DELAPAN: Dalam Sebuah Perjalanan

5.1K 345 5
                                    


Dengan wajah semringah Nyonya Linggar menarik-narik lengan Centana dan mereka masuk ke dalam sebuah butik di salah satu mall besar di kota tempat tinggal mereka. Hari ini, setelah mendaftarkan Gishel sekolah, sesuai rencana, mereka berdua pergi berbelanja baju. Centana hanya mengikuti semua jadwal yang telah disusun rapi oleh ibu mertuanya itu, walaupun ia benar-benar tidak sedang membutuhkan baju baru.

Nyonya Linggar nampak telah dikenal oleh seluruh pegawai butik. Mereka menyambutnya dengan wajah sukacita, berbincang sejenak, bertanya-tanya kabar, lalu melirik Centana yang tengah berdiri di belakang Nyonya Linggar, menunduk dan tersenyum. Salah satu pegawai menghampiri wanita itu. "Silakan ikut saya, Nona," ujarnya, sambil menggiring lembut Centana ke arah dalam. Ini adalah kali pertamanya wanita itu masuk ke sebuah butik besar dan (tentu saja) mahal.

Centana membiarkan beberapa pegawai, yang berseragam kemeja hijau tosca lembut berlengan panjang dengan aksen bob kerut di bagian bahu dan rok ketat selutut itu, menjadikannya boneka manekin. Memilihkan baju ini, mencoba yang itu, melepas yang ini, dan memasangkan yang itu. Bertumpuk baju dengan berbagai model terserak di atas dua buah sofa hitam berbentuk lingkaran, yang terdiam kaku di depan fitting room. Dan Centana merasa lelah dengan ini semua.

Pukul satu siang, Centana akhirnya bisa bernapas lega. Setelah menghampiri tiga butik dan dua toko pakaian anak-anak, perburuan itu pun telah berakhir. Sopir pribadi Nyonya Linggar memasukkan beberapa tumpukan tas belanja di bagian bagasi mobil, sementara itu, Nyonya Linggar tengah sibuk menelepon sejak berjalan ke arah pintu keluar mall.

Udara panas mulai terasa menyengat, Centana mengibas-kibaskan telapak tangannya. Tak lama kemudian, sebuah Ferrari California berwarna maroon metalik meluncur menghampiri mereka. Centana mundur beberapa langkah ketika mobil mewah itu hampir saja menyerempet dirinya. Ia mendesis kecil, tapi kemudian melihat dengan takjub dan berkedip-kedip. Bibirnya terbuka. Tanpa sadar, ia bahkan menantikan sosok yang akan keluar dari dalam mobil seindah itu.

Arjuna!

Centana menelan ludah dan menyesal telah terkagum-kagum.

"Lama sekali," ujar Nyonya Linggar. Ia segera menyuruh sopirnya untuk memasukkan sebagian tas belanja yang tidak muat itu ke bagian belakang mobil Juna. "Apa ini? Mom baru saja membeli sebuah butik?" tanya Juna setelah membuka pintu mobil dan keluar.

Tanpa berkata-kata dan kehendak untuk menjawab pertanyaan putranya, Nyonya Linggar segera mendekap kedua bahu Centana dan memaksa wanita itu masuk ke dalam mobil Juna, tepat di bangku depan, lalu memasang sabuk pengamannya. Bunyi klik terdengar nyaring, dan wajah Centana nampak kebingungan.

"Hei!" Juna protes. Ia merasa dikhianati ibunya sendiri. "Mom bilang aku harus menjemputmu, kan? Kenapa wanita itu yang--"

"Mom ada keperluan. Mom sudah sangat terlambat. Kau bawa istrimu pulang, ya." Setelah berkata, Nyonya Linggar buru-buru masuk ke dalam mobilnya. Sopir bertubuh pendek itu menunduk-nunduk ke Juna, lalu segera menempati posisi dan bersiap melajukan mobil.

"Mom!"

Nyonya Linggar menurunkan kaca mobil sampai sebatas dagu. "Kalau kau menelantarkannya, aku akan bilang sama ayahmu!" ancam Nyonya Linggar. Sebuah senyum kemenangan tersungging. Ia menepuk bahu sopirnya, tak lama kemudian, mobil silver itu melaju pergi.

'Aku akan bilang sama ayahmu.' Kalimat itu menampar keras kepala Juna. Ia masih menyimpan ucapan ayahnya di hari ketika ia keluar dari dalam kamar tidurnya dengan marah-marah.

"Kalau kau tidak menerima Centana sebagai istrimu, Papi akan membekukan semua kartu kredit dan seluruh fasilitas yang Papi berikan padamu! Dan selanjutnya, pergi dari rumah ini. Mengerti?!”

FAITH: My Second Marriage (Buku Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang