarkan dagunya di bahu gadis itu.
“Kenapa kok bosan?”
“Nggak jalan-jalan.”
“Ai ingin jalan-jalan ke mana, sih?”
Mendengar pertanyaan kekasihnya, seketika gadis bernama Ai itu menegakkan punggung dengan semangat. “Ke mana aja pokoknya bisa jalan-jalan sama Om,” serunya riang.
“Iyaa ...,” jawab lelaki itu dengan lembut. Ia semakin merekatkan rengkuhannya pada gadis itu. Tapi di dalam pikirannya, bayangan-bayangan foto lama yang tersembunyi di dalam dompetnya terus menghantam dan berputar-putar.
***
Ini adalah kedua kalinya Centana berada dalam satu mobil bersama lelaki manja itu. Kebisuan memenuhi perjalanan mereka. Sudah hampir setengah jam berjalan, baik Centana maupun Juna tidak ada keinginan untuk memulai sebuah perbincangan.
Ponsel Centana tiba-tiba berdering memecah kesunyian. Dengan cekatan, wanita itu membuka tas dan mengeluarkan ponsel. Sebuah nama tertera, tetapi Centana hanya bergeming. Matanya tekun menatap layar benda kotak yang terus melantunkan lagu Celine Dion itu.
“Hei, cepat jawab. Berisik tahu,” protes Juna. Wanita itu sedikit terjingkat dan berpaling ke arahnya. Kedua mata mereka bertemu. Dalam beberapa detik, mereka terdiam dan seolah tengah menyelami sesuatu.
“Kenapa matamu seperti itu?” tanya Juna tiba-tiba. Centana mengedip-kedip. Dengan canggung ia memalingkan wajah dan menggeser layar ponsel ke arah atas, menolak panggilan yang paling tidak ia inginkan.
Mata Juna melirik gerakan tangan wanita di sampingnya itu. “Kenapa kau tolak?” tanyanya penasaran.
“Nggak apa-apa.”
Juna diam sejenak. Ia tidak percaya dengan jawaban paling tidak masuk akal semacam itu. Sesekali matanya mengarah ke Centana, sesekali kembali ke jalanan di depan mereka. Tidak seberapa lama kemudian, lampu merah mulai menyala. Juna menghentikan laju mobil.
“Musuhmu?” tanya Juna sekali lagi.
“Bukan.”
“Debt collector?”
Centana melirik tajam ke arah Juna, “Bukan!”
“Lalu?”
“Bukan urusanmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)
RomansaCentana, perempuan 30th yg memiliki trauma pada pernikahan, tiba-tiba harus dihadapkan dengan sebuah insiden mengejutkan. Ia terbangun dan mendapati dirinya telah menikah dengan seorang lelaki yang jauh lebih muda. Juna, lelaki 26 th, seorang player...