DUA PULUH: Selamat Bergabung

3.7K 215 6
                                    


“Saya ingin bekerja, Tuan.” Centana menatap wajah terkejut Tuan Adam yang tengah duduk di hadapannya itu. Ia tahu, pasti lelaki tua itu akan bertanya, mengapa ia ingin bekerja, padahal segala kebutuhannya sudah terpenuhi. “Sudah sebulan saya di sini dan tidak melakukan kegiatan apa-apa, saya merasa bosan. Lagipula, saya sudah terbiasa bergerak dan bekerja,” lanjutnya kemudian, memberi penjelasan sebelum Tuan Adam mempertanyakan sebuah alasan.

Pagi masih terlalu muda, masih pukul lima dua puluh. Setelah membuka mata, Centana bergegas menemui lelaki tua itu di ruangan kerjanya. Di jam seperti ini, Tuan Adam selalu berada di sana, sampai pukul enam tiga puluh, dan mulai bersiap diri sebelum berangkat ke kantor. Lelaki tua itu menghabiskan sedikit waktu santai untuk membaca beberapa email yang masuk dan berita bisnis terbaru melalui laptopnya, sambil menyesap secangkir kopi yang mengepul hangat di atas meja kerja. Uap putih membumbung dan menguarkan aroma manis bercampur kafein ke seluruh ruangan, sementara itu, kedua manusia yang tengah berbincang, duduk di sofa yang berada di tengah-tengah ruangan.

“Bosan? Hmm ...,” gumam Tuan Adam setelah mendengar jawaban Centana. Ayah Juna itu mengangguk-anggukkan kepala perlahan. Ada sesuatu yang tengah dipikirkannya.

“Jika diizinkan, hari ini saya akan mempersiapkan berkas lamaran dan mencari pekerjaan besok.”

“Di mana?”

“Saya belum tahu. Saya ini kan hanya lulusan sekolah menengah atas. Mungkin hanya di sebuah perusahaan kecil seperti butik atau toko sepatu. Atau mungkin pelayan restoran.”

Tuan Adam mengangguk-angguk kecil lagi. Bibirnya ditarik ke kedua sisi.

“Bekerjalah di perusahaan kami, sekaligus menemani Juna.”

“Oh, tidak, tidak. Maaf, Tuan, saya tidak bi—”

“Nona Centana, saya juga minta maaf. Jika Anda bekerja di tempat seperti itu dan diketahui orang lain yang mengenalmu, sangat tidak baik bagi kami. Ingat, selama dua tahun ini Anda sudah terikat kontrak sama kami. Di perusahaan kami atau tidak sama sekali,” ucap Tuan Adam tegas.

Centana merapatkan bibirnya. Apa yang dikatakan lelaki tua yang pagi ini masih mengenakan piyama satin biru dongker itu ada benarnya juga. Tadi malam, ketika keinginan ini mencuat dari pikirannya, ia tidak mempertimbangkan apa pun. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri yang beberapa hari ini mulai digentayangi mimpi-mimpi buruk itu lagi. Ia ingin mengalihkan itu semua. Dan ia butuh sebuah kegiatan. Bekerja.

“Juna masih saja berat hati menjalani rutinitasnya di kantor. Dia datang dengan terpaksa. Dia belum benar-benar ada di sana. Anda paham, bukan?”

Centana mengangguk canggung. Sudah tugasnya—maksudnya, tugas dalam kontrak itu—untuk menjadikan Juna mau bekerja. Ia benar telah membuat lelaki manja itu berangkat ke kantor setiap pagi, tapi pada kenyataannya, memang sebuah perubahan tidak semudah dan secepat itu.

“Lalu, apa yang harus saya lakukan di sana? Saya ini hanya lulusan SMA. Saya tidak tahu dunia kerja seperti dunia Anda. Saya benar-benar ragu bisa melakukan tugas dan tanggung jawab saya nanti.”

“Jangan khawatir. Kentaro akan membimbing Anda.”

Ah, iya ... Kentaro. Jika benar Centana berada di sana, itu artinya, ia akan berada dalam satu gedung bersama lelaki itu. Lelaki yang kemarin lalu memintanya untuk menunggu, tanpa memberikan sebuah penjelasan. Dan Centana bersedia melakukan itu, karena ia sendiri pun tidak ....

“Kebetulan asisten Ken yang selama ini membantu keperluan Juna sebagai Direktur Pemasaran, Nyonya Liem, akan mengambil cuti melahirkan sebentar lagi. Kami sebenarnya sudah punya kandidat untuk menggantikan dirinya sementara waktu, tapi belum kami umumkan, jadi tidak masalah saya rasa. Anda bisa menggantikannya. Selama dua minggu ke depan, Nyonya Liem masih bisa mengajari Anda beberapa hal. Bagaimana?”

FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang