SEMBILAN: Saya Tidak Ingin Mempermalukan Kalian Berdua

4.8K 332 0
                                    


'Dear, Amalia. Lihatlah, saya akan berubah menjadi seekor kupu-kupu, dan terbang menguasai sebuah dunia ...'

Ia melempar tas rajut itu, lalu menghempaskan pantat ke atas ranjang kedua putrinya. Rasa geram masih meledak-ledak di dada, ia menarik napas cepat, mengembus berat. Olok-olokan Juna terus berputar di dalam kepalanya, menciptakan kemurungan yang membara. Harga dirinya tersinggung. Ia benar-benar marah kali ini. ‘Aku harus membalasnya,’ batin geram Centana.

'Harus! Balas dia, Centana. Balas dia!'

Ia mengomel sendiri dalam hati.

'Ah, tidak. Jangan membalasnya, Centana. Jangan. Kalau kamu membalas lelaki manja itu, kamu tidak ada bedanya sama dia. Ingat, ini adalah pekerjaan. Ya, anggap saja begitu. Jadi cepat selesaikan pekerjaanmu dan pergi dari sini!'

Sebuah ketukan kecil membuatnya tersadar. Centana mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk. Seorang pelayan bertubuh gemuk berdiri di sana sambil menggandeng Kejora. "Bundaaa!" seru riang bocah berambut ikal bergelombang itu. Ia segera melepas tangan kecilnya dan menghambur ke arah Centana.

"Bunda, Bunda, dedek tadi maen ayunan sama Bibi itu di taman belakang. Seluu," ucap Kejora sambil menunjuk sang pelayan. Wanita pelayan itu tersenyum lalu membungkuk. "Saya permisi, Nyonya," ujarnya. Centana membalasnya dengan mengangguk dan berucap, "Terima kasih." Setelah pelayan itu berlalu, ia mengangkat Kejora duduk di pangkuannya.

"Mana Kakak, Sayang?" tanyanya.

"Sama Oma."

Centana mengulas senyum. Diciumnya pipi bocah itu.

"Dedek suka nggak tinggal di sini?"

Dengan cepat bocah itu mengangguk-angguk. Bola matanya berbinar. "Suka!" serunya lantang, sambil mengacungkan tangan ke atas.

"Kenapa?"

"Kalena banyak maenan."

"Oh ya?"

"Makannya enak! Tadi Dedek makan loti keju yang ada cocisnya!”

Centana tertawa.

"Tapi ..." Bocah itu tiba-tiba merengut. Ia menatap mata ibunya. Tatapan yang sedih.

"Tapi kenapa, Sayang?"

"Kejola kangen Ayah ... Kejola mau kasik Ayah loti keju yang ada cocisnya ...”

Wanita itu trenyuh. Dipeluknya bocah lima tahun itu dan mengusap punggungnya dengan lembut. Ia tahu benar kalau Kejora sangat dekat dengan ayahnya. Satu bulan telah berlalu, dan ia semakin merasa bersalah setiap kali Kejora mengungkapkan kerinduannya.

"Bunda!"

Tiba-tiba suara Gishel memecah kesedihan mereka. Gadis kecil itu berlari dan langsung ikut memeluk. Centana tersenyum. Di antara sela-sela tubuh kedua putrinya, ia melihat Nyonya Linggar berjalan masuk. Langkah wanita berkelas itu selalu anggun. Centana selalu mengaguminya sejak pertama bersua.

"Aku tidak tahu kalau kau sudah pulang," ujar Nyonya Linggar. Ia ikut duduk di atas ranjang, tepat di samping kanan Centana. "Kebetulan, aku ingin mengatakan sesuatu."

Centana melepaskan pelukan dan meminta kedua anaknya untuk bermain boneka-boneka di atas ranjang. "Ada apa, Ma?"

Dengan lembut, Nyonya Linggar meraih tangan Centana. Ia menatap mata wanita itu. "Suamiku berkata benar. Saat dia menceritakan bagaimana sosokmu dan apa yang telah kalian bicarakan di kamar hotel itu, aku langsung setuju. Dia bahkan diam-diam memotretmu. Apa kau tahu?"

FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang