- POV Centana
Saya menumpahkan kepedihan itu di bahunya yang hangat. Begitu banyak kepedihan, dan dia tidak bertanya apa-apa selain memeluk dan membiarkan saya menangis. Dan saya merasa nyaman.
"Bunda ...."
Sebuah tangan mungil merenarik-narik jari-jemari saya yang menggantung lepas begitu saja. Saya mengangkat kepala, berusaha menghapus air mata cepat-cepat, dan dia, lelaki manja itu, melepaskan pelukannya.
"I-Iya, Sayang," ujar saya sambil jongkok di hadapan dua bocah kecil itu.
"Bunda menangis lagi?" tanya Gishel. Wajah kuyunya membuat dada saya sakit. Betapa bodohnya saya, menangis berkali-kali di hadapan mereka yang masih lugu dan putih.
"Tidak, Sayang. Bunda hanya terharu karena Om Juna membawa kita jalan-jalan pagi ini." Saya mendongak ke arah lelaki manja itu, mengulas senyum padanya. Tapi dia tetap membungkam. Tetap bergeming.
"Tadi Gishel takut. Dedek juga takut."
Saya memeluk keduanya. Menepuk-nepuk punggung dengan lembut.
"Tidak apa-apa, Sayang. Tidak apa-apa. Tadi, Om itu hanya sedang sakit gigi saja. Dia terus pulang, mau menemui dokternya."
"Cakit didi?" tanya Kejora.
Saya mengangguk. Mengusap-usap kepala keduanya dengan lembut.
"Jola juda pelna cakit didi."
"Kakak juga, Bund!"
"Cakit didi cakiiiittt ...."
Saya tersenyum. Melepas pelukan dan menatap mata keduanya. Ketakutan dan kuyu itu telah sirna perlahan. Saya lega.
"Kakak dan Dedek mau main lagi?"
Mereka mengangguk cepat-cepat.
"Bagus. Mau main apa sekarang?"
Gishel menunjuk sebuah ayunan yang kosong. Ayunan itu terbuat dari kayu yang diplitur cokelat tua. Cukup besar untuk tiga bocah yang berayun bersama-sama. "Boleh?" tanyanya.
"Huum, boleh. Asal, pelan-pelan, ya."
"Aciikkk!"
Mereka kemudian menghambur, tertawa-tawa. Dan saya menekuninya dengan perasaan lega luar biasa. Walaupun ....
Bayangan-bayangan kepedihan itu masih berputar-putar di dalam kepala saya. Kata-kata wanita tadi membuat saya kesakitan. Kata-kata yang menyesakkan.
"Seharusnya Mbak nggak perlu ikut campur urusan rumah tangga kami. Setelah ini, suamiku pasti akan lebih marah lagi dan-"
Aah ....
Semua laki-laki itu ... sesungguhnya ... untuk apa mereka menikahi seorang perempuan jika pada akhirnya hanya untuk menyakitinya berkali-kali?
Untuk apa ...?
Dada saya sakit. Sesak itu menekan. Saya meremas kuat-kuat.
Saya ingin ... menghilang.
Sesuatu yang dingin tiba-tiba menempel di pipi. Saya terjingkat. Mendongak ke atas. Lelaki manja itu berdiri di samping saya, menyodorkan es krim.
Es krim?
Saya mengerutkan dahi.
"Nih?" ujarnya. Saya berdiri, merapikan blouse yang sedikit mengerut di bagian perut.
"Es krim?"
Dia tidak menjawab. Lelaki manja itu menggoyangkan kembali es krim berbentuk cup di tangannya. Rasa stroberi, vanila, dan cokelat. Saya menekuninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)
RomanceCentana, perempuan 30th yg memiliki trauma pada pernikahan, tiba-tiba harus dihadapkan dengan sebuah insiden mengejutkan. Ia terbangun dan mendapati dirinya telah menikah dengan seorang lelaki yang jauh lebih muda. Juna, lelaki 26 th, seorang player...