LIMA: Wanita Buruk Rupa dan Tua

6.4K 383 1
                                    

Centana berjalan terhuyung dan berusaha merabai dinding-dinding beku itu. Satu-satunya keinginan yang menguasai isi kepalanya saat ini adalah sampai di kamarnya dan tidur. Ia merasa sedikit menyesal karena menyetujui ajakan Kentaro untuk menemani lelaki itu menghabiskan malam di sebuah pub, padahal ini adalah pertama kalinya ia mendatangi tempat semacam itu. Semua karena dirinya tidak mampu menolak pesona seorang Kentaro. Ia merasa payah. Ia sadar, dirinya telah jatuh cinta.

Kentaro memang lembut dan perhatian. Lelaki itu menjaganya dengan baik di pub tadi. Kentaro bahkan mencoba mencegahnya minum terlalu banyak, tetapi entah bisikan dari mana, tiba-tiba saja ia menjadi buas. Gelas-gelas itu seolah setan kecil yang mengolok-olok dirinya. Menantangnya untuk membuktikan, apakah dirinya pantas bersama Kentaro dan mengimbangi dunia lelaki itu. Ia sempat tersenyum sinis. Cinta selalu saja membuatnya bodoh, sama seperti waktu-waktu itu, bersama lelaki yang telah menghancurkan impiannya.

Pintu kamar itu sudah dekat sekarang. Dengan pandangan yang samar, ia berusaha meraih knopnya. Ada suara bisikan lembut di belakang cuping telinganya, "Hati-hati." Centana menyungging senyum dan merasa konyol. Itu suara Kentaro. Bahkan, saat lelaki itu telah pergi, suaranya masih saja mengikuti dirinya yang tengah mabuk berat. Tiba-tiba pikiran nakal itu menyeruak. Jika saja saat ini Kentaro mengajaknya tidur bersama, ia pasti tidak akan menolaknya. Peduli setan. Ia tertawa geli. Berdehem. Lalu meraih knop pintu besi yang dingin itu dan memutarnya.

Hawa dingin yang wangi dan manis menyergapnya seketika. Kamar itu gelap gulita, seperti biasanya. Dalam keadaan limbung ia menggigil, tapi sedetik kemudian, rasa dingin itu berubah menjadi panas. Benar-benar panas. Ia menggaruk-garuk tengkuknya yang basah berkeringat. Dan tanpa berpikir dua kali, ia melepaskan satu per satu bajunya. Ia telanjang kini. Hanya mengenakan celana dalam. Ia gontai mendekati ranjang tidurnya dengan perlahan. Berharap agar kedua buah hatinya tidak terbangun akibat ibunya yang tengah mabuk. Ia meletakkan telunjuknya ke depan bibir dan mendesis. Dan ketika lututnya telah berhasil menyentuh bibir ranjang, tanpa banyak berpikir lagi, ia mengempaskan tubuh itu.

Centana memantul-mantul sejenak. Perasaannya menjadi begitu nyaman seketika. Entah mengapa, ranjang itu terasa lebih empuk sekarang. Mabuk telah benar-benar membuatnya gila. Dan ia tidak peduli itu. Yang terpenting, sekarang, ia telah berada di atas kasurnya. Memejam. Menarik napas panjang dan dalam, lalu mengeluarkannya perlahan.

Tidak seberapa lama kemudian, Centana telah benar-benar menghilang.

POV JUNA

Aku tahu pagi hari telah lewat, tapi aku masih malas untuk membuka mata. Kepalaku terasa berat. Aku merasakan tubuhku tengah melayang-layang dan begitu ringan. Aku merasakan kenyamanan. Aku merasa tertidur di tumpukan dada perempuan.

Semalam, Violin telah membuatku gila. Gadis manja dan keras kepala itu mendatangiku lagi setelah sesi pemotretan di butik milik Gerald selesai. Ia mengajakku makan malam, lalu memintaku datang ke apartemennya. Di sana, kami menggila. Ya, kuakui walau Violin itu menyebalkan dan kekanak-kanakan, tetapi dalam urusan ranjang, ia benar-benar hebat. Ia membuatku menyerah dengan semua permainannya. Ia gadis favoritku, walaupun aku tidak mencintainya. Dibandingkan gadis-gadis lain, Violin-lah yang paling sering bersetubuh denganku. Kapan pun aku mau, ia selalu siap. Itulah mengapa aku tidak akan pernah melepaskannya. Setidaknya, untuk saat ini, karena permainannya sudah menjadi sebuah candu bagi kelelakianku.

Tiba-tiba saja aku merindukan Violin. Aku ingin lagi menciumi leher jenjangnya yang licin dan seputih susu itu. Melumatnya hingga aku puas dan meninggalkan kissmark kecil di sana. Violin paling suka yang semacam itu.

Ah, membayangkannya saja, tubuhku sudah bergetar begitu hebat. Aku harus menemuinya sekarang juga. Aku harus segera bangun dan mandi.

Mataku membuka perlahan dan menangkap cahaya matahari yang menyelip samar-samar dari tirai jendela yang masih tertutup rapat. Bayangan demi bayangan bermunculan. Pelan. Dan aku mulai melihatnya.

FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang